Resmi 3 bulan Hanna dan Bang Jeje masih setia dengan perang dingin mereka. Sering kali berpapasan di koridor kampus selalu keduanya berusaha untuk menghindar.
Munafik kalau Hanna enggak kangen sama Bang Jeje, setiap hari enggak pernah terlewat cek Instagram Bang Jeje. Meskipun Hanna sendiri tau kalau Bang Jeje super duper jarang update Instagram.
Kalau Bang Jeje enggak usah ditanya, video Hanna yang berjejer di galeri handphonenya udah hatam berkali kali dilihat. Sering kepergok Pandu, tapi selalu ngelak. Susah kalau sama-sama enggak mau ngalah.
Seperti biasa Hanna masih setia dengan revisi skripsinya, sedikit lagi selesai. Enggak pake ilang data lagi. Saat keluar dari ruang bimbingan, Hanna lihat Pandu jalan tergesa ke arah parkiran kampus.
"PANDUU" teriak Hanna.
"Woh bocil"
"Buru-buru amat, mau kemana ?" tanya Hanna sambil memasukkan berkas revisi kedalam totebagnya.
"Loh lo enggak dikasih tau apa lupa ? Jea wisuda coi !" Hanna menghentikan aktifitasnya, Bang Jeje enggak bilang apa-apa, bahkan Hanna enggak tau kapan Bang Jeje sidang skripsinya.
"Gue enggak dikasih tau Pan" Hanna tertunduk lesu.
"Berantem mulu sih ah heran"
"Gue mau ikut" Hanna langsung membuka pintu mobil Pandu dan dengan kilat duduk di bangku penumpang.
"Gue enggak ada ngajak lo ya" protes Pandu.
"Berisik, jalan om" Hanna menepuk pundak Pandu.
"Duduk depan, gue bukan sopir" Hanna tertawa sambil pindah ke bangku depan.
Diperjalanan menuju gedung wisuda mereka enggak banyak omong, justru Hanna jadi pendengar setia percakapan Pandu dan pacarnya.
"Jangan loudspeaker Pan" bisik Hanna.
Pandu balas berbisik "Gue lagi nyetir gimana pegangnya"
Hanna memicingkan matanya "orang kaya emang enggak kebeli ya headphone bluetooth"
"Ketinggalan" balas Pandu singkat.
45 menit mereka berdua sampai. Bang Jeje wisuda berbarengan dengan Denis. Aji menyusul gelombang berikutnya.
"Kenapa Jane enggak diajak aja sekalian ?" tanya Hanna.
"Masih ada kelas dia, udah ah ngomong mulu ayo cepetan keburu pulang itu dua sejoli" Pandu menarik tangan Hanna.
Tepat didepan pintu masuk, Danis bersama keluarga serta Mina yang enggak lupa hadir di acara penting ini sedang memulai sesi foto. Enggak nampak Bang Jeje beserta keluarga.
Dari arah sebaliknya, Aji bersama Kanaya menyusul keberadaan Hanna dan Pandu.
"Lo kemana aja Panjul ?" tanya Aji.
"Ini bocil biasa nemplok mulu" Pandu menunjuk Hanna. Yang ditunjuk hanya menampilkan cengiran tanpa dosanya.
Aji sedikit kaget melihat Hanna "udah baikan Han ?"
Hanna enggak jawab, Kanaya yang tau situasi jadi canggung menyuruh Hanna dan Pandu untuk pergi menemui keberadaan Bang Jeje dan keluarga yang ternyata ada di pintu masuk kedua.
"JEANDAAAARRR" teriak Pandu ditengah riuh mahasiswa.
Bang Jeje melambaikan tangan sambil tersenyum lebar, tapi saat Hanna muncul dibalik tubuh tinggi Pandu, seketika mata Bang Jeje membulat.
"Selamat bro akhirnya gagal D.O ya" Pandu menepuk pundak Bang Jeje.
Bang Jeje tertawa "sialan lo"
"Gue enggak bawa apa-apa, cuma bawa jenglot kesayangan lo nih" Pandu menunjuk Hanna dengan dagunya.
Hanna mendecak kesal, hari ini Pandu benar-benar puas memanggil Hanna apapun. Jangan sampai emosinya terpancing.
"Sini Han, dicariin mama dari tadi" Bang Jeje menarik tangan Hanna.
"Gue gimana ?" Pandu menunjuk dirinya sendiri.
"Ya lo tinggal ngikut aja sih berisik" omel Hanna.
Pandu tersenyum paksa. Harus menurut dengan Bang Jeje yang memintanya untuk jadi tukang foto dadakan pribadi hari ini.
"Pulang sama gue ya, pake mobil Pandu" bisik Bang Jeje ke telinga Hanna.
"Pan, bawa mobil gue ya. Tuker beserta isinya" Bang Jeje menepuk pundak Pandu.
Pandu pasrah, toh ini juga demi kebaikan mereka berdua.
"Maaf ya" Bang Jeje mambuka obrolan saat sedang berada di perjalanan menuju rumah Hanna.
Hanna melihat ke arah Bang Jeje "gue juga minta maaf, tapi ada satu hal yang mau gue jelasin ke lo"
"Apa?"
"Waktu itu lo belum tuntas denger omongan gue, lo main potong gitu aja" Hanna menarik napas "gue mau bilang kalau gue udah nyerah dengan perasaan gue ke Tirta. Gue udah ikhlas dan enggak apa-apa kalau emang akhirnya gue sama dia enggak punya titik temu"
Bang Jeje diam sambil mengangguk-angguk paham dengar penjelasan Hanna.
"Saat itu gue bukannya marah sama lo, gue cuma khawatir lo ngerasain luka yang sama terus menerus Han"
Hanna tersenyum "gue kebawa kalut, jadi gue juga enggak bisa buat lo enggak khawatirkan gue"
"Sekarang gimana ?" tanya Bang Jeje.
"I'm really really fine"
"Sure ?"
Hanna mengangguk pasti.Hati mereka berdua menghangat, penjelasan singkat yang ternyata bisa mengakhiri segala kesalahpahaman diantara mereka berdua.
"Tadi rame banget, sakit enggak kepala ?" tanya Bang Jeje yang mengkhawatirkan gangguan kecemasan Hanna.
Hanna menggeleng "enggak sampe sakit sih, cuma ya mungkin kalau sekarang gue masih disana bakal sakit"
"Gue sengaja enggak bilang sama lo, pasti rame lah"
"Tapi lo jahat sumpah, sidang juga enggak bilang ke gue"
"Yaelah sidang doang Han, yang kasih bunga juga udah banyak"
"Cewek-cewek ?" tanya Hanna singkat.
Bang Jeje tertawa "iya, tapi sekarang lo dateng di wisuda gue, dan itu udah lebih buat gue Han.
"CK apaan sih lo"
___________
Akhirnya akur juga :)
Tiga dara cape nunggu mereka akur :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman (Katanya)
Teen FictionJeandar Abi Yohan, tipe buaya tapi santun. Menjunjung tinggi prinsip hanya serius pada satu wanita, yang lain hanya permainan. Sayang banget sama mama papa tapi selalu ribut. Sayang Hanna juga tapi sayang cuma teman. Ruby Hanna Salsabila, kalau udah...