Halte, Hujan, Hoodie, Him

3 1 0
                                    


Hari ini cuaca sangat tidak menentu. Pagi tadi langit begitu cerah, melukiskan warna biru beserta awan putih dengan sangat indah. Sore ini langit begitu gelap, mendung. Aku termasuk orang yang mudah terbawa suasana, istilah anak muda zaman sekarang itu moody. Iya, aku bukan anak muda zaman sekarang. Usiaku sudah seperempat abad dan masih berstatus lajang. Okay, cut! Saat ini aku sedang menunggu bus untuk pulang ke sebuah flat yang kusewa per tahun. Duduk sendiri di halte sepi depan gedung kantor dengan cuaca mendung rupanya mampu membuatku menghela napas tanpa alasan yang jelas. Hujan kemudian turun cukup deras beberapa menit kemudian, sudah dapat dipastikan kalau bus akan telat datang karena jalan yang semakin macet dengan kondisi hujan seperti sekarang.

"Duh, dingin! Bodohnya, kenapa bisa lupa bawa jaket sih!" ucapku pelan, sangat pelan, sampai aku yakin tak ada siapapun yang mendengar kecuali aku seorang. Halte depan gedung kantorku ini relatif sepi, hanya beberapa orang saja yang biasa menunggu bus di sini. Rata-rata orang-orang menggunakan transportasi yang dipesan secara online atau menggunakan subway. Aku memilih menggunakan bus karena kurasa lebih praktis. Namun bus yang searah dengan flat-ku belum juga tiba meski hujan mulai reda. Aku membuka aplikasi untuk melihat kapan jadwal bus tujuanku tiba di halte tempatku duduk sekarang. "Masih 15 menit lagi." Gumamku.

Aku bersedekap dan kemudian mengelus-elus lengan atas sembari memerhatikan sepatuku yang mulai basah terkena cipratan air hujan. Tanpa aku sadari, ada sepasang telinga yang berhasil mendengar keluhanku dan sepasang mata yang memerhatikan tingkahku. Pemilik telinga dan mata itu kemudian mendekat, berdiri di sampingku. Aku yang menyadari kehadirannya lewat sepasang sepatu yang berjejer rapi disampingku kemudian mendongak, ingin mengetahui siapa pemilik sepasang sepatu tersebut. Aku menatapnya bertanya, dia menatapku dengan senyumnya. Seorang pria. Seusiaku tampaknya. Atau bisa jadi lebih tua.? Entahlah. Sepertinya dia juga baru pulang kerja. Dia memakai setelan kemeja dan celana bahan, rapi.

"Pakai ini. Baru di laundry kok, belum dipakai. Bersih." Ucapnya yang kemudian tersenyum dan menyodorkan sebuah hoodie berwarna coklat. Aku masih menatapnya, kali ini dengan tatapan heran dan curiga. Dia hanya menatapku, tersenyum, lalu menggerakkan sedikit kepalanya ke samping kanan, berisyarat 'Nih, pakai aja.'

"Mas-nya kenal sama saya?" ucapku santai. Dia tampak sedikit terkejut namun kembali memasang ekspresi netral.

"Enggak. Tapi saya tadi dengar Mbak-nya ngeluh kedinginan dan ngusap-ngusap lengan atas. Pake aja Mbak daripada sakit." ucapnya mencoba meyakinkan. Aku masih menatapnya heran dan curiga, kuperhatikan sosoknya dari ujung kepala hingga ujung sepatu. Oh! Rupanya satu gedung denganku. Ucapku dalam hati saat melihat lanyard yang dipakainya. Sayang sekali aku tak bisa melihat ID card-nya karena disimpan di saku kemeja.

"Udah, jangan terus-terusan natap saya curiga kayak gitu. Saya gak ada niat jahat kok. Dipakai ya! Atau mau saya pakaikan?" ucapnya yang tiba-tiba menaruh hoodie miliknya dipangkuanku. Tak lupa dia lukiskan senyum ramah nan manis di wajahnya. Wait! What?

"Mas-nya mau coba masuk penjara dengan tuduhan pelecehan seksual ya?"

Aku berkata dengan nada yang sangat biasa, tak ada nada sarkasme, mengancam, marah, ataupun ketakutan. Sengaja, biar savage-nya terasa. Kupikir dia akan kaget, marah, malu, atau pura-pura tak kenal setelah mendengar ucapanku, ternyata dia malah tertawa. Terbahak pula. Sialan! Umpatku dalam hati.

"Pakai ya! Kalau masih curiga dan takut boleh Mbak buang aja hoodie-nya. Tapi jahat sih kalau sampai dibuang. Itu mahal loh, mending dipakai." Dia berbicara sambil sedikit memasang tampang sedih dan kecewa. Jelas dibuat-buat. Meski benar apa yang dia bilang kalau hoodie-nya mahal. Gak mahal amat sih. Tapi ya lumayan mahal lah. Tapi entah deh, intinya harganya sekitar harga 2 gram perhiasan emas di pasar. Mahal gak?

"Karen bus yang searah dengan apartemen saya sudah tiba, saya duluan ya. Jangan lupa dipakai, supaya gak masuk angin." Dia segera melesat masuk ke dalam bus sebelum aku sempat membalas rentetan ucapan dan menyerahkan kembali hoodie miliknya. "Oh iya! Kapan-kapan aja balikinnya!" ucapnya yang membuka jendela dan sedikit berteriak dari dalam bus. Bus yang ditumpangi pria aneh tersebut pun melaju meninggalkan halte dan aku yang masih bengong sendiri.

Dasar pria aneh!

Morning BreezeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang