Aku mengerjap pelan, saat tersadar dari mimpi karena alarm yang membangunkanku. Jam 06.30, aku harus segera bangun, membuat sarapan, bersiap, dan membangunkan seseorang. Selesai menyiapkan sarapan serta mengganti baju, aku beranjak ke pintu tepat di samping kamarku, membukanya perlahan dan terlihat seorang laki-laki yang masih tertidur pulas, parasnya lugu sekali jika sedang tertidur. Tapi, kalau dia sudah bangun, yang akan kalian lihat hanya tatapan ceria dan senyum jahilnya.
"Bri, bangun, woy! Dah pagi, nih. Hari ini katanya kamu ada matkul pagi?" Aku menggoyangkan tubuhnya kasar, cara halus tidak akan pernah berhasil untuk membangunkan laki-laki di sampingku ini.
Dia mengerang, tanda tidurnya terganggu, lalu menggulung tubuhnya di balik selimut, merapatkan tubuhnya dengan guling yang sedang dia peluk.
"Bri! You have a class this morning, wake up, please!" aku meninggikan intonasi suaraku dan lebih giat mengguncang tubuhnya.
Dia hanya menggumam rendah, diam sebentar, sebelum akhirnya membuka matanya, mengusapnya kasar lalu terduduk masih dengan setengah sadar menatapku. Tak lama dia tersenyum.
"Idih! Gila lu, ye? Bangun-bangun dah senyum gak jelas, cakep kali lu bangun tidur gitu?" sewotku melihatnya yang tak kunjung melepas tatapan dan senyum usil dari bibirnya, "dah cepet mandi sana, sarapannya dah jadi."
Aku keluar kamar, membiarkannya bersiap sambil duduk di ruang tengah. Ruang tengah yang merangkap sebagai ruang TV, ruang makan, serta ruang santai. Kami berdua yatim piatu, tinggal di sebuah panti asuhan kecil sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil kuliah di kota besar dengan jalur beasiswa. Untungnya kami mendapat rumah tinggal juga dari lembaga yang membiayai kami. Aku mulai menyantap sarapanku saat Brian, orang yang tadi aku panggil Bri, turun dengan membawa totebag andalannya serta beberapa buku yang belum sempat dia masukan. Dia ikut duduk di sebelahku lalu melahap sarapannya.
Aku dan Brian pertama kali bertemu di panti asuhan. Aku adalah anak pendiam dan tidak banyak berinteraksi dengan sesama anak panti, cenderung menghabiskan hari-hariku di kamar, mengkhayal, dan berdiam diri. Sebenarnya, ibu panti sempat khawatir dengan kondisiku yang tergolong antisocial, aku hanya keluar kamar saat makan, acara panti, dan saat kebagian piket. Selain itu, aku lebih suka menghabiskan waktu di kamar. Sebelum akhirnya, Brian datang, bahkan saat pertama kali datang ke panti dengan baju lusuhnya karena sempat menjadi kacung oleh preman pasar, wajah Brian tetap terlihat bersinar dengan senyum jahilnya.
Sejak kehadirannya, tidak hanya panti asuhan yang lebih berwarna, hari-hariku pun turut mendapat percikan warnanya. Brian adalah seorang social butterfly, bahkan dia memvalidasi hal tersebut dengan bangga. Dia selalu tersenyum pada siapapun, ramah terhadap apapun, saat masih awal di panti asuhan dia selalu menyapa banyak orang hingga kucing yang tak sengaja tertangkap mencuri lauk di meja pun ikut dia sapa. Maka dari itu, aku dengan mudah membuka diriku padanya. Aku masih mengingatnya dengan jelas ketika Brian tersenyum ceria memperkenalkan dirinya padaku yang hanya kubalas dengan anggukan singkat. Mungkin karena dulu aku seperti menolak kehadirannya, dia bersiteguh untuk mendekatiku. Dan sekarang kita menjadi amat dekat, seperti saudara sedarah. Namun, itu malah menjadi boomerang untukku.
Aku yang notabenenya adalah orang yang tak suka berinteraksi dengan orang lain dan lebih menikmati kesendirian sangat berbeda dengan Brian yang suka berada di tengah-tengah keramaian. Karena hal itulah, aku banyak bergantung pada Brian dan dapat dikatakan bahwa aku adalah inang bagi Brian. Berkali-kali aku terpuruk karena teman-temanku ˗oh! Atau mungkin lebih tepat disebut teman-teman Brian- menganggap aku sebagai penghambat Brian. Tapi, Brian adalah Brian. Dia selalu menyadarkanku dan meyakinkanku bahwa sejak hari pertama dia memperkenalkan dirinya padaku, aku telah menjadi orang yang amat spesial baginya lalu dia akan mengusak kepalaku pelan dan tersenyum jenaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Birat
Short StoryHanya sebuah kisah pendek yang tak lebih dari 2500 kata. Hanya sebuah kisah pendek yang berusaha untuk ditata Agar tak hanya mengendap di folder laptop semata