Part1

60 11 2
                                    

Petang tak lagi memberi senyum, awan itu kelabu seakan tatapan dari mata pria setengah abad itu tengah mengintimidasi nya.

Hiashi menatap awan itu dengan tatapan tajam penuh kekesalan. Seandainya ia hidup sebagai seorang mentri atau terlahir sebagai seorang Raja, pasti hidupnya akan lebih baik dan bahagia.

Tapi itu hanyalah seandainya yang tidak mungkin jadi kenyataan.

Melihat nasibnya, Hiashi sangat khawatir terhadap masa depan ke-dua putrinya.

"Bagaimana jika kita melelang Hinata! "

Mata Hiashi membola, tatapannya menajam. "Apa kau sudah gila? Putriku itu manusia bukan barang. "

"T-tapi, aku yakin akan ada sodagar kaya raya yang akan membelinya. Dia pasti bahagia, daripada hidup bersama kita. Anak itu pasti menderita harus banting tulang mencari nafkah, lagipula dengan satu anak akan mengurangi biaya pengeluaran kita. "

"Kalau begitu kenapa tidak Sakura saja. Aku yakin dia akan laku besar. " Ucap Hiashi berapi-api.

Huh.. Tidak akan sudi Hiashi melelang putri tercintanya. Bagaimanapun Hinata adalah it's number one dalam hatinya.

"Dia putriku aku tidak setuju. " Ucap Mebuki. Menyesal sungguh, kenapa dulu ia jatuh cinta pada Hiashi yang notabenenya adalah duda anak satu berlabel kemiskinan yang hakiki. Sepertinya ia sudah kena pelet.

Hiashi mendengus, " Dan Hinata adalah putriku! Camkan itu. "

Hiashi beranjak dari tempat duduknya, seperti nya ia harus segera bergegas ke pantai. Cuaca sedang tidak bersahabat jika ia telat sedikit saja.

Sebelum langkah Hiashi menjauh, Mebuki berteriak dengan kencang. "JANGAN PULANG SEBELUM DAPAT UANG BANYAK!! "

Hiashi berbalik seraya mengacungkan jari tengahnya. Hiashi heran, kenapa dia mau saja dipaksa menikah dengan janda anak satu yang hobinya menghabisakan uang. Astaga, Hiashi berharap kelak Sakura tidak memiliki sifat seperti ibunya.

Di tengah perjalanan, tidak henti-hentinya Hiashi menggerutu. "Ya Tuhan, jika putri ku terlahir kembali, lahirkanlah ia sebagai seorang Ratu di hati Rajanya. Hinata yang malang. Apa kau bosan nak jadi putri ayah yang teramat miskin ini?"

Hiashi menengadah menatap langit, awan menghitam dan kilatan petir sudah mulai terlihat. Cuaca memang sedang tidak bersahabat dengannya.

Hiashi tidak tahu, jika do'a nya itu akan menjadi kenyataan.

.
.
.

Hianta berlari dalam derasnya hujan, baju sekolahnya basah. Untung saja tas yang Hinata gunakan terbuat dari bahan pelastik kresek yang dirajut oleh ibunya.

Sebenarnya Hinata tidak menyayangi ibu tirinya begitu juga tidak membencinya. Hinata hanya tidak menyukai nya.

Ibu tiri nya selalu menomer duakan nya. Apa karna ia bukan anak kandung Mebuki. Atau karena ibunya itu memang tidak menerimanya.

Jika ditanya apakah Hianta malu pergi sekolah dengan tas kresek? Tentu saja tidak. Dia malah bersimpati pada Sakura.

Sakura selalu ingin tampil bak ratu tapi selalu lupa siapa jati dirinya. Hingga cemoohan demi cemoohan didapatkannya. Sungguh malang bukan?

Jika ada yang mengatakan bahwa Hinata hidup dalam kemalangan maka Hinata akan menjawab dengan tegas 'TIDAK'.

Yang kehidupannya malang di sini itu adalah kalian yang tidak pernah bersyukur terhadap apa yang tuhan takdirkan kepada kalian.

Kalian yang selalu mengeluh tanpa melihat bagaimana kehidupan orang lain yang berada dibawah kalian.

Tanpa Hinata sadari, sebuah grobak tanpa pengemudi melaju kencang ke arahnya. Hingga tabrakan antara grobak dan tubuh Hinata tidak terelakkan lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang