prolog : exchanged

258 34 14
                                    

MA, WAKE UP!
Taehyung | Joa | Seokjin | Aru
Jochan | Haneun
By Cibenzoat

🍂


"Ada perbedaan Taehyung. Ada perbedaannya." Aru terisak. Dadanya sesak, tangannya memilin angin, berharap Taehyung akan memberi kesempatan kepadanya untuk bicara. Dua kakinya tremor, akan ambruk kalau tidak ingat masih banyak beban yang harus ia keluarkan. "Jika seorang pria membawa wanita lain di antara kubah rumah tangganya, istrinya masih bisa menerima itu. Tetapi, apabila seorang istri yang beralih, suaminya-" Tercekat. Aru tidak bisa bicara. Nadanya pelan, lirih-lirih sebelum hilang.

Sementara Taehyung, seperti pohon ringin yang tak punya kesempatan tinggal ketika hendak ditebang, pemuda itu hanya diam. Menghela napas berkali-kali. Kepalanya pening, dihantam satu dua kenyataan berat yang saling bertumbukkan dengan garis-garis nasib yang sudah dilalui. Jemarinya resah, menyentuh dahi, memberi tekanan ringan. Sakit di dadanya serta rasa terbakar yang menggelung-gelung, Taehyung kira tidak akan padam meski hujan mengguyur sehari semalam. Ia menghela napas lagi, "Katakan padaku, Jochan, putra siapa dia."

Taehyung tidak ingin mendengar alasan, apalagi pembenaran dari kesalahan Aru. Ini sudah lewat tujuh tahun, sudah terlalu banyak kenangan yang dianyam bersama-sama. Tetapi baru sekarang ia sadar bahwa Jochan, putra kecilnya yang tersayang, yang ia beri marga Kim dengan bangganya, Kim Jochan yang merangkak pelan, merambati sofa dengan tangan kecilnya, Kim Jochan yang itu bukanlah putranya.

Entah kepercayaan macam apa yang membuatnya buta. Kasih sayang dan cinta yang mana, Taehyung bahkan ragu pada kecapnya sendiri. Tidak ada instruksi apapun ketika ia mengikat janji, tidak ada sangkaan apapun ketika Yeon Aru bilang mereka akan punya momongan, makhluk kecil yang akan tertawa dan menangis sampai lelah. Yang ada pada kepala Taehyung hanya keluarganya yang bahagia, harmonis dan apa adanya. Tidak ada kebohongan, semuanya lurus, seperti cahaya yang melesak masuk selesai pergantian malam. Hanya saja ia lupa, dan barangkali memang baru menyadarinya sekarang, bahwa cahaya terang itu selalu bisa dibelokkan.

Aru menggigit bibir. Tekaknya sempit. Pada tangannya memegang kebenaran, tetapi apabila ia lepas, bisa jadi roboh juga pondasi keluarganya. Apalagi ketika melihat air muka Taehyung yang entah akan mengambil putusan yang mana, Aru makin ciut. Tidak, ia tidak bisa.

"Aru, aku minta kau bicara."

"Taehyung-" Ia gagap. Namun Taehyung tetap kokoh pada jalannya.

"Kim Jochan, dia putra siapa?" Berat. Seperti beban di atas bahu pemuda tiga puluh tahunan itu. Detak jantungnya bahkan terdengar seperti detik akhir yang bakal putus dan membawanya pada kematian. Irisnya memang tidak bergetar terang-terangan sebagaimana Aru yang gemetaran, tetapi kabut itu membawanya pada ketidakjelasan tentang sebuah relasi dalam kehidupan. Pertanyaan itu terpantik, kenapa harus ia?

"Jochan..." Terbata. Lebih dari takutnya akan kehilangan Kim Taehyung, Aru lebih takut Jochan kehilangan sosok ayah. Kalau-kalau keluarga ini memang harus hancur sekarang juga, Aru sungguhan tidak tahu akan berbuat apa nantinya. Pertanyaan kenapa serta alasan-alasan yang harus ia sampaikan pada putra kecilnya, memikirkannya saja sudah membuat dadanya luar biasa sesak.

"Katakan Aru."

Tetapi Aru memang tidak punya pilihan. Mau mengatakan ataupun tidak, kenyataannya Taehyung sudah tahu kebenarannya. Pemuda itu hanya memancingnya untuk bilang. Tidak perlu penjelasan panjang, cukup katakan apa yang ia sembunyikan saja rasanya Taehyung mungkin akan menampar pipinya sampai merah membekas. Lagipula kalau memang begitu, Aru tidak akan mengalahkan Taehyung. Pemuda itu memiliki hak untuk itu. Hanya saja, hatinya lagi-lagi seperti dibubuhi garam. Meletup perih sedang ia bahkan tidak diijinkan lari dari keadaan.

Excanged [kth]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang