"Sachi!"
Aku menoleh ke belakang, ke arah Bibi yang bergerak naik ke tempurung Tama dengan akar merambat yang membantunya. "Bibi?" tukasku, saat dia menggerakan tangannya hingga akar-akar merambat itu kembali masuk ke dalam tanah.
"Aku mendengar makhluk-makhluk buruk rupa itu berkata ingin menyerahkanmu ... Kau benar-benar suka sekali membuat masalah," ucap Bibi setelah dia telah berdiri tepat di belakangku.
"Seharusnya, kau jangan mengizinkan manusia seperti keluargamu datang ke sini," sambung Bibi saat dia sedikit berjalan hingga berdiri di sampingku.
Aku menarik napas yang sangat dalam dengan tangan menggaruk pelan kepala, "aku telah meminta mereka untuk pergi. Namun, mereka tidak menggubris perkataanku-"
"Bagaimana dengan anakmu?" Bibi kembali bertanya sambil melirik ke arahku.
"Aku, menitipkannya ke tempat yang aman."
"Baguslah," saut Bibi, dia kembali menggerakan tangan kirinya ... Hingga, akar berduri tumbuh tinggi menjulang ke atas.
Perempuan setengah burung yang berhasil lolos dari kejaran akar berduri milik Bibi, tertawa kencang ... Seakan-akan mengejek kami yang ada di bawahnya. "Beraninya dia! Apa dia pikir, aku adalah Elf yang lemah lembut, yang hanya diam saat diperlakukan seperti itu," geram Bibi dengan kedua matanya yang melebar ke arah perempuan setengah burung tersebut.
Aku hanya duduk diam, sambil menatap Bibi dan makhluk tersebut bergantian. Bibi menggerakan kedua tangannya dengan cepat sambil tatapan matanya masih bergeming ke arah perempuan setengah burung ... Semakin cepat tangan Bibi bergerak, akar berduri yang tumbuh juga turut bergerak cepat meliuk-liuk mengejar makhluk tersebut yang semakin terbang tak tentu arah, mencoba untuk menghindari akar yang mengejarnya.
"Tertangkap juga. Terima kematianmu, makhluk buruk rupa yang merusak mataku," ungkap Bibi setelah akar miliknya berhasil melilit kaki makhluk itu.
Bibi kembali menggerakan tangannya hingga akar tersebut menyusut yang membuat perempuan setengah burung tersebut ditarik ke bawah. Hanya sekejap, hanya sekejap setelah akar tersebut menariknya ke bawah ... Akar berduri yang lain justru tumbuh lebat hingga menyelimuti tubuh perempuan burung itu. Semakin lama pandangan mataku tak bergerak dari gulungan akar tersebut, semakin itu juga darah merembes keluar membasahi akar berduri yang Bibi tumbuhkan.
Kedua mataku membesar, tatkala akar milik Bibi itu hancur seketika saat, "Shin!" suaraku dengan kencang memanggil namanya, ketika tubuh Shin terlempar kuat ke sana.
Jantungku berdegup sangat kencang, saat seorang makhluk seperti manusia dengan tubuh yang sangat besar, berjalan mendekati Shin dengan sebuah pentungan besar terbuat dari kayu di tangannya. Langkah makhluk itu berhenti, sebelum kepalanya berbalik ke arahku ... Wajahnya sama seperti manusia, hanya saja dia cuma memiliki satu mata dengan sebuah tanduk yang keluar dari keningnya.
Makhluk itu berjalan ke arah kami. Dia terus saja melangkah, tak memedulikan akar-akar berduri yang tumbuh untuk menghalangi tubuhnya itu bergerak mendekat. "Padahal itu akar beracun. Apa racun tidak mempan untuknya?" gumam Bibi di sampingku.
Raksasa itu terus berjalan, dengan sesekali menggoyangkan pentungan kayu di tangannya, yang melempar burung-burung berterbangan di sekitar kepalanya. Aku sedikit terperanjat, tatkala tanah di sekitar kami bergetar diikuti beberapa pohon yang tumbuh menjulang di sekitar Raksasa tersebut ... Tanpa ada aba-aba, pohon tersebut bengkok dengan sendirinya, melilit tangan dan kaki makhluk tersebut.
"Itu pasti Kakekmu," saut Bibi yang kembali bergumam.
Lirikan mataku beralih ke arah Shin yang merayap cepat mendekati Raksasa tadi, saat dia masih sibuk untuk berusaha melepaskan diri dari pohon-pohon yang membelenggu tangan dan kakinya. Tubuh Shin bergerak melilit Raksasa tersebut ... Lilitan yang ia lakukan semakin kuat dengan taringnya yang tajam menembus leher makhluk itu.
Shin baru melepaskan gigitannya, tatkala Raksasa tersebut tiba-tiba mengejang disusul dengan tubuhnya yang mulai sedikit membiru. "Jika makhluk sebesar dia ada di sini, itu berarti makhluk yang membawa makhluk tersebut lebih besar."
Mendengar apa yang Bibi katakan, membuatku dengan cepat mengalihkan pandangan kepada Kou. Kou mengeluarkan asap putih di sekitar tubuhnya, mungkin karena dia memperkuat sihirnya jadi tubuhnya akan semakin dingin dibanding sebelumnya ... Sedang makhluk yang ada di hadapannya mengeluarkan asap hitam dari sela-sela mulutnya.
Makhluk yang ada di hadapan Kou, memiliki tubuh seperti singa dengan rupa layaknya manusia. Wajahnya diselimuti janggut panjang yang menggumpal dengan dua tanduk di atas kepalanya. Tubuh makhluk itu, hanya lebih kecil sedikit saja dari Kou ... Ya, kalian benar. Tubuhnya jauh lebih besar dari para Manticore yang aku miliki, bahkan sayapnya hampir menyamai sayap Kou.
Bagaimana caranya Kaisar mendapatkan makhluk-makhluk seperti itu? Bahkan aku saja, harus membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengumpulkan semua hewan-hewan yang aku miliki sekarang.
Tubuhku bergidik ngeri, saat wajah makhluk tersebut mengarah padaku, terlebih saat senyumannya merekah hingga asap hitam mengepul sangat pekat di sekitarnya. Aku membuang tatapan mataku ke samping saat keringat dingin mengucur deras, oleh tekanan udara yang menyesakkan dada. "Jika kau gagal mengalahkannya, Cicak! Aku akan membawanya ke tempat yang tidak akan bisa kau ketahui," tukas suara Uki, yang membuat lirikan mataku bergerak untuk mencarinya.
Uki hinggap di depanku dengan semua bulu miliknya diselimuti oleh api berwarna biru. Rasa sesak yang sebelumnya aku rasakan, ikut menghilang oleh serpihan-serpihan abu dari bulu-bulu milik Uki yang terbang mengitariku. "Tetaplah di dekatku, My Lord. Kutukan yang ia keluarkan, tidak akan aku biarkan untuk menyentuhmu," ucapnya dengan menoleh ke arahku.
Uki menggerakan kepalanya menoleh ke arah Bibi dengan mengangkat sebelah sayapnya. Entah apa yang terjadi, tapi Bibi seketika membungkuk saat dia melakukannya. "Bibi akan menahan mereka untuk jangan mendekat. Kutukan dari makhluk tersebut, terlalu kuat untuk manusia terutama Kakakmu, Haruki, yang dulu sudah pernah merasakan kutukan," ungkap Bibi, sebelum dia berjalan meninggalkan kami.
Aku mengangkat pandangan ke atas, ke arah beberapa perempuan setengah burung yang masih bergulat dengan para Elf, Manticore atau bahkan burung-burung yang turut menyerang mereka. Jantungku semakin berdegup kencang, terlebih langit semakin lama semakin redup, "kalahkan dia sebelum malam datang, Kou. Jika siang saja dia sudah mengeluarkan sihir sebesar ini ... Bagaimana," perkataanku terhenti dengan menatap lagi ke arah Kou yang sudah mengepakkan sayapnya, mengejar makhluk tersebut yang juga sudah terbang ke langit.
Pandangan mataku, terus mengikuti mereka yang saling kejar-kejaran di langit. Tubuhku kembali membeku saat lirikan makhluk tersebut lagi-lagi mengarah kepadaku. Makhluk itu, terbang sambil meludah ke salah satu Elf yang tengah sibuk mengejar perempuan setengah burung dengan akar yang ia kendalikan.
Mataku membelalak, saat Elf yang ia ludahi sebelumnya ... Tiba-tiba jatuh tersungkur, diikuti jeritan kesakitan yang ia keluarkan. Jeritannya terdengar sangat jelas, walau jarak di antara kami sedikit jauh, "makhluk apa sebenarnya dia?" Aku mengucapkannya dengan suara yang sangat gemetar, tatkala tubuh Elf malang itu berubah hitam seperti daging yang baru saja dibakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori
FantasiKelanjutan dari novel 'Fake Princess' di MT/NT. Diharapkan, untuk membaca novel 'Fake Princess' terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psycholog...