Chapter 13 || Pandangan Pertama🧃

48 22 67
                                    


- Aku tak mengenalnya, ia tiba-tiba saja
hadir di tengah kehidupanku. -

__________________

Sebentar lagi, pintu gerbang SMA Adhinata akan segera ditutup. Seluruh tim kedisiplinan baik dari guru maupun siswa sudah memenuhi sederetan gerbang sekolah. "Sudah jam berapa ini?" tegur Pak Bambang, salah satu anggota daru tim kedisplinan guru kepada anggota OSIS yang bertugas disana. "Jam tujuh lewat 5 menit, Pak," ucapnya. Setelah mendapat jawaban, beliau pergi, berjalan menuju ruang guru.

Batas jam masuk siswa SMA Adhinata adalah jam tujuh lewat 10 menit, itu tandanya dalam waktu 5 menit lagi, gerbang sekolah akan segera ditutup.

Ravardian atau biasa dipanggil Rava, sang Ketua OSIS, melihat jam arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Mil, hitung mundur." Teriaknya tegas dari lapangan sekolah. Mila yang berada di depan gerbang, mengacungkan jempolnya. Kemudian, Rava berlari mendekati gerbang sekolah.

Mila berusaha mungkin berteriak semampunya bersama rekan-rekan tim kedisiplinan lainnya dari OSIS, "Sepuluh,"
Semua siswa yang masih berada di luar sekolah berlari-larian, sebelum gerbang sekolah ditutup. "Sembilan," teriak Mila kembali. "Delapan ... tujuh ... enam ... lima,"

"Si Mila ngitung, apa lagi dikejar setan sih, kagak nafas anjir," omel salah satu siswi yang tengah berlari, sesekali mengambil nafas.

Mila tetap melanjutkan hitungannya. Namun, dari kejauhan Mila melihat ada sebuah motor yang tengah melaju menuju sekolah. Mila tersenyum, "Dapet mangsa baru, Va," ucapnya kepada Rava. Rava menautkan kedua alisnya. "Farel Arga Baskara dan Freya Anandita," bisik Mila. Kedua nama itu sangatlah tidak asing di sekolah SMA Adhinata. Namun, keduanya memiliki kategori yang berbeda. Yang satu langganan OSIS, yang satu murid teladan.

Rava terkejut mendengarnya. Bukan, bukan karena mendengar nama Farel, namun ketika Mila menyebutkan nama Freya. Rava berjalan, mengambil buku catatan khusus untuk siswa yang terlambat di pos satpam dan Mila melanjutkan hitungannya. "Empat, tiga," Pintu gerbang sudah hampir tertutup sedikit. Para siswa pun sudah hampir semuanya masuk. Keadaan lingkungan sekitar sekolah sudah sangat sepi.

Mila masih melihat dua siswa itu sambil tersenyum.

"Freyaaaa, buruan dong lu bawanya!" omel Farel yang tengah dibonceng. Freya masih saja fokus mengendarain motornya. "Kata gue juga, gue yang bawa," Farel terus-menerus mendumel di belakang sana. Freya terpaksa membuka suaranya, "Berisik!" Ia pun menaikkan kecepatan sepeda motornya dan bahkan tidak memberi sen saat belok ke arah gerbang sekolah.

Pagar sekolah sudah sangat menipis jaraknya. Mila melanjutkan hitungannya lagi, "Dua, Saa ...."

"Stop!" ujar seseorang di motor seraya menahan pagar sekolah yang hampir tertutup dengan satu lengan kekarnya, tubuhnya berusaha menjaga keseimbangan agar tidak meniban Freya.

"Lo telat!" tukas Mila cepat.

"Lo belum bilang tu nya, baru sa," kilah Farel tak mau kalah. Ia tak merasa dirinya telat, belum sepenuhnya Mila menghitung sampai selesai, tapi ia sudah dianggap telat.

Mila menatap sinis, "Gila kali tuh anak ya? Perhitungan banget." ucapnya dalam hati, bibirnya terus saja bergumam kecil.
"Gak bisa! Lo tetep telat, pager udah ketutup." ucap Mila mensedekapkan tangannya di dada.

Farel tersenyum mengejek, ia sedikit memajukan tubuhnya dan memasukkan jarinya ke celah pagar. "Jari gue masih bisa masuk," ucapnya lalu menolehkan kepalanya ke samping. Tepat sekali berpapasan dengan wajah Freya.

Freya Anandita || by SfnalifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang