Aku butuh kamu seperti jantung butuh detak.- One Republic
.
.
.Konohamaru tidak pernah merasakan takut luar biasa, hingga sekujur tubuhnya ikut bereaksi. Peristiwa mengenaskan itu bagai sebuah mimpi buruk paling buruk dari yang pernah ada. Seolah baru saja menyaksikan peristiwa pembunuhan sadis di depan mata.
Mulutnya hanya bungkam sepanjang dia terlibat mendorong brankar menuju ruang IGD. Telapak tangan memucat dan gemetar hebat. Berkeringat dingin serta sulit fokus. Terlampau cepat dan tiba-tiba hal nahas terjadi, sampai-sampai ketenangan seakan mustahil dapat diraih. Belum lagi yang menimpa Hinata. Tatkala dia menjerit histeris, membuat kinerja otak Konohamaru berhenti sejenak dan setelah sempat mengalami syok tinggi, perempuan itu akhirnya limbung di dekat tubuh Naru yang terkapar.
Kondisi Konohamaru pula sangat berantakan. Kemeja putih yang dia kenakan berubah warna. Cairan segar itu hampir memenuhi dada. Dapat tercium jelas olehnya bau anyir nan pekat. "Kau harus kuat, harus bertahan, aku tidak ingin kau mati." dengan gelisah Konohamaru meracau seraya jari-jarinya dia ketuk ke atas paha. "Tolong aku, Naruto. Aku mungkin tidak akan pernah berhenti menyalahkan diri, jika sesuatu yang lebih buruk terjadi lagi padamu."
"Aku tidak mau menemaninya. Apa yang harus kukatakan jika dia sadar dan langsung berteriak seperti orang gila? Mending kau saja yang menunggunya di sana." Konohamaru menengadah, masih menunjukkan wajah datar tak bereskpresi, kecuali bagian putih di matanya mengeluarkan urat-urat kecil merah dan ada linangan air memenuhinya, namun bukan karena ingin menangis. Melainkan kepanikan masih menguasai kesadaran lelaki itu.
"Cepat panggil aku kalau ada apa-apa. Kuharap kabar baik yang melegakan." Konohamaru bangkit dari duduknya. Dia menyapukan ke belakang rambut-rambutnya dengan telapak tangan, mengembus napas demi membuang gusar yang tersisa. Lalu pergi ke ruang di mana Hinata masih tertidur, efek dari obat penenang yang disuntikkan ke tubuhnya.
-----
Pada alat Pasien Monitor, kotak persegi itu berbunyi nyaring. Di layar monitor bisa dilihat grafik tak beraturan menandakan denyut jantungnya yang tidak stabil lemah. Beberapa orang dokter serta perawat telah siaga untuk melakukan operasi pengangkatan peluru yang bersarang di dadanya. Beruntung timah panas itu tak sampai menembus jantung atau paru-paru. Bila demikian, maka sirna harapan hidup baginya.
Lampu operasi menyala. Benda bundar yang menempel permanen di langit-langit itu siap menerangi rongga dadanya yang akan dibedah. Penyelamatan darurat bagi nyawa Uzumaki Naruto pun dimulai. Namun ketika para dokter baru saja mengumpulkan seluruh fokusnya, dari luar pintu didobrak keras. Bersama situasi mengejutkan tersebut, muncul tiga orang pria bersetelan jas hitam. Disusul dua orang lelaki tampan paruh baya.
"Tinggalkan dia!" Salah seorang pria paruh baya berseru angkuh. Penampilannya tak biasa, dia memakai setelan rompi tuksedo abu-abu dengan dasar kemeja berwarna putih tulang. Kacamata hitam menutupi parasnya, hingga tak mudah untuk dikenali. Rambutnya disisir klimis. Meski sebagian adalah uban kentara, namun tak menampik kesan gagah yang menguar.
"Siapa kalian? Dilarang masuk ke ruang darurat. Pasien sedang kritis dan kapan saja bisa kehilangan nyawa." Dokter menjawab ragu, ekspresi takut yang besar menguasai rautnya. "To-tolong keluar dari sini." Si pria paruh baya mengernyitkan hidungnya, dia melangkah pelan menghampiri dokter tersebut dengan tangan-tangan bersembunyi di saku celana.
Begitu saling berhadapan, dia menarik kerah jubah dokter itu sampai tubuhnya terangkat dan tepat di depan wajah si dokter dia membuka kasar kacamatanya. "Kubilang lepaskan cucuku! Atau kau mau tempat ini hancur?!" dokter itu tak dapat berkutik selain memperlihatkan kecemasannya, berat walau sekadar untuk menelan saliva. Lelaki paruh baya tersebut memiliki aura penguasa yang kuat. Tatapan biru tajam menusuk ke jantung, seakan dia sanggup meluluhlantakkan segalanya dalam waktu singkat, jika keinginannya tidak terpenuhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
To be Lovesick ✓
RomanceHidup seorang diri, tanpa ingatan apapun tentang keluarganya. Uzumaki Naruto hanya lelaki sederhana, bekerja sebagai karyawan biasa. Bukan direktur, dokter atau layaknya para pria penakluk wanita dengan segudang kemilau harta. Tapi, takdirnya tak se...