Satu

61.4K 1.8K 14
                                    

" Riiiinnn!!!" teriak seseorang dari seberang telfon.

Rin Dianna, gadis itu segera menjauhkan ponselnya dari telinganya karena suara melengking dari kekasihnya yang mencapai entah berapa oktaf. Rin menghela nafasnya. Ini bukan pertama kalinya ia berselisih via telfon. Jarak antara Jakarta dan Makassar cukup jauh sehingga ia hanya bisa mengirim rindu lewat pesan singkat atau pesan suara.

Rin adalah seorang staff karyawan di sebuah kantor. Ia juga membantu sang mama mengelola usaha catering keluarga dan ia juga sangat mencintai dunia fotography. Ia cukup sibuk dengan segudang aktifitasnya. Sementara kekasihnya, El Safaraz seorang dokter muda yang tengah ditugaskan di kota Makassar menggantikan seniornya untuk beberapa bulan. Ia cukup tampan dengan tubuh tinggi menjulang, kulit coklat bersih,bodi yang cukup atletis, dan bola mata yang hitam pekat.

" Ya?" sahut Rin sekenanya.

" Kebiasaan buruk yang tak pernah hilang darimu! Kau kemana saja seharian tanpa kabar?" Araz mendengus kesal.

" Raz, aku sibuk."

" Tidak ada jawaban lain apa?" cibir Araz.

" Hmm, kurasa kau tidak lupa kalau aku memiliki segudang aktifitas?" sindir Rin.

" Aktifitasmu hanya bermain bersama kameramu, Rin."

" Sudahlah. Aku sedang malas berdebat denganmu."

" Kau yang memancing, Rin."

" Baik! Lalu aku harus bagaimana?" Rin mencoba mengalah.

" Kita berjauhan, Rin. Apa salahnya kau coba luangkan waktu untuk sekedar mengabariku?"

" Apa harus selalu aku yang mengabarimu?"

" Rin, kau tau kan? Aku juga sibuk dengan pasienku. Jadi mengertilah."

Kau selalu memintaku untuk mengerti kamu tapi kau sendiri tak pernah mengerti aku, gerutu Rin dalam hati.

Rin memutar bola matanya, kesal.

" Rin,"

" Ya, aku coba untuk selalu mengerti, Araz." ucap Rin setengah hati.

Rin menutup telponnya tanpa menunggu kalimat dari Araz selanjutnya. Ia kembali meraih kameranya yang tergantung di leher jenjangnya.

" Kau dan Araz sama-sama keras kepala." komentar Amara, sahabatnya sambil membidik objek dengan kameranya.

Dua bersahabat ini sama-sama menyukai fotography. Jadi tak heran kalau kemana-mana mereka selalu berdua.

" Kau benar. Terkadang aku ingin mengakhiri hubungan yang membosankan ini." desaunya lirih.

" Mulai lah introspeksi diri, Rin. Hubunganmu dengannya bukan terhitung baru. Kau dan dia sudah tiga tahun, bukan?"

" Itu pun diwarnai dengan putus-nyambung." ujar Rin seraya merapikan syal-nya yang membungkus lehernya lalu kembali meraih kameranya.

" Hubungan tiga tahun seharusnya kau dan dia sudah hafal karakter masing-masing. Jadi tak ada yang perlu diributkan, bukan? Tapi kurasa itu akan sangat sulit jika kalian masih sama-sama keras kepala."

Rin hanya menanggapi kalimat Amara dengan mengedikkan bahunya. Ia terus membidik objeknya. Kali ini ia mengambil objek bandung malam hari.

***

Rin meraba-raba ponselnya yang terus melantunkan lagu milik Ellie, Burn. Ia mengerjabkan matanya yang masih terasa sangat berat.

" Siapa pula pagi-pagi buta menelpon!" geram Rin.

MOVE ON??Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang