7. Kehilangan Empati

3 1 0
                                    

Varlega yang bingung harus menjawab apa langsung terdiam lesu tanpa mau menatap wajah sang ibu karena Yusi terlihat sangat emosi.

Wajah serta mata Yusi memerah karena menahan amarah dan juga karena baru bangun tidur, tangannya berkacak pinggang kemudian melihat wajah Varlega dengan perasaan gemas.

"Jawab pertanyaan Momy !," pinta Yusi.

Sudah beberapa detik Varlega tidak menjawab pertanyaannya sehingga Yusi memegang sebuah botol minuman keras di hadapan Varlega.

"Jawab atau ku banting botol ini ke kepala kamu?"

Sungguh Varlega merasa sangat terpojokkan, yang kala itu masih merasa ingin tersedak tulang ayam bakar tadi, Varlega tersenyum ragu kemudian berkata, "Di makan kucing."

Yusi mengerutkan dahinya pertanda masih kurang percaya dengan jawaban dari Varlega. Dia berdiri tegap kemudian langsung menjambak rambut panjang Varlega hingga anak tirinya tersebut tampak kesakitan.

"Aaa ... Momy!" Varlega merintih kesakitan, tapi Yusi terlihat tidak perduli.

Jambakan pada rambut Varlega malah semakin keras dan hal tersebut membuat kepalanya ingin mengguling ke arah depan.

Posisi seperti itu sungguh menyiksa Varlega, dia harus menahan sakit sekaligus pegal di daerah leher karena Yusi yang tega menyiksanya sepagi itu.

"Jawab! Ke mana ayam bakar Mom?" gertak Yusi.

Varlega langsung menunjuk ke arah seekor kucing yang tidak sengaja keluar dari kamarnya sengan membawa sebuah tulang.

Yusi menoleh ke arah jari telunjuk Varlega melaju dan mengumpat sebal pada kucing jalanan tersebut.

"Dasar kucing liar!" Yusi mengumpat sebal kemudian langsung menendang kucing tersebut.

Kucing liar yang terbanting karena tendangan Yusi menoleh sambil meraung kencang, sungguh tidak dapat di mengerti oleh manusia bejat seperti Yusi.

Rambut Varlega yang masih dia jambak kuat-kuat ikut tertarik ketika sedang menendang kucing itu dan membuat Varlega berteriak kesakitan.

"Aaa ... Momyyyy! Sakiiit!" Varlega memegangi tangan kanan Yusi.

Rambut Varlega langsung dilepas dari sela-sela jemari, dia berjalan menuju kamar Varlega sambil mencoba mencium sesuatu.

Akan tetapi dia tidak mencium bau apapun.

"Nggak ada bau sama sekali," gumam Yusi yang sedang mencari sesuatu di kamar Varlega.

Kaki Yusi melangkah kesana-kemari sambil terus mencari bau ayam bakar yang harum kemudian mulai berhenti di tempat Varlega menyembunyikan tulang-tulang ayam bakar.

Varlega terdiam, dia tidak yakin bahwa rahasianya akan aman apalagi saat menyaksikan Yusi telah berhenti melangkah di depan tempat rahasianya.

Varlega menelan air ludah, dia berpikir kalau Yusi pasti akan menyiksanya kembali ketika tahu bahwa ayam bakar tersebut habis dimakan.

Kepala Yusi akan segera mengintip ke kolong ranjang hanya untuk memeriksa, apakah ayam bakar tersebut ada di bawah kolong ranjang Varlega?

"Mom!" ucap Varlega.

Yusi mendongak dan tidak jadi memeriksa kolong ranjang Varlega sambil bergumam, "Hmm?"

"Ada telephone," jawab Varlega.

Yusi melangkah keluar kamar, dia menghampiri handphone-nya yang kala itu memang bergetar karena sebuah panggilan masuk.

Yusi menempelkan handphone di telinga sambil berkata, "Hallo?"

Varlega memperhatikan wajah ibunya dengan ekspresi masih dilemas-lemaskan, tangannya memegangi perut sambil bergumam, "Mom, Ega laper."

Yusi mengambil uang lima puluh ribu dari dalam dompetnya, uang yang nilainya masih besar dikala itu.

Varlega tersenyum kecil, dia berusaha menyembunyikan kebahagiaannya lewat ekspresi wajah memelas kembali.

"Ah, aku masih capek," balas Yusi pada seberang.

Varlega menyatukan alis pertanda heran kepada Yusi yang sedang menekuk wajah. Entah dengan siapa Yusi sedang bicara? Varlega tidak tahu, dia tidak mengerti.

"Berapa? Tiga ratus ribu."

Rasa penasaran Varlega menuntun telinganya untuk terus mendengarkan percakapan sang ibu. Baginya, tidak apa-apa tidak mengerti, yang terpenting tahu.

"Oke, tunggu di hotel biasa."

Yusi meletakan HP didalam sebuah tas yang telah dia taruh di atas pundak kanan, dia memberikan pesan kepada Varlega dengan begitu terburu-buru.

"Jangan lupa kunci pintu, jangan keluar rumah dan jangan coba-coba untuk main!"

Setelahnya, Yusi langsung menggebrak pintu rumah dan meninggalkan Varlega sendirian.

Batin Varlega mencoba berpikir keras seakan mempertanyakan permintaan kurang wajar dari sang ibu.

Bagaimana bisa Varlega dilarang bermain oleh sang ibu? Bukankah usia seorang anak sepertinya sangat haus akan rasa ingin bermain?

Varlega memang tidak seharusnya bermain karena ada tulang-tulang di dalam kolong ranjang yang menunggu kehadirannya.

"Hotel?" gumam Varlega sambil menatap pintu rumah dan memiringkan kepala menuju sebelah kanan.

Varlega langsung menganggukan kepala pertanda paham pada tujuan si ibu menuju hotel padahal masih dalam keadaan lelah. Dia pasti akan melayani banyak om-om di hotel tersebut.

"Hmm, Ega nggak peduli!" Varlega serasa sudah mulai kehilangan empati terhadap Yusi.

Yah, Varlega memang sudah bertingkah bodo amat kepada seseorang yang selalu membuat air matanya keluar tiada henti.

Tidaklah ada empati yang harus dikeluarkan untuk orang seperti Yusi bahkan bagi Varlega, ibu tirinya tersebut sangat cocok untuk dibunuh saja.

Kaki Varlega langsung melaju ke arah kamar, tangannya meraih kertas nasi berisi tulang kepala yang hampir hancur beserta bagian tubuh dari daging ayam bakar.

"Aaaaa!" teriak Varlega sekuat tenaga.

Varlega membantingkan tulang-tulang itu menuju keramik kamar karena sangat terkejut ketika mengetahui ada sebuah tikus hidup didalam bungkusan ayam bakar tersebut.

Dia kurang tahu kenapa ada tikus didalamnya padahal saat ayam bakar itu dimakan, bungkusannya masih sangat higienis.

Tikus itu berjalan ke arah Varlega dan semakin membuat Varlega kalap dalam rasa takutnya.

Tangan kanan Varlega langsung meraih sebuah pisau yang ada di balik bantal, pisau yang ada dibalik bantal ternyata tidak ada di tempat.

Varlega mulai menunjukan ekspresi panik ketika melihat tikus itu mendekati ranjangnya.

Mata Varlega langsung terarah pada sebuah tongkat kayu untuk permainan bola kecil yang ada di atas meja, dia raih kemudian dilempar menuju arah si tikus.

Tikus itu berbalik badan, berlari menjauh seperti sudah tahu bahwa malaikat maut akan membawanya menuju neraka.

Sttttt!

Tongkat tersebut melesat ke arah kepala si tikus dengan begitu cepat dan berhasil membuat si tikus seperti orang yang kejang-kejang karena sudah terkena sebuah tongkat malaikat Izroil.

"Cuttt cuttt cuttt."

Dari atas ranjang, Varlega terus memperhatikan detik-detik si tikus berdecit bak sedang meminta pertolongan kawan-kawannya.

Tidak ada tikus lain yang datang, Varlega tersenyum ceria kemudian langsung turun dari ranjangnya. Tangan Varlega menyentuh tongkat tadi, kemudian langsung memukul kepala tikus untuk ke-2 kalinya.

"Darah?" gumam Varlega sambil memberhentikan tindakan brutalnya.

###

Jangan lupa vote dan komen ya guys.....

Love you buat yang baca...💕💖

Apalagi yang udah mau pencet bintang...😍💕 semoga kalian cepet dapat pasangan ya✌

Varlega, A Little PsycopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang