Aku sadar ketika melihat dirimu, hatiku bagaikan taman bunga yang sedang bermekaran indah.
Sinar matahari pagi menyinari wajah wanita yang sedang melihat indahnya bunga-bunga di kebun belakang kediaman Relegan dari jendela kamarnya. Angin berhembus dengan menerpa rambut wanita itu, ia terlihat menghela napas untuk menghirup udara segar pagi hari.
Wajahnya tak lagi sendu dan matanya kini tak lagi sembab, namun senyum manis tak kunjung terukir dari bibirnya. Ia seakan telah terbangun dari mimpi-mimpi buruknya semalam dan melupakannya.
Wanita itu berjalan menjauhi jendela dan terhenti di sisi kasur, ia terduduk di sana dan melihat foto pernikahannya dengan lelaki yang akhirnya mempercayainya dalam mimpi semalam.
Seseorang memutar knock pintu secara perlahan agar wanita itu tidak terganggu, buru-buru ia menaruh kembali bingkai foto itu ke tempat semula. Terlihat lelaki itu membawa nampan berisi susu hangat, roti dan selai sebagai sarapan untuk wanita itu.
"Sudah bangun?" tanya Mario kepada Lili yang masih tidak ingin menatap lelaki itu. Wajahnya tertunduk, bukan marah melainkan ia takut kenyataan pahit itu datang kembali.
"Aku bangun lebih awal, sebelum dirimu terbangun." balasnya, masih tetap sama, tidak ingin menatap wajah lelaki itu.
"Lalu?" tanya Mario dengan mengerutkan dahinya.
"Ada apa?" Lili mengabaikan pertanyaan Mario dan kembali bertanya kepada lelaki itu. Ia tahu bahwa Mario membawakan sarapan untuk dirinya.
"Apakah kamu tidak lihat aku sedang membawa apa?" Lelaki itu mencoba mengatur rasa kesal di hatinya untuk tidak membuat hati wanita itu hancur kembali setelah malam sulit kemarin.
Lili terdiam.
Sebelumnya hanya ada kata saya dan kamu. Lalu, sekarang berubah menjadi aku dan kamu.
Lelaki itu tersenyum meletakkan nampan itu di meja kecil samping tempat tidur mereka. "Kamu pasti lapar. Aku tahu itu," Mario membelai lembut rambut wanita itu hingga ia merasa nyaman.
"Sarapan dulu ya, cacing diperut kamu sudah terdengar membunyikan alarmnya."
Lili yang semulanya menunduk kini mulai menengadahkan kepalanya menatap wajah tampan suaminya itu, tidak bisa dibohongi bahwa jelas wajah wanita itu memerah seperti kepiting rebus, dan hatinya sangat bersorak gembira dan merekah seperti taman bunga.
"Tersenyumlah, aku merindukan senyummu." Mendengar perkataan manis Mario, Lili sebenarnya ingin tersenyum namun wanita itu menahannya, jika Mario sudah pergi baru ia akan mengeluarkan semua rasa bahagia yang sedang ia tahan, bahkan bisa jungkir balik jika seseorang sedang merasa kasmaran.
"Mas, apa aku bisa minta tolong?" tanya Lili kepada Mario yang sedari tadi menatap wajah wanita itu.
"Aduh, bagaimana ini?"
"Bagaimana aku bisa marah jika ia seperti ini, huh gagal." batin wanita itu.
Mario membalas wanita itu dengan dehaman saja. "Aku ingin segelas air putih, boleh?" pinta Lili dan Mario langsung menjawab gadis itu, "Tentu saja, tunggu ya, jangan lupa sarapan."
Lili terus menatap lelaki itu itu berlalu dari hadapannya.
"Syukurlah," Lili sangat lega Mario akhirnya berlalu dari pandangannya.
Ia sangat senang melihat roti-roti untuk sarapan, "Aku sangat lapar." Tidak butuh waktu lama bagi Lili menghabiskan sarapan yang dibawa oleh Mario dan meneguk habis segelas susu hangat.
"Untuk apa menjaga image? Jika aku lapar ya aku akan makan." ucap Lili dengan tersenyum kecil.
Lili tidak tahu bahwa Mario sedang mengintip wanita itu, sebenarnya sudah dari tadi ia mengambilkan segelas air namun karena penasaran dengan apa yang dilakukan istrinya. Mario mencoba memperhatikan setiap gerak-geriknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRANI
Romance[Based on True Story] Haliaca Putri Pranata--Wanita muda dan lugu itu selalu berpikir, apakah ia pernah melakukan kesalahan sehingga takdir menempatkan dirinya pada lelaki yang tak tahu cara menghargai wanita? Ia masih teringat perkataan Mario setel...