III

24 5 0
                                    


"JUDITH!! Bangun. Bangun Dith! Kumohon maafkan aku. Judith bangun. Maafkan aku. Sungguh aku tidak berniat mengatakan itu. JUDITH!!"

Di rengkuhnya tubuh gadis itu oleh Bian dan di tepuki pipinya dengan pelan.
Bian yang panik ketika melihat ada darah yang mengalir di kapala gadis itu lantas Bian mengangkat tubuh Judith ala bridal style.

"Bertahanlah. Kumohon bertahanlah."

Bian mempercepat langkahnya. Hingga ia sampai di depan rumahnya. Bian lantas menidurkan Judith di dalam mobilnya-yang terparkir tidak jauh dari rumah pohon-tepat di bangku penumpang bagian belakang. Lalu ia berteriak memanggil supir pribadi keluarganya.

"PAK TONO!!! ANTARKAN SAYA KE RUMAH SAKIT KAKEK SEKARANG !!"

Tanpa menunggu lama. pa Tono selaku supir pribadi keluarganya datang. Mengerti keadaan. tanpa banyak bicara beliau lalu memasuki mobil yang disusul oleh Bian.

Di perjalanan. Bian terus saja merapalkan kata maaf kepada Judith seraya merengkuh dan sesekali menciumi kening gadis itu. Ia begitu menyesali kebodohannya sendiri. Andai saja ia tak berkata seperti itu. Andai saja ia tak selalu mengelak perasaannya pada Judith. Semua ini tidak akan terjadi. Ia telah lalai dalam menjaga Judith.

Sesampainya di rumah sakit milik sang Kakek Bian kembali menggendong Judith dan berteriak."AYO CEPAT BANTU SAYA!"

Dengan terburu-buru para tim medis pun membantunya. Membawa tubuh Judith yang sudah di atas brankar rumah sakit menuju ruang UGD.

Setelah beberapa perawat masuk membawa Judith ke dalam. tiba-tiba Bian di tahan oleh seorang perawat.
"Maaf tuan muda anda tidak bisa masuk. Biarkan tuan besar menanganinya terlebih dahulu di dalam." Dan Perawat yang bertubuh berisi itu pun masuk lalu menutup pintu UGD.

"Ck. SIALAN." Umpatnya.

Bian menjauh dari depan pintu UGD. berjalan menuju kursi tunggu lantas terduduk di sana kemudian mengacak surainya frustasi.

Dengan tampilan yang sudah berantakan serta banyaknya bercak darah di tangan juga bajunya. Bian terisak. Merasa sangat bersalah terhadap sang sahabat yang sekarang sedang di tangani oleh ayahnya. Ia menyesali perkataannya. Tak seharusnya ia berkata begitu. Terlebih lagi Ia tahu betul bahwa sang sahabat yang selalu saja overthinking yang akan membuat depresinya kambuh.

Lampu UGD pun menyala.

Bian cemas. mengkhawatirkan gadis itu di dalam sana.sesekali Bian mengumpati dirinya seraya memukul kepalanya."bodoh. Bodoh. Bodoh."

Tak lama. terdengar suara gaduh dari arah sebelah kiri Bian disusul pekikan seseorang yang ia kenal pun mengalihkan atensi Bian yang sedang tertunduk.

"BIAN!!" Sang ibunda memanggil namanya. Mendengar itu lantas Bian berdiri menghadap sang ibunda juga ibunda sang sahabat.

"Astaga nak. apa yang terjadi? Kenapa bisa anak mama masuk rumah sakit? mama terkejut saat ibumu memberitahu mama."ibunda Judith pun langsung saja melontarkan banyak pertanyaan kepada Bian dengan raut wajah khawatir.

"Iya Bian apa yang terjadi? Ibu di telfon oleh pak Tono dan mengatakan jika kau membawa Judith ke sini."ucap ibunya lembut sekaligus khawatir dan membelai surai sang anak.

"Bu. Ma. Maafkan aku. Ini salahku ." Bian menatap mereka bergantian. Bian mulai kembali terisak. Bian sungguh merasa bersalah.

"Bian. Sayang. Tenanglah. Jelaskan pelan-pelan pada ibu dan mama." sang ibu yang melihat anaknya kacau pun berusaha menenangkannya. Dengan mengusap-usap punggung anaknya.

"A-aku. Membuat Judith jatuh dari rumah pohon." Bian menunduk.

"ASTAGA!! Bagaimana bisa nak? Kau sudah berjanji pada mama jika kau akan selalu menjaga Judith untuk mama. Tapi kenapa?" Ibunda sang sahabat memekik saat mendengar kabar itu. Beliau terhuyung. dengan cepat ibunda Bian menopang dan menuntun untuk duduk di kursi tunggu. Sedangkan Bian masih berdiri dan tertunduk dengan isakannya.

T R I S T I S   || DALAM TAHAP REVISI ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang