Selamat datang, selamat membaca.
***
Zealire pikir lelaki bertato naga itu tidak terlalu buruk, seperti yang awalnya dia pikirkan. Mau repot-repot menyelamatkannya dari para preman itu juga mentraktirnya makan di kedai sebelumnya.
Kini mereka berjalan dengan tangan yang kembali saling bertautan. Belum apa-apa, Zealire merasakan hatinya berdebar tidak karuan. Apakah ini pertanda dia menemukan cinta sejatinya sama seperti Trapesium dan Freqiele?
Senyum semakin mengembang di bibirnya berkat pemikiran tadi. Sampai kaki mereka berhenti di sebuah bangunan dengan papan kecil di atas pintunya bertuliskan penginapan. Lonceng berbunyi begitu pintu masuk digeser, menampilkan sesosok lelaki yang sedang memainkan kumis tebalnya.
"Apa kami bisa bantu untukmu, Shaq? Ah, lebih tepatnya nona cantik di belakangmu," sapa lelaki tersebut berdiri di belakang meja tinggi. Mungkin bisa disebut meja resepsionis.
Tangannya semakin erat menggenggam tangan kekar lelaki bertato naga tersebut. Meski bersama Shaq, tetap saja Zealire belum terbiasa dikelilingi para lelaki dengan tampang preman begitu.
Seolah mengerti Shaq balik menggenggam tangannya. Membuat dia bisa mengembuskan napas lega. Shaq di sana, dia tidak sendiri.
"Satu kamar untuk nona manis ini, dan jangan menggodanya, Brom. Aku yang menemukannya lebih dulu," balas Shaq merentangkan satu tangannya membentengi tubuh Zealire.
Gadis itu terkesiap, apa itu berarti Shaq menganggapnya berarti? Hatinya bukan kepalang senang lagi, serasa jutaan kupu-kupu menggelitik perut.
"Ya, ya, aku tidak akan mengambil milikmu, setidaknya jangan membuat keributan di tempatku ini. Jadi, untuk berapa hari kamarnya akan disewa?" tanya lelaki yang dipanggil Brom itu sambil berbalik tak acuh menatap dinding di belakangnya yang di sana menggantung kunci-kunci kamar.
Shaq melirik ke arahnya, seakan mengerti Zealire mengangguk dan bersuara. "Tiga hari," cicitnya masih berlindung di belakang lelaki itu.
Begitu jawaban dari Zealire terdengar, kunci kamar tersebut melayang ke arah mereka. Yang langsung ditangkap mulus oleh Shaq.
"Ayo, Zea! Akan kutunjukkan di mana kamarmu," ajak Shaq menarik tangan gadis itu masuk lebih jauh ke dalam bangunan tersebut.
Sepasang manusia itu berlalu. Brom di sana menatap keduanya dengan senyum kecut, ah kapan pula dia menemukan gadis manis seperti gadisnya Shaq? Lelaki itu telah menemukan mangsanya.
Sejauh yang dia amati. Tempat tersebut tidak terlalu luas, mungkin ada delapan kamar di lantai bawah dengan ruang tengah yang luas, lalu di pojok kanan dari ruang tengah ada sebuah tangan yang menghubungkan ke lantai berikutnya.
Lantai dua itu berisi lima kamar, begitu kakinya menginjak anak tangan terakhir tiga pintu di bagian kanan dan di seberangnya diisi dua pintu. Zealire mendapatkan kamar di tengah tiga pintu tadi.
Begitu kunci diputar, ruangan seluas 3x3 meter terlihat, berisi satu ranjang berukuran sedang, lemari, dan sebuah nakas dekat kasur. Hanya itu. Oh ya, ada sebuah jendela tepat di sebelah kasur yang berdempetan dengan tembok.
Lagi pula tentunya ini bukan penginapan hotel layaknya ibu kota. Bleedpool memiliki pengunjung yang datang rasanya sudah syukur saja. Atau mungkin bodoh? Datang ke kota berisi bandit, pemabuk, kumpulan para kriminal bukankah sama dengan bunuh diri. Sepertinya Zealire juga begitu.
Namun, dia datang bukan untuk menyerahkan diri pastinya. Zealire punya tugas penting menemukan peta ketiga di tempat ini.
"Jadi, apa yang membawamu ke tempat seperti ini? Bleedpool, kamu pasti tahu tempat seperti apa ini. Jika bukan untuk sesuatu yang penting, sama saja bunuh diri datang ke sini," sahut Shaq membuat gadis itu terdiam cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLEEDPOOL: ZEALIRE VURBENT [SERIES 3]
Fantasía[SUDAH TAMAT] Zealire Vurbent harus melanjutkan misi mencari peta hanya dalam waktu tiga hari. Bleedpool bukan tempat yang ramah untuk disinggahi. Perampok, bajak laut, penjarah, pembunuh, pengedar, bahkan semua jenis pelaku kejahatan ada di sana. M...