20. Marry Me!

22.3K 2.6K 68
                                    

"Sejak kecil, kamu tumbuh menjadi anak yang cerdas dan mandiri."

"Apa-apa selalu kamu kerjakan sendiri, berbeda dengan kak Ayu dan kak Arfan." Ujar Kartika sembari tersenyum menatap ketiga anaknya.

"Kamu jarang sekali curhat pada ibu. Jarang meminta pendapat ibu, ataupun mengungkapkan semua hal yang ingin kamu lakukan."

"Tapi di balik itu semua, ibu selalu tahu keinginan kamu, ibu selalu tahu apa saja yang berkaitan dengan pilihan anak-anak ibu." Kartika sejenak terdiam.

"Sejak ibu sakit, ibu tetap berusaha menemani dan melindungi kalian. Meski terkadang, ibu tidak tahu bagaimana cara mengungkapkannya."

"Seperti ketika Arfan membawa mantan pacarnya ke rumah, atau kamu membawa Redo ke sini. Hal yang bisa ibu lakukan hanya mengamuk. Dari sana, ibu berharap kalian paham, kalau ibu tidak suka dengan hubungan yang saat itu kalian jalin." Terang Kartika membuat mata Lika dan Arfan berkaca-kaca.

"Segila-gilanya pikiran ibu, feeling ibu tetap kuat. Apalagi menyangkut kebahagiaan kalian."

"Sama juga dengan apa yang terjadi pada Ayu. Tapi ibu bersyukur, kamu dan Minda bisa melewati semuanya." Kartika tersenyum bangga pada anak keduanya.

Rumah tangga Ayu dan Minda kembali baik. Meski begitu, Minda tetap mendapat sanksi dan dicopot dari jabatannya. Beruntung pasangan itu bisa lebih dewasa menerima semuanya. Saat ini, keduanya memilih menjalankan usaha, melanjutkan perusahaan milik Bardi.

Kartika kembali menatap Shalika yang sejak tadi duduk di hadapannya.

"Sejak bertemu Panji, hati ibu rasanya tenang sekali. Ibu tidak khawatir membiarkan kamu menjalani rumah tangga dengan laki-laki itu."

"Sama seperti yang ayah kamu katakan tadi, Ibu juga bisa melihat Cinta yang luar biasa besar darinya."

"Semoga pernikahan kalian besok dilancarkan. Ibu senang anak-anak yang ibu besarkan akhirnya menemukan pasangan masing-masing." Bahu Kartika bergetar membuat Lika sontak memeluk sang ibu.

"Ibu jangan nangis, setelah menikah nanti, tidak akan ada yang berubah dengan Lika. Shalika tetap Putri ibu." Kartika mengangguk pelan sembari mencium kening sang putri.

Lika melapas pelukan, lalu mendekat ke arah Arfan. Laki-laki dengan wajah tegas itu tampak tersenyum menatap sang adik.

Bukan hal aneh, Arfan adalah satu-satunya orang yang pertama kali menjadi saksi keseriusan Lika dan Panji. Laki-laki itu juga yang terus mendorong calon iparnya agar lebih percaya diri.

"Kak," Panggil Lika. Arfan sontak meraih tangan sang adik dan menggenggamnya erat.

"Sejak kecil, kakak sangat tahu kamu perempuan seperti apa. Kakak selalu sedih setiap kamu curhat putus dengan mantan-mantan kamu." Ujar Arfan, sesekali laki-laki itu menghela nafas.

"Hingga suatu hari, kamu mengenalkan Panji pada kakak. Entah angin apa yang berani menantang kakak untuk mendukung hubungan kalian." Arfan tertawa kecil mengingat kala itu.

"Kamu orang yang tulus, kakak tahu sejak awal kamu ingin menolong Panji dari segala kesengsaraan yang laki-laki itu lewati. Tapi semakin dekat kakak mengamati pertemanan kalian, kakak tahu ada yang berbeda." Lika terdiam.

"Kakak paham, segala hal yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan sendiri dengan mudah, kamu tidak pernah mengukur laki-laki dengan seberapa tebal dompetnya."

"Kamu baik Lika, maka kamu juga berhak mendapat laki-laki baik."

"Dari yang kakak lihat, Panji bekerja keras dan selalu tekun untuk mengembangkan kemampuannya. Dia adalah laki-laki yang sadar diri mengenai kondisinya, dan dia tidak pantang menyerah untuk mengimbangi kamu."

Not a Crazy LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang