-¦- -¦- -¦- 42 -¦- -¦- -¦-

33 3 0
                                    

Selagi kelas sepi, Wahyu langsung masuk ke dalam bagaikan preman. Di dalam sana memang sepi, tapi ada beberapa anak kelas yang ada di dalam. Terutama Fifi di sana itu, yang tentu saja menjadi tujuannya ke dalam kelas ketika waktu istirahat masih ada dua puluh menit lagi. Semua lukanya seakan-akan menghilang, dia kerasukan. Lebih tepatnya kerasukan emosi.

Langkahnya berhenti tepat di depan meja Fifi. Kedatangannya sempat membuat teman di dekatnya terkejut. Tapi kembali melanjutkan kesibukan mereka. Mengosip. Lalu gadis itu? Tentu saja mengabaikannya.

"Fi! Gue mau ngomong," ucap Wahyu cepat.

Gadis itu mengeluh, mengambil potongan kertas yang di bentuk sedemikian rupa seperti kipas. Mendinginkan wajahnya sembari sibuk dengan ponselnya itu. "Ngomong aja,"

Wahyu diam sebentar. Benarkan?! Gadis itu memang menghindari dirinya. Dia bisa bicara, lancar pula. Pelan dia menganguk. Kembali bertanya. "Lo mau gue ngomong di sini?"

Fifi meletakan ponselnya di atas meja, kembali meresponnya dengan sikap antinya itu. "Iya,"

Wahyu menganguk. Lalu bicara. "Lo beneran suka sama anak tawuran?" tanyanya.

Kalimat itu sontak saja membuat dua siswi di depan meja Fifi menoleh. Entah itu pada Wahyu atau Fifi sendiri. Gadis itu panik, wajah datarnya tadi kontan menghilang, tergantikan wajah kaget serta bibirnya kaku. "Apaan sih pertanyaan lo itu, gue---"

"Kenapa? Apa alasannya?" sela Wahyu.

Fifi gugup, dia berdiri. Mengusap telungkuknya. "Kayanya---"

"Kalau anak balap gimana?" ujarnya menyela lagi.

Tangan Fifi secepat kilat menutup mulu Wahyu rapat-rapat. Tersenyum cangung pada dua temannya di sana. "Sorry ya, gangu lo pada. Kita permisi, dulu," katanya. Kemudian berbisik pada laki-laki yang menjadi tahananya itu. "Apaan sih lo? Di tempat lain aja,"

Wahyu menurunkan tangan kecil itu. Menggengamnya kencang. Menyeret gadis itu keluar. "Ikut gue,"

"Eh? Kemana?"

"Udah ikut aja,"

-¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦- -¦-

Wahyu menariknya sampai di samping gudang. Gang cukup kecil untuk dua orang, di himpit oleh gudang dan tempat daur ulang plastsik. Ya, di sekolah hanya dua tempat itu yang sepi dan jarang di datangi orang. Entah bagaimana dia ini bisa menemukan tempat seperti itu. Dan kenapa harus di tempat seperti ini?

"Ih! Apaan sih?" omel Fifi. Dia menepis tangan besar itu dari lengannya. Mengusapnya sembari mengecutkan bibirnya itu. "Sakit tahu,"

Wahyu menyender pada dinding gudang, melipat tangan di dada. "Jadi, sekarang gue boleh ngomong?"

"IYA! NGOMONG AJA," jawab Fifi ketus.

"Gue ulang pertanyaan gue. Lo suka sama anak tawuran?" tanyanya.

Mata gadis itu jadi berkeliaran kemana-mana. Berdeham beberapa kali. "Ya---mm--ya--gimana--ya---"

"Jawab! Yang yakin jawabnya," desak Wahyu.

Di tatap serta di tunggu. Dia jadi semakin gugup, apa lagi seumur hidupnya baru kali ini dia di perlakukan seperti ini. Jadi, rahasia gelapnya sudah terbongkar? Apa sekarang dia di introgasi? "Aahhelah! Iya-iya gue--gue--gue suka!"

"Kalau anak balap?" tanya Wahyu lagi.

"Ya---ehem--kalau itu---ya--gue--juga suka,"

Wahyu berdiri tegap, sontak membuat Fifi mundur. Sekarang dia yang menyender pada dinding tempat daur ulang sampah. "Lo suka dua-duanya? Pilihan yang gue tanya cuman satu. Lo suka yang mana?"

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang