47. Ledakkan

43 12 9
                                    

Sebuah kilat petir merah nan besar mengarah kepada kami bertiga dengan kecepatan yang tinggi.

"Semuanya berpegangan!" teriak Nova. "Aaaaaaa!" Dia menjerit seperti perempuan lainnya yang ketakutan. Lalu dia menukik ke bawah untuk menghindar, dan kembali melambung ke atas.

Aku dan Tristan mencengkeram bulu-bulu di punggungnya dengan keras.

"Kenapa dia menyerang ke mari?!" tanya Tristan, dengan posisi masih bertiarap di punggung Nova sambil mencengkeramnya dengan erat.

"Mungkin karena Aran baru saja menyebutkan namanya!" balas Nova. Lalu... "Awas!!"

Kilatan petir merah besar kembali mengincar kami. Nova menghindarinya. Kilatan petir besar lainnya mulai berdatangan dari arah lain dengan kecepatan tinggi. Nova terus mengelak. Di tengah-tengah dia menghindari serangan kilatan merah, yang aku tahu, berasal dari si Iblis bernama: Joluino itu, Nova berkata, "Aku tidak bisa selamanya mengelak!! Cepat pikiran sesuatu!!"

"Aran!!" Tristan melirikku, dia juga menekanku.

"Aku tidak tahu!!" balasku.

Kami melihat petir merah lainnya mulai datang. Ada tiga. Dan ketiganya bergerak berbarengan dari arah yang berbeda, tepat kepada kami.

"Kita mati!" pekik Nova.

Duar!!

Petir menghantam sesuatu. Aku menutup mataku, sepertinya Tristan dan Nova juga melakukan hal yang sama. Aku tidak tahu apakah suara itu berasal dari kematian kami, atau....

"Kalian tidak menurut," ucap seseorang bersuara dingin nan datar, juga sedikit sinis.

"Kakak!" Sudah jelas, Tristan yang lebih dulu membuka matanya. Lagipula dia pasti menjadi orang pertama yang menyadari suara itu, mengingat itu adalah suara kakaknya.

"Ampuni aku, Bang. Aku sudah menyuruh mereka berdua untuk diam di tempat. Tapi mereka memaksaku dan tiba-tiba sebuah ombak membawa kami ke tengah-tengah lautan," jelas Nova, yang masih berbentuk burung Phoenix. "Semua ini salahnya Tristan."

"Hei!" Lalu Tristan berkata kepada Febri, "Kami hanya ingin membantu."

"Dan dengan 'membantu' itu, kalian mengacaukan semuanya," ucap Febri. Dia melayang membelakangi kami. Rambut-rambutnya mengambang ke atas seperti berada di dalam air, padahal tidak. Dia diselimuti oleh cahaya kuning keemasan yang berpendar. Tangannya terjulur ke depan. Pelindung bulat besar sedang melindungi kami.

"Tapi tadi Kakak terlihat sedang kelelahan," ucap Tristan.

Dia berbalik ke arah kami, memperlihatkan kedua matanya yang menyala berwarna sama seperti warna cahaya yang berpendar di sekitar tubuhnya. "Ya, karena Kakak sedang mengumpulkan energi kosmik untuk mengalahkannya. Dan energi itu baru terkumpul lima puluh persen, tapi Kakak sudah melepaskannya untuk melindungi kalian."

Oh. Aku... jadi... merasa... sok tahu... dan sok ikut campur... ini... serasa... aneh...

"Kami mengetahui namanya," kataku. "Namanya Joluino."

"Sekarang aku terkesan," katanya. Tapi tidak ada nada pujian dalam suaranya, masih datar seperti biasa. "Aku akan mengurangi hukuman kalian. Nanti. Setelah ini."

Syukurlah. Setidaknya hukumannya berkurang.

"Oh, ayolah," decak Tristan.

Kilatan besar warna merah kembali datang dan menyambar pelindung bagian depan. Tapi pelindung ini terlihat lebih kokoh dari pelindung, yang sebelumnya, pernah dia buat untuk melindungi dirinya saat diserang iblis itu. Kilatan petir itu tidak menyebar ke mana-mana dan langsung menghilang setelah energi serangannya habis.

Aran Alali #1: Hujan Darah IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang