Bab 1 Kepedihan

85 5 0
                                    

SomethingYou Don't Know 

Bab1Kepedihan


Jae Ho terlihat senang ketika menyetir mobil Hyundai hitam di jalanan yang lenggang, lebih tepatnya sepi. Jok di sampingnya diisi oleh istri tercintanya, yang setia mendampingi Jae Ho ke mana pun suaminya itu mendapat pekerjaan ke luar kota. Beberapa saat lalu mereka mendapat telepon dari putri mereka yang menanyakan hadiah, yang tentu saja mereka membawanya.

"Yeobo, apa kita salah mengambil jalan?" tanya Mi Ran pada suaminya. Mi Ran baru menyadari kalau sedari tadi jalanan sangat sepi bahkan hampir tidak ada kendaraan yang lewat.

"Anni, aku sudah sering lewat sini, ini memang jalan pintas ke Seoul," jawab Jae Ho, sambil terus menyetir kemudinya dengan hati-hati.

Selain jalanan yang sepi, malam itu hujan deras dan tidak banyak lampu penerang jalan. Itu membuat pandangan Jae Ho terbatas karena hanya mengandalkan lampu mobil saja. Tanpa mempunyai firasat apa pun, Jae Ho terus mengemudikan mobilnya, hingga pada saat yang tidak diduga, Jae Ho membanting stir ke kanan menabrak pohon besar. Tidak hanya itu, mobilnya pun terbalik dan mengeluarkan asap di bagian mesin.

Mi Ran yang tidak mengerti apa yang terjadi, kini hanya berpasrah pada keadaan. Kepalanya sudah nyeri terbentur kaca berkali-kali, pun air matanya meleleh di pipi melihat suaminya berdarah-darah di kepala. Mi Ran ingin menjangkau suaminya, namun tangannya terlalu lemah, dan pandangannya pun mulai kabur. Sedetik kemudian semuanya menjadi gelap bagi Mi Ran.

Kecelakaan Jae Ho dan istrinya ditangani oleh kepolisian terdekat. Menurut penyelidikan, kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian pengemudi yang mengantuk. Polisi tidak menemukan bukti sabotase atau pun kecelakaan yang melibatkan pihak lain. Sementara itu Jae Ho dan Mi Ran di bawa ke Rumah Sakit untuk di outopsi.

"Eomma, Appa!" teriak seorang gadis saat mengetahui kedua orang tuanya terbaring tidak bernapas di ranjang Rumah Sakit. "Bangun Eomma!" gadis itu menggoyang-goyangkan tubuh ibunya, berharap ibunya bisa membuka matanya.

"Hyunsoo-ya," seorang lelaki di sampingnya memeluk gadis itu, berharap membuat adiknya itu tenang, walaupun dirinya sendiri tidak sedang baik-baik saja.

Kakak-beradik itu menangis di hadapan jasad kedua orang tuanya, di malam yang dingin, tanpa pemberitahuan kepedihan itu menghampiri keluarga mereka. Myungsoo, sebagai kakak kini harus menanggung semua beban di pundaknya. Myungsoo harus kuat untuk Hyunsoo.

Keesokan harinya, saat upacara pemakaman Jae Ho dan Mi Ran, banyak orang berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir. Banyak karangan bunga berjajar mengantar kepergian suami-istri itu, yang memang semasa hidupnya mereka dikenal dengan orang baik. tidak hanya itu, jabatan Jae Ho juga cukup tinggi di perusahaan, sehingga membuat orang di kantornya segan padanya.

Myungsoo berdiri menyambut orang yang datang memberikan penghormatan kepada orang tuanya, menerima semua pesan duka cita dari mereka, yang sama sekali tidak memberikan efek padanya untuk menjadi baik-baik saja. Myungsoo tidak bisa menangis lagi demi Hyunsoo.

Sementara Hyunsoo duduk di sudut ruangan sambil memegang sebuah kotak berisi gelang emas putih yang indah. Kotak itu ditemukan di jok belakang mobil di dalam sebuah paper bag. Ternyata itu adalah oleh-oleh yang dibelikan orang tuanya untuk Hyunsoo.

"Appa, Eomma, seandainya aku tahu kalian akan pergi, aku tidak akan meminta hadiah. Aku hanya akan meminta kalian berdua sampai ke rumah dengan selamat," ucap Hyunsoo, air matanya kembali mengalir.

Beberapa pegawai perusahaan datang memberikan bela sungkawa. Mereka tampak lesu dan sedih setidaknya saat keluarga yang berduka melihat wajah mereka. Siapa yang tahu, mungkin ada di antara mereka yang justru sedikit senang dengan kepergian ayahnya. Tapi Myungsoo tidak ingin merusak upacara pemakaman dengan pikiran buruk seperti itu.

"Kau pasti putra sulung Jae Ho," kata seorang paman yang menghampiri Myungsoo. Orang itu menepuk-nepuk pundak Myungsoo pelan. "Kau harus kuat demi adikmu. Ayahmu sering bicara tentangmu dan membanggakanmu. Sedih sekali mereka harus pergi secepat ini," tambah orang itu.

"Paman siapa?" tanya Myungsoo.

"Aku rekan kerja ayahmu, Oh Tae Kwang. Hubungi aku kalau kau perlu bantuan."

Orang yang memperkenalkan diri dengan nama Oh Tae Kwang itu pergi setelah menyampaikan pesan tersebut. Sementara Myungsoo menjawabnya hanya dengan ucapan singkat "Kamsahabnida" sambil sedikit menundukkan kepala.

Setelah orang itu pergi, yang datang kini adalah seorang nenek yang matanya sembab. Beliau adalah ibu dari Jae Ho, yang tak lain adalah nenek Myungsoo dan Hyunsoo. Beliau jauh-jauh datang dari Busan setelah mendengar kabar duka dari Myungsoo.

"Halmeoni," panggil Hyunsoo yang sejak tadi duduk sambil memandangi hadiah dari orang tuanya.

Sang nenek menghampiri Hyunsoo, memeluk gadis malang itu yang kini sudah menjadi yatim piatu. "Gwencahana, ada nenek," ucapnya. Beliau melepasakan pelukannya lalu beralih menghampiri Myungsoo yang tengah berdiri. "Kau kuat, kau cucu nenek." Sang nenek sambil memegang lembut pipi Myungsoo, setelah itu beliau memberikan penghormatan untuk anak dan menantunya.

"Siapa sangka kalian akan mendahuluiku, hatiku hancur sekali melihat foto kalian tersenyum seperti ini. Tidak apa, bahagialah di sana. Serahkan Myungsoo dan Hyunsoo padaku, aku akan merawat mereka."

.

.

.

Berselang satu hari setelah pemakaman, seorang mendatangi rumah mereka. Orang itu memberitahukan kabar yang tidak masuk akal kepada Myungsoo, bahwa rumah yang mereka tempati telah disita atas tuduhan korupsi ayahnya. Tentu saja Myungsoo menyangkalnya dengan kalimat 'tidak mungkin' karena hanya itu yang saat ini mampu ia katakan. Namun penyelidikan polisi telah mendapatkan bukti yang memberatkan ayahnya. Myungsoo tidak tahu lagi bagaimana harus membela ayahnya. Mengajukan banding ke pengadilan pun harus mempunyai bukti yang kuat, sedangkan ia tidak mempunyai saksi. Lebih sulit lagi karena orang yang mereka jadikan tersangka telah meninggal dunia.

Myungsoo merasa ada kejanggalan dengan kematian orang tuanya, sekalipun polisi tidak menemukan bukti. Myungsoo pun bertekad untuk membersihkan nama ayahnya dari tuduhan korupsi.

Mereka harus merelakan rumah itu disita. Jalan satu-satunya adalah tinggal bersama neneknya di Busan. Myungsoo pun meminta pada pihak rumah sakit untuk dipindahkan ke Rumah sakit cabang di Busan. Myungsoo tidak ada pilihan lain, meskipun Myungsoo sudah nyaman bekerja di Rumah sakit pusat sebagai bagian forensik, tapi ia tidak bisa jauh dari adiknya.

Akhirnya mereka pindah ke Busan.

"Oppa, apa benar Appa melakukan korupsi?" tanya Hyunsoo.

"Mereka menemukan buktinya, tapi Oppa yakin kalau ada kejanggalan atas semua ini," jawab Myungsoo. 

Something You Don't KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang