6

6.3K 415 11
                                    

Arga menghampiri istri keduanya yang saat ini sedang berkutat di dapur."Saya ingin bicara sama kamu."

Hasya menoleh, menatap heran pria itu.

"Soal apa, Mas?"

"Selesaikan dulu, habis itu duduk disini."

Hasya mengangguk dan menyelesaikan cucian piringnya. Setelahnya, wanita itu duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan suaminya.

"Apa yang ingin kamu bicarakan??" tanya Hasya dengan raut wajah serius. Kali ini wanita itu harus tegas dan tak boleh lagi dikendalikan oleh suaminya.

"Perkataanmu tadi, saya harap itu tidak benar-benar terjadi." ujarnya.

"Perkataan yang mana?" tanya Hasya.

"Kamu bilang sama Vira, kamu dan anak mu akan pergi dari rumah ini. Apa itu benar??"

Hasya terdiam, lalu mengangguk pelan.

"Iya, kami akan pergi dari rumah ini."

"Kapan??" tanya pria itu dengan serius.

"Aku tidak tahu. Yang pasti, secepatnya."

Arga menatap lekat wajah Hasya dengan perasaan yang sulit di definisikan."Kamu benar-benar ingin berpisah dari saya??"

Hasya mengangguk cepat."Iya." jawaban itu memang sudah Hasya pikirkan dari jauh-jauh hari.

"Orangtua saya tidak akan setuju dengan hal itu." ujar Arga dengan perasaan yang tak karuan. Harusnya dia bahagia, bukan malah dilema seperti ini!

"Keputusannya ada pada kita, bukan dari mereka." telak Hasya menegaskan.

"Bagaimana jika saya tidak setuju?"

Hasya memicing dengan sorot tajamnya.

"Mas, jangan mempermainkanku seperti ini!" sentaknya dengan raut wajah penuh amarah.

"Saya tidak mempermainkanmu. Kali ini saya serius, Hasya. Tunggu sampai istri saya melahirkan anak kedua kami, lalu saya akan menyetujuinya."

"Kenapa harus menunggu selama itu??"

"Saya belum memiliki pengganti Mbok Sri kalo kamu lupa." Hasya mengangguk.

"Baiklah, aku akan menunggu sampai hari itu tiba. Tapi setelah itu, tolong jangan lagi mempersulitku!"

Arga tidak menganggukkan kepalanya.
Ia terpaku atas tatapan yang diberikan wanita itu kepadanya.

Sorot mata itu mengingatkan Arga akan satu kejadian di masa lalu. Dimana pada saat itu, dirinya benar-benar merampas hal yang sangat berharga bagi wanita itu.

Flashback On

Pukul sebelas malam, Arga merasakan panas di sekujur tubuhnya. Ia bergegas masuk ke dalam kamarnya, mendekati istrinya yang kala itu telah tertidur pulas.

Pria itu sedikit frustasi. Tidak seharusnya dia terhasut bujukan teman-temannya saat mereka menawarkan segelas wine kepadanya.

I'm Envy Dad!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang