PROLOG

6K 516 91
                                    

"Mama suka deh sama rainbow cake buatan kamu, Raynia. Hmm ... manisnya pas, krimnya juga nggak terlalu tebel. Susah loh nyari rainbow cake yang begini," kulihat Mama sibuk menjejalkan kue pelangi ke mulutnya dan tak henti memuji perempuan berkacama kotak di depanku.

"Terima kasih, Tante."

Gadis berrambut sebahu itu tersenyum manis. Kentara sekali ia sedang bahagia sekaligus malu-malu.

"Rakha, pinter juga kamu cari calon istri, iya 'kan, Pa?"

Mama menyenggol lenganku, aku tetap bergeming tak berniat menimpali dan memilih fokus mengunyah adonan tepung, telur, gula dan krim ini. Baiklah, aku akui rasanya memang sangat memanjakan lidahku. Sama persis dengan kue pelangi yang selalu aku beli di toko roti langgananku. Kulihat Papa hanya mengangguk-angguk tak bersuara, karena mulutnya pun sama dipenuhi potongan kue warna warni yang dibawa Raynia.

"Jadi kapan kita bisa gantian ke rumah Raynia, Kha? Mama udah nggak sabar pengen lamarin Raynia buat kamu."

Mata Mama berbinar, sepertinya impiannya untuk mendapatkan menantu tahun ini akan terwujud. Syukurlah, setidaknya telingaku tak akan merasakan panas lagi mendengar pertanyaan berulang yang selalu menanyakan 'kapan nikah?'

"Lebih cepat, lebih baik," jawabku singkat.

"Gimana kalau minggu depan? Jadwal Papa kosong, kan?" Tanya Mama antusias.

"Minggu depan, yah? Kosong, sih."

"Nah, pas tuh, Berarti minggu depan jadwal kita yang berkunjung ke rumah orang tua Raynia yah." Semua orang di meja makan tertawa bahagia, tapi tidak denganku.

Usai acara makan malam bersama, aku pun mengantar perempuan yang bukan tipeku ini kembali pulang. Selama perjalanan pulang, kulirik Raynia mengulum senyum. Kenapa dia?

"Kenapa kamu senyum-senyum?"

"Eh, ng-nggak. Nggak apa-apa."

"Nggak usah GR dulu kamu, orang tua aku emang suka sama kamu. Tapi aku nggak begitu."

Seketika tak kulihat lagi senyum di wajahnya. Tapi aku tak peduli, netraku kembali fokus menatap hamparan aspal yang sudah terlihat lengang.

"Seperti yang pernah kita bahas sebelumnya, kalau aku nikahin kamu cuma buat formalitas aja, buat syarat doang, biar orang tuaku nggak berisik nanyain terus kapan aku nikah. Jadi, pernikahan ini juga cuma pura-pura."

"Selama kita menikah, kamu juga boleh menjalin hubungan dengan siapapun yang kamu mau, begitu juga denganku. Jadi kita sama-sama bebas, nggak ada yang berhak melarang apalagi cemburu. Asal ..."

Kutarik rem tangan saat lampu merah menyala, lalu aku menoleh ke kiri.

"Jangan sampai ada teman atau keluarga kita yang lihat, sampai sini paham?"

Tampak kedua alis rapi yang membingkai mata berkacamata itu bertaut. Mulutnya sedikit menganga saat netra kami bertemu. Lampu merah kini berganti hijau, aku pun kembali melajukan mobilku. Hening, tak ada jawaban dari Raynia. Apa dia masih belum paham?

"Kamu nggak usah khawatir, aku akan tetap nafkahin kamu sebagai istri. Semua kebutuhan hidup kamu, termasuk biaya sekolah dan pengobatan adik-adik kamu, aku yang tanggung. Kamu juga nggak perlu kerja lagi di toko kue itu. Kamu cukup duduk manis di apart pura-pura jadi Nyonya Rakha Andromeda, menantu dari keluarga Andri Baskoro. Gimana? Take it or leave it?"

Kembali kulirik Raynia yang masih terdiam, kali ini mata yang berbingkai lensa kotak itu mengarah ke jendela kiri. Membuatku tak bisa membaca ekspresinya. Tak lama dering khusus berbunyi dari ponselku. Aku yang sedang menyetir memilih menggunkan earpohone bluetooth agar memudahkanku menjawab telepon.

"Beib ... kok lama banget, sih? Aku udah bete nih di apart nungguin kamu," suara manja menyapaku saat telepon terhubung.

"Iya, Sayang. Sabar yah, aku lagi nganterin Raynia pulang dulu. Tunggu yah, Sayang."

"Ck, lama banget deh! Tadi bilangnya cuma sebentar, ini udah mau tiga jam, Beib. Pokoknya aku mau dikasih hadiah buat ganti rugi waktu aku yang terbuang percuma karena nungguin kamu sama perempuan itu!"

"Iya, iya ... nanti aku kasih hadiah spesial kalau aku udah sampai apart, oke? Aku anterin dia dulu. Oke, Sayang?"

"Janji yah beneran dikasih hadiah? Aku udah kangen banget sama kamu, Bebih."

"Iya, janji, Sayang. Jangan bete lagi dong. Aku tutup dulu ya telponnya biar bisa ngebut. Aku juga udah kangen sama kamu."

Kutekan tombol merah, sesaat setelah suara kecupan terdengar dari ujung telepon. Kembali aku fokus pada kemudi.

"Orang tuaku udah terlanjur suka sama kamu, aku harap kamu nggak kecewain mereka. Aku tunggu jawaban kamu besok."

Aku lalu menghentikan mobil di tepi jalan. Kini Raynia menoleh ke arahku dan bisa kulihat keningnya berkerut.

"Kok berhenti, Mas?"

"Aku buru-buru, kamu turun aja disini. Itu banyak taksi yang bisa anterin kamu pulang."

Kutunjuk deretan taksi yang terparkir di bahu jalan.

"Tapi, Mas ..."

"Ck, udah cepetan turun sana. Tugas kamu hari ini sudah selesai. Ini buat ongkos taksi." Aku mengeluarkan tiga lembar uang kertas warna pink dari dompet.

"Nggak usah! Nggak perlu! Terima kasih!"

Raynia buru-buru membuka sabuk pengaman dan membuka pintu mobil lalu turun tanpa pamit.  Aku hanya mengendikkan bahu. Sebelum tancap gas aku sempatkan membuka kaca jendela.

"Aku yakin kamu nggak akan ngecewain orang tuaku, apalagi orang tua kamu," ujarku sambil menyeringai.

Setelahnya kembali kututup kaca jendela dan kuinjak pedal gas agar mobilku menjauh dari posisi Raynia yang masih berdiri terpaku.

🌈🌈🌈🌈🌈

Happy reading❤️
Jangan lupa tinggalin jejak komen n vote ya😘

RAINBOW CAKE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang