claertesquieu
Peringatan: cerita ini mengandung unsur blasphemy.
Terinspirasi dari serial Lucifer di Netflix.
Lantun khotbah mengisi hening besar ruangan berisi manusia-manusia penghamba Tuhan. Telinga mereka dipasang erat, sebagian meletakkan tangan di dada, menyerap intisari dengan mata yang terpejam khidmat. Sebagian bahkan menitikkan air mata haru, terlalu hanyut dalam tafsir ayat yang teduhnya menyentuh relung paling pilu.
Jaehyun menyandarkan punggung, ia memang bukan hamba yang terlalu taat. Bukan pula orang yang mendedikasikan diri untuk menghamba dan mengamalkan ajaran Tuhan. Tetapi dia tahu untuk tidak berulah, untuk menjauhi mana yang dilarang dan mana yang diperbolehkan. Sekalipun ia tidak pernah menangis dalam setiap kebaktian yang ia hadiri, tetapi ia cukup sadar diri untuk menyisih sebagian waktu untuk menghadap Tuhan.
Ia memang bukan hamba yang taat, tetapi pada akhirnya, ia tetaplah seorang hamba.
Ia memiringkan kepala, mendengar khotbah yang kini kembali mengulang tawarik Lucifer yang dibuang dari surga. Pembujuk ulung yang menjerumuskan manusia menuju lingkar dosa dan menuntun mereka untuk menemaninya dalam keabadian panas neraka. Ia menghela napas. Sejujurnya ia satu dari sekian hamba yang meragukan benarnya surga dan neraka. Terlebih iblis. Jahatnya manusia, dosanya manusia, semuanya adalah ulah mereka sendiri. Seringkali ia bertanya, kenapa iblis yang selalu dijadikan alasan hancurnya tata krama dan nalar wajar manusia?
Namun bibirnya bungkam, tidak mungkin ia mencela seorang pendeta. Tidak mungkin juga ia menyuarakan keraguannya di antara ratusan hamba yang duduk bersama dengan dirinya.
***
Jaehyun bukan hamba yang taat.
Kalimat yang kembali terulang ketika kakinya masuk ke dalam klub malam. Alkohol, narkoba, berahi, dan segala dosa yang alkitab larang bercampur dengan asap rokok yang menjadi pewangi. Jaehyun adalah hamba yang berdosa, ia tahu. Dan ia paham untuk menahan dosanya agar tidak terjatuh terlalu jauh.
Untuk orang yang tidak mempercayai surga dan neraka, berpikir seberapa banyak dosa yang ia telah perbuat semasa hidup rasanya begitu lucu. Ia hanya menyesap sedikit alkohol, enggan mengonsumsi narkoba dan enggan membasahi bibir dengan asam tembakau yang sesaknya menyakiti dada. Ia pendosa yang wajar, ia pendosa yang tidak ingin terjerumus lebih dalam.
Ia membiarkan telinganya dipenuhi bising musik yang bukan menjadi apa yang ia suka. Membiarkan dirinya untuk digoda namun enggan untuk membalas hal yang sama. Ia hanya ingin menikmati waktunya sendiri, sibuk dengan pikiran sendiri tanpa ada yang menjadi distraksi.
Sayang, keinginannya kandas ketika kedua retina menangkap pesona pemilik klub dalam balutan jas putih. Dia tahu jika pemilik Klub Lee adalah sosok yang menawan. Indahnya sudah tersiar hingga ke penjuru kota dan membuat orang-orang berjubel hanya untuk membuktikan desas-desus sang pemikat elok. Hanya, ini pertama kalinya dia melihatnya sendiri.
Alkohol yang ia genggam tidak sampai ke bibir. Tertegun ia beberapa saat ketika mata keduanya tanpa sengaja bertemu dan sang pemilik memberinya senyum separuh.
Alkoholnya ia turunkan ketika Lee mendekat dan menjulurkan tangan untuk berjabat. "Taeyong," ia mengenalkan diri.
"Jaehyun," ia membalas.
Taeyong tersenyum simpul, pelan ia mendekatkan bibirnya ke telinga Jaehyun sebelum berbisik penuh rayu. "Jaehyun, apa kau tidak ingin tahu apa yang Tuhan akan perbuat kepadamu jika kau malam ini berdosa denganku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Let the Devil Win Over Me. || JaeYong
FanfictionMungkin Jaehyun memang bukan hamba yang taat. bxb, mature (explicit). warn: blasphemy. cover art by: @jtyriri (twitter)