30| Penjelasan

2.3K 155 13
                                    

Sini peluk, biar gampang kalo mau nusuk dari belakang.

"Kenapa gak lo akhiri? Padahal lo tau ini nyakitin diri lo sendiri."

Seorang cowok dengan wajah pucat terlihat menggeleng lemah. Senyuman tulus muncul di sudut bibirnya.

"Gak bakal gue akhiri ini. Gue sayang dia, dan lo tau itu."

Seorang cewek yang menemaninya sedari tadi menghembuskan nafas kecewa.

"Apa yang lo pertahanin sekarang adalah sebuah kesalahan, Dipa."

"Maka, biar itu yang menjadi kesalahan terindah gue."

Dengusan meremehkan terdengar.

"Lo udah pernah ngalamin ini sebelumnya. Dan sekarang masih bisa lo bilang terindah?"

"Dulu gue yang bodoh dan gak sadar. Tapi, sekarang gue dalam keadaan sadar dan tau apa yang gue lakuin. Gue bakal bertahan sejauh mana yang gue bisa."

"Lo masih sama bodohnya."

"Tapi seenggaknya gue mau berjalan mendekati Rindu dan menjauhi masa lalu. Bukan justru terpaku pada tempat yang sama."

Kedua mata itu beradu, satu dengan tatapan tenangnya. Dan satu lagi dengan tatapan yang sulit dimengerti.

"Gue udah berubah."

"Aya, gue akui lo menutup semua itu dengan sempurna. Tapi, lo gak bisa bohongin gue dengan sandiwara yang lo mainkan."
*

Kilasan memori kembali berputar dalam benaknya. Tatapannya menatap tanpa artian kearah depan. Ditangannya tergenggam selembar kertas. Dia meremas kertas itu menyalurkan perasaannya yang campur aduk.

Sandiwara?

Apa hidup sebenarnya hanya sandiwara? Apa ini bukan hidup yang sebenarnya?

Jika iya, berarti Aya sekarang tengah hidup dalam sandiwara diatas sandiwara yang ia mainkan sendiri. Demi menutup perasaan yang ia sebut sebagai kutukan.

Disini yang lebih jahat adalah Aya bukannya Rindu. Rindu mempercayai dirinya dengan rahasia pertunangan itu. Tapi dia justru mengungkapkannya dengan mudah didepan seluruh keluarga besar. Dia seperti sahabat yang tidak tau diri.

Tapi Aya bisa apa? Dia marah. Dipa seperti ini karena Rindu.

"Kenapa bukan gue kenapa harus Rindu?" Pertanyaan yang selalu sama.

Dan akan tetap memilki jawaban yang sama.

Mereka berbeda.
*

Suara dari mesin elektrokardiogram menjadi suara satu satunya di ruangan serba putih ini. Menjadi saksi bisu seorang pemuda terbaring dengan lemah. Seorang gadis dengan rambut pirang menatapnya kosong.

Tangannya mulai berkeringat karena terus menggenggam tangan yang terasa dingin. Dia tak mengucapkan suara walau sepatah kata. Dia masih tak sanggup.

Satu kata saja mungkin bisa mengundang puluhan air mata.

Ceklek!

Suara pintu dibuka terdengar. Tanpa menoleh Rindu tau siapa yang datang. Dia beranjak dari duduknya. Melepaskan genggaman tangan, lalu melangkah keluar pintu tanpa menoleh pada seorang wanita paru baya yang menatapnya kecewa.

Wanita itu beralih mendekati ranjang putranya. Tangannya bergerak mengusap rambut yang mulai memutih. Senyum palsu terbit dibibir pucatnya.

Sudah tiga hari putranya terbaring koma tanpa menunjukkan kehidupan. Entah apa yang putranya cari di dunia 'lain'.

King Of Bucin [SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang