48. Mendengar

40 12 24
                                    

Suara burung berkicau membangunkanku dari tidur. Cahaya matahari sudah masuk dari jendela yang gordennya terbuka——lagi pula kami tidak pernah menutupnya. Aku meregangkan otot-otot, lalu bangun dan duduk di atas kasur. Sambil menggaruk-garuk kepala, aku melirik kasur di sebelah kananku. Tidak ada siapa-siapa. Tristan belum kembali, kemarin dia bilang akan tidur di kamar Febri.

Ngomong-ngomong kemarin, rasanya apa yang terjadi itu seperti sebuah mimpi. Tiba-tiba kami berada dalam bahaya, dan tiba-tiba kami sudah kembali baik-baik saja. Tunggu, aku yang menyebabkan mereka semua dalam bahaya, dan memaksa sepupu-sepupuku untuk menghadapi sebelas ribu pasukan iblis, ditambah bonus dua Iblis Tingkat Jenderal. Mereka semua mengincarku, kan? Mereka menginginkan aku mati. Dan aku masih hidup. Yang artinya mereka akan datang lagi.

Kemarin kami langsung masuk ke sebuah portal untuk kembali ke villa. Karena efek dari ledakan yang Bang Ajun dan Febri buat hampir mengejar kami semua. Jika Putri dan Bang Samsul tidak membuat sebuah portal besar dan langsung menutupnya, kami pasti akan terkena efek ledakan itu. Setelah itu, Taigra tiba-tiba menghilang bersama cahaya jingga, dan Tristan langsung terserang penyakit khawatir. Dia bertanya-tanya pada Bang Samsul apakah Bang Ajun dan Febri baik-baik saja atau tidak? Setidaknya pertanyaan itu keluar dari mulutnya sebanyak lima belas kali.

Dan lima belas menit setelah itu. Sebuah portal terbuka, Bang Ajun keluar dari dalam portal itu sambil menggendong Febri di punggungnya. Mereka berdua agak sedikit berantakan. Febri tidak bergerak dan terlihat lemas. Bang Ajun menyuruh Putri untuk memeriksa dan mengobatinya. Tapi Putri hanya berkata, "Dia baik-baik saja, tidak ada luka. Dia hanya kelelahan dan butuh tidur."

Tapi Tristan dan Bang Ajun masih khawatir. Alhasil mereka berdua menemaninya di kamar Febri. Sampai sekarang. Karena Tristan belum kembali ke kamar. Mungkin itu enaknya memiliki saudara kandung yang dekat, saling mengkhawatirkan satu sama lain.

Aku mengembuskan napas, lalu beranjak dari atas tempat tidur. Aku mandi dan membersihkan diri. Harusnya hari ini adalah jadwal berlatih menaiki seribu lima ratus lima puluh delapan anak tangga sambil membawa ember besi berisi air, dan mengisi sumurnya sampai penuh. Tapi aku tidak yakin jadwal itu masih akan dilaksanakan——Febri masih sakit, tentu saja. Sepupuku yang lain pun menginap di sini, mereka tidak pulang. Entah kenapa, aku tidak bertanya.

Selesai mandi dan berganti pakaian, aku turun ke bawah untuk sarapan di ruang makan. Tadinya saat akan menuruni tangga, aku ingin pergi ke lorong tempat kamar Febri berada untuk melihat apakah dia sudah bangun atau belum. Tapi tidak jadi. Aku memutuskan langsung berjalan menuruni tangga. Aku pikir, tidak seharusnya aku mengganggu kebersamaan mereka bertiga.

Dan ketika aku sampai di ruang makan, meja makan dipenuhi oleh sepupuku yang lain. Dimulai dari Bang Samsul, Memel, Anty, sampai Nova. Semuanya ada di sini. Dan aku juga melihat Febri sudah ada. Tristan yang pertama melihatku dan tersenyum ke arahku. "Aran! Ayo kemari! Duduk di sebelahku!" katanya.

Aku mengangguk dan menghampirinya. "Febri sudah sehat?" tanyaku setelah duduk di samping Tristan.

"Kau bisa lihat sendiri."

Bang Ajun duduk di tempatnya duduk seperti biasa——di kursi yang ada di ujung meja. Bang Samsul duduk di kursi paling ujung sebelah kiri yang menghadap ke jendela besar dan menampilkan pemandangan danau. Febri duduk di samping kanannya, lalu Maman, Ramdhani, Perdi, Faiz, kemudian barulah Tristan, dan aku. Sedangkan para perempuan duduk di kursi sebelah kanan yang membelakangi jendela dan menghadap ke banyaknya tanaman-tanaman tropis di belakang kami: para laki-laki. Kak Gita paling ujung, diikuti Risa, lalu Memel, Anty, Kristina, Mega, Gina, ila, dan Nova.

Menu sarapan pagi kali ini cukup beragam dan banyak——tentu saja, kursi yang terisi saja banyak. Biasanya makanan hanya tersaji di sekitar kami yang duduk di ujung meja panjang dan besar ini saja. Tapi sekarang hampir setengah meja tertutup makanan. Ada kentang tumbuk, bubur gandum——mungkin, buncis rebus, tujuh ayam panggang besar, dan... makanan lainnya yang tidak aku ketahui. Ada tumis yang isinya jagung, kacang polong dan wortel. Ada juga tumis yang isinya brokoli, burkol, wortel, dan jagung muda. Ada juga olahan udang.

Aran Alali #1: Hujan Darah IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang