💜 3. Melamar Ariani 💜

2.6K 451 93
                                    

Malem, saiangnya akuuhhh. Aku update tepat waktu, kaan😁😁
Hayuk, hayuk, bacaa🥰

Giandra menaikkan koper terakhirnya ke mobil dan berpamitan kepada pemilik kontrakan yang sudah tiga tahun ini dia tempati. Dia resign dari kantornya dan berniat pulang untuk menikah serta mengurus usaha keluarga seperti keinginan ibunya. Meskipun lebih menyukai bekerja di Surabaya, tetapi Giandra tidak bisa menolak keinginan wanita yang sudah melahirkannya.

Beberapa teman kerja yang kebetulan tetangganya memberikan ucapan selamat jalan sambil menjabat tangannya. Giandra tersenyum lebar seraya mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantunya sejak dia masih kuliah.

"Main ke sini kalau ada waktu, Mas Gian. Jangan lupa undangannya kalau menikah." Ibu pemilik kontrakan berpesan.

"Iya, Bu. Terima kasih atas semua bantuannya."

"Sama-sama. Jangan sungkan kalau butuh bantuan kami. Kabari saja," imbuh si ibu.

"Iya, Bu. Saya pamit."

Sekali lagi Giandra menyalami pasangan pemilik rumah dan teman-teman serta tetangga kanan kiri. Usai dengan itu, dia masuk ke mobil dan mulai mengemudikannya perlahan meninggalkan tempat tinggalnya selama beberapa tahun terakhir.

Dua jam kemudian, mobil Giandra sudah memasuki kota kelahirannya. Keluarganya tinggal di pinggiran kota yang masih asri dan banyak sawah serta ladang. Ibunya mengatakan di sana lebih baik daripada tengah kota yang dengan tetangga sebelah rumah saja bisa tidak kenal.

Giandra selalu mendengarkan dan mengiyakan setiap perkataan ibunya. Tidak sekalipun dia membantah apa pun yang beliau katakan. Baginya ibunya yang sudaj menjanda itu adalah wanita terbaik dan sudah mengantarkannya pada kesuksesan. Ketika karirnya sedang gemilang, sang ibu menginginkannya mengundurkan diri lalu pulang mengurus usaha keluarga dan menikah. Kali ini Giandra juga akan menuruti keinginan ibunya meskipun wanita yang akan dia nikahi bukanlah pilihannya. Apa pun kata sang ibu, untuk Giandra adalah perintah yang harus dia lakukan. Begitu sayangnya Giandra pada wanita yang melahirkannya itu hingga dia tidak sanggup menolak satu pun keinginan beliau.

Ketika mobilnya memasuki pekarangan rumah, Giandra melihat pintu langsung terbuka dan ibunya keluar dengan senyum bahagia menyambutnya. Wanita yang kerap disapa dengan panggilan Bu Yati itu tampak lebih sehat dari empat bulan lalu saat Giandra terakhir kali melihatnya. Dia merasa sudah tidak menginginkan apa pun saat melihat kebahagiaan ibunya.

"Bu," sapa Giandra seraya meraih tangan sang ibu dan menciumnya. "Andra senang ibu terlihat segar. Pasti sudah nggak pernah ke dokter lagi, kan?"

"Ayo masuk, Ndra!" Bu Yati menggandeng tangan Giandra. "Buat apa ke dokter kalau calon mantu ibu pintar bikin ibu seneng."

"Mana ada yang begitu, Bu? Kalau tensinya naik ya tetep mesti ke dokter."

Bu Yati berdecak. "Dibilangin ndak percaya. Ariani itu menyenangkan. Nurut sekali sama Ibu, mana anaknya pintar."

"Masih anak-anak," gumam Giandra.

"Usianya sudah delapan belas tahun. Kamu ndak usah banyak alasan. Meski kamu bilang dia anak-anak, Ibu tetap milih dia daripada Siti, pacarmu yang ndak tau adat itu."

"Sonya, Bu."

"Huh, Sonya," cela Bu Yati. "Siti ya Siti saja, kenapa jadi Sonya? Mentang-mentang kuliah di Singapura terus sok bule. Ibunya itu lo tetep kerja sama kita, anaknya kok ndak tau adat. Lupa sama jawanya."

"Tapi Sonya dapat beasiswa, Bu. Jadi nggak pengaruh meski ibunya kerja di tempat kita."

"Maka dari itu sadar jawanya. Mestinya bangga dengan prestasi seperti itu. Pulang membangun desanya, bukan malah terseret arus."

Forever You [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang