Cewek berambut sebahu itu berjalan santai menuju lokernya. Rambutnya yang berwarna hijau campur hitam itu ia selipkan ke belakang telinga. Tak ia hiraukan omelan guru BK yang mewanti-wanti dirinya agar segera mengganti warna rambut.
Gadis itu sedikit melirik pada segerombolan cowok-cowok yang berdiri tak jauh dari tempat lokernya. Lagi-lagi ia tidak menghiraukan siulan dan godaan mereka.
"Piuitt ceweek. Cakep banget."
"Yuhuuu, jadi pacar abang mau? Nanti abang kasih goyangan."
Ia tak menghiraukannnya. Baginya, mereka bahkan tak lebih dari kuman yang harus dijauhi sejauh-jauhnya.
Ia membuka lokernya dengan sedikit kasar.
"Biasa aja kali," celetuk seseorang di sebelahnya.
Yamato Aoi. Gadis keturunan Indonesia Jepang itu melirik tak santai pada loker sebelahnya. Bagi seorang Aoi, berada di antara loker 49 dan 51 adalah sebuah kesialan baginya.
"Duh matanya sinis banget mbak." Aldrian-tetangga lokernya itu terkekeh melihatnya.
Aoi menggeram. Ia mempercepat gerakan tangannya untuk membersihkan loker. Loker 51 terdengar berbunyi tak perlu ditanyakan lagi sudah pasti pelakunya adalah sang pemilik loker yang sudah membukanya.
Begitu apa yang ia kerjakan selesai. Aoi memilih pergi dengan menutup pintu lokernya secara kasar. Baik Aldrian maupun Athala sama-sama saling menatap dan bertanya. Ada apakah gerangan dengan perempuan itu?
"Emosi mulu, Yi, awas cepet tua," canda Aldrian.
Aoi berbalik menatapnya dengan sinis. Tolong jangan heran kenapa Aoi selalu berekspresi tak santai, siswa maupun siswi SMA Pelita rasanya sudah lumrah dengan hal demikian.
"Bacott." sebelum pergi, Aoi mengacungkan jari tengahnya.
"Adek lo gitu banget, bang," celetuk Athala menatap seniornya dengan tatapan geli.
"Hemm, dia emang beda dan istimewa."
"Cantik juga," lanjut Athala menatap kepergian Aoi yang sudah menghilang di balik tembok sana.
"Tapi sayang kasar."
"Keras kepala bro. Tinggal jinakin lagi. " Aldrian kemudian tertawa.
"Sialan! Lo fikir banteng kali dijinakin," balas Athala ikut tertawa.
-ATHALA-
Kedatangan Yamato Aoi ke kantin membuat kantin yang tadinya ricuh semakin ramai. Gosip tentang Aoi, bisik-bisik yang entah apalah itu ditambah suara anak-anak Batavia yang santer terdengar di pojokan sana.
Fyi Batavia adalah sebuah geng yang isinya tidak hanya SMA Pelita melainkan dari berbagai sekolah lain juga. Entahlah Aoi tak terlalu memperdulikan geng besar sekolahan itu.
"OYII SINI!"
Aoi mendengus. Sungguh ia ingin sekali menjual ginjal sahabatnya yang satu itu.
Kafka-salah satu sahabatnya itu tampak menepuk kursi sebelahnya yang kosong. Tanpa berfikir dua kali Aoi duduk di sana. Mereka tidak hanya berdua tapi ada kedua sahabatnya yang lain juga.
Ada Cakra yang sedang sibuk bermain game, ada Alfin yang entah sedang melakukan apa di hapenya.
"OYII ANAK-ANAK NGGAK MAU NGELUARIN UANG KAS!" Bulan-bendahara II capas itu berlari tergopoh-gopoh mendatangi Aoi yang asyik membaca buku dengan earphone yang menyumpal telinganya.
"Yi, gimana dong ini anak-anak pada nggak mau ngeluarin uang kas," seru Bulan.
"Kenapa, yang?" Cakra menyimpan ponselnya lalu beralih menatap Bulan.
"Anak capas nggak ada yang mau bayar kas nih. Yi, lo ngomong kek jangan diem aja."
Aoi kesal, kalau boleh jujur ia sebenarnya tak suka dengan cewek di depannya ini. Selain cerewet, suaranya juga cempreng hingga membuat telinga Aoi terasa bernanah. Namun, sialnya selain karena satu ekskul, Bulan juga pacar dari salah satu sahabatnya.
"Ya terus?"
Bulan melongo, "Lo kan bendahara satu, bantu mikir kek atau sekalian lo aja yang pergi tagih, mereka kan pada takut sama lo ya pasti kagak bakal mikir dua kali lah."
"Lo fikir gue setan?" balas Aoi tak terima.
"Iya kali," gumam Bulan kemudian cengengesan karena mendapat tatapan melotot dari Aoi.
"Kalau nagih aja lo nggak bisa terus apa gunanya lo jadi bendahara?"
"Kalau ada bendahara satu kenapa harus bendahara dua?" balik Bulan membuat Aoi geram setengah mati.
Hampir saja ia akan menampar Bulan kalau saja ia tidak melihat tatapan Cakra, Kafka dan juga Alfin yang menatapnya dengan berbeda-beda dan pada akhirnya Aoi hanya akan menahan amarahnya karena menghargai seorang Cakra.
"Gue gak minta dijadiin bendahara ya!" sewot Aoi.
"Nggak usah ngeluh ke gue. udah sana pergi! Mumpung ada anak-anak Batavia lagi kumpul tuh sekalian lo tagihin!"
Aoi merampas buku catatan dengan kasar. Sumpah demi apapun ia tidak pernah benar-benar ikhlas menjalankan tugasnya sebagai seorang bendahara di capas. Ia dulu hanya menjadi bendahara seangkatannya itu pun karena terpaksa, berlanjut sampai kelas 11 Aoi malah menjadi bendahara semua angkatan.
Batavia adalah sebuah geng besar sekolahan. Awalnya hanya beranggotakan oleh anak SMA Pelita tetapi beberapa tahun belakang ini nama geng tersebut santer terdengar diberbagai sekolah terkenal dan kini anggotanya tidak hanya berisikan murid Pelita, akan tetapi dari berbagai sekolah.
Bukan sekedar geng ugal-ugalan yang hobinya membuat guru BK mengamuk, tapi Batavia dengan semua visi misi juga rahasianya.
Percayalah sejelek apapun kamu kalau sudah masuk Batavia akan terlihat keren. Jaminannya tidak ada perempuan yang akan menolakmu untuk dijadikan pasangan. Tapi untuk masuk ke dalam geng tersebut harus melewati tahap seleksi yang ketat dan tidak sembarang orang akan diterima.
Dengan terpaksa ia menyeret tubuhnya ke tempat duduk geng besar sekolahan tersebut. Sebenarnya ia sangat malas, tapi mau bagaimana lagi karena anak capas itu rata-rata isinya anak Batavia semua.
Aoi bisa melihat beberapa pasang mata menatapnya, salah satu tatapan dari mereka membuat Aoi semakin malas berhadapan dengan geng tersebut.
"Keluarin uang kas lo semua!" suara tegas Aoi membuat beberapa anak capas langsung kompak mengeluarkan uangnya.
Sebenarnya bukan ke takut sih tapi lebih memilih untuk tidak berurusan dengan Aoi. Karena mereka sangat tahu bagaimana seorang Aoi kalau mereka ada saja alasan maka Aoi tak akan tinggal diam, ia akan mengeluarkan semua kata-kata pedasnya.
"Lo nggak tagih gue, Yi?" Aoi tak menanggapi Aldrian yang berbicara padanya, jangankan menatap melirik pun ia enggan.
Salah satu alasan kenapa Aoi malas berurusan dengan geng tersebut adalah karena kehadiran Aldrian yang baru kemarin lengser dari jabatan ketua geng tersebut. Entahlah untuk ketua yang sekarang Aoi tidak tau. Bukan urusannya juga.
"Yi, gue mau ngeluarin juga loh." sepertinya Aldrian belum mau menyerah, tapi Aoi masih sama tidak mau menanggapinya.
Aoi tetap tak mau menanggapi Aldrian yang terus-terusan memanggilnya, beberapa dari mereka bahkan menggoda Aoi. Cewek itu fokus menghitung uang kas yang baru saja ia terima.
"Yi-"
"Nama gue Aoi, bangsat!" Aoi menatap kesal pada Aldrian.
Bukannya marah Aldrian malah tertawa keras.
Sebelum berbalik, Aoi sempat melihat pada salah satu cowok yang juga tengah menatapnya lekat.
"I love you full Oyi!" teriak salah satu dari mereka dengan menekankan kata Oyi.
Aoi berbalik dan mengeluarkan jurus andalannya. Acungan jari tengah.
Panggilan Oyi hanya untuk sahabat-sahabat dan orang terdekat. Aoi dulu sempat memarahi ketiga sahabatnya supaya berhenti memanggilnya Oyi tapi percuma, karena sampai kelas 11 pun ia tetap saja dipanggil Oyi.
Tbc!!
Find me on instagram sulhaadrmni
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA [SGS#2]
Teen FictionSegal series 2 Kita dilahirkan berbeda untuk bisa saling menyempurnakan.