Tiga Puluh

2.7K 197 13
                                    

Waktu kian berlalu dengan begitu cepat tanpa orang sadari, semuanya telah mengalami perubahan. Seperti halnya dengan pasangan Jeon yang kini tengah menatap lembut sepasang anak kecil yang berlarian dengan boneka di masing-masing tangan mereka.

"Sayang, bukankah Jungmin terlalu tinggi untuk anak seusia dirinya? Lihatlah, Minjung hanya sebatas bahunya sekarang" Pria yang lebih besar mengusap perut rata yang lebih kecil, keduanya tengah cuddling di gazebo belakang mansion sembari mengawasi kedua buah hati mereka yang akan memasuki usia lima tahun.

"Kau benar, Ggukie. Padahal Minjung termasuk tinggi untuk ukuran bocah kecil" Keduanya terkekeh saat melihat putra bungsu mereka merajuk dan si kakak yang berusaha membujuk adiknya yang melengos pergi.

"Sifat Minjung mirip denganmu, Sayang" Jimin mengangguk membenarkan, dia memang mudah merajuk dan manja.

"Benar. Itu adalah gen-ku, Ggukie" pria manis itu berucap dengan bangga, senyum pongah membuat pria dibelakangnya terkekeh, mencubit hidung kecilnya yang selalu membuatnya gemas itu. Mancung namun mungil.

"Mommy!! Hyungie nakal!! Minjung ndak suka! Huh!" Keduanya menatap anak kecil yang bersidekap dada menatap sengit anak lainnya yang sedikit terkekeh geli.

"Aigo, apa yang Hyungie lakukan, hm?" Pria manis itu mengangkat tubuh kecil buah hatinya dan mendudukkannya di pangkuan, menguyel pipi bulat yang kian mengembung saat bibirnya mengerucut.

"Hyungie ingin mengigit pipi Minnie, Minnie nda mau! Nanti sakit!" Jemari kecil nan mungilnya mencubit gemas tangan Daddy-nya yang masih melingkari perut Mommy-nya.

"Minnie, berhenti mencubit tangan Daddy" Kini tangan besar itu ikut meraih tubuh kecil si bungsu tanpa kesulitan.

"Daddy! Ayo bermain bola!" Dari kejauhan, putra sulungnya melompat kecil dengan tangan yang melambai kearahnya dengan senyum lugu. Jeongguk tersenyum kecil, melepaskan rengkuhannya dan berlalu menuju si kecil yang tengah memainkan bola besar dengan tangannya.

"Siapa yang menang, akan mendapatkan ciuman dari Mommy dan Minnie" Keduanya bertatapan sengit, merebutkan sesuatu sebagai hadiah dalam permainan sudah menjadi hal yang biasa. Jeongguk ingin mengajarkan pada putranya jika semua akan didapatkan dengan usaha, tidak bisa datang dengan sendirinya.

Pertandingan antara anak dan ayah itu menjadi tontonan seru bagi kedua orang yang sibuk berteriak menyemangati dari gazebo dengan ditemani satu gelas jus jeruk yang dingin. Beberapa cemilan turut masuk ke dalam perut keduanya, berteriak itu membutuhkan tenaga, dan tenaga didapatkan dari makanan. Itulah jawaban keduanya saat ditanya.

"Mom, siapa yang akan menang kali ini?" Bocah cilik itu bertanya dengan tangan yang seantiasa mengambil makanan ringan berupa keripik kentang kesukaannya, matanya menatp setiap pergerakan bola yang ditendang kesana-kemari.

"Tentu saja Jungie Mommy yang akan menang" Pria manis itu terkekeh kecil, mengusak surai cokelat putra manisnya itu. Sesekali akan memberikan cubitan kecil pada pipi menggembung akibat makanan yang masuk ke dalam mulutnya.

Sore hari yang cerah terasa begitu hangat dengan kebersamaan keluarga, Jimin mendongak menatap langit biru yang berhiaskan awan-awan putih, tersenyum kecil hingga mata indahnya menyipit membentuk sebuah garis melengkung bagaikan bulan sabit. Senyum tulus yang hanya diperlihatkan pada beberapa orang terdekatnya. Senyum manisnya begitu mahal, dan membutuhkan waktu yang begitu panjang untuk dapat melihat pancaran ketulusan dan keluguan dari pria manis itu.

Dan kemahalan itu menurun pada kedua buah hatinya yang sangat jarang tersenyum pada orang luar. Dua bocah Jeon itu begitu dingin dan tak tersentuh, sifat yang mereka dapatkan dari kedua orang tuanya, dan didukung dengan dunia kotor dimana pasangan Jeon itu berkecimpung.

Mᴀғɪᴀ Jᴇᴏɴ (KᴏᴏᴋMɪɴ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang