Setelah satu tahun lamanya bersama dengan Ken sebagai seorang sahabat, setelah sekian banyaknya bulan, hari dan waktu yang ku lalui bersama dengan Ken, sedih, susah, senang Ken selalu ada di sampingku.
Ken selalu menguatkanku ketika aku sedang terpuruk, Ken selalu menghiburku ketika aku berada dalam kesedihan. Dan berkat perlakuan Ken lah, secara tidak sadar aku sudah mulai mencintainya.
Ya sejak saat ini, kami kelas XI, aku baru menyadari perasaanku terhadap Ken.
Di malam-malam yang sunyi seperti ini, seperti biasanya aku berdiam diri di kamarku, sambil berbaring. Pikiranku selalu di penuhi akan pembeleaan Ken kepadaku.
Setelah membayangkan Ken dalam otakku, hatiku pun jadi ikut-ikutan joget gak karuan. Aku merasakan seketika itu pula detak jantungku berdegup dengan sangat cepatnya.
Tiba-tiba dalam hatiku berucap "Kenapa tiba-tiba aku gugup gini ya kalau lagi keingat sama Ken? Apa jangan-jangan aku diam-diam mencintai Ken?"
Ah pikiran macam apa ini? Bagaimana mungkin aku mencintai sahabatku sendiri? Tapi biar bagaimanapun nulutku menyangkal perkataan hatiku, hati tak akan pernah berbohong soal rasa. Dan ya, benar adanya bahwa aku mencintai Ken.
***
Di kelas XI, hari-hari ku jalani seperti biasanya. Mendapatkan hinaan dari Ranti, dan teman-teman kelasku yang juga ikut-ikutan membullyku, selalu berhadapan dengan pertengkaran kedua orangtuaku yang tak pernah usai sampai saat ini.
Hingga pada akhirnya, dipertemukanlah aku dengan hari dimana hari itu merupakan hari yang paling aku benci selamanya, bahkan saat itu juga aku memutuskan untuk pergi dari rumah dan paling parahnya, aku bahkan mencoba untuk melakukan bunuh diri.
Hari yang ku benci itu bukanlah hari ketika aku di bully habis-habisan oleh Ranti dan teman-teman lainnya, tapi karena orangtuaku memutuskan untuk bercerai pada hari itu pula.
Aku menangis sejadi-jadinya, dan bahkan saking patahnya aku bahkan sempat menyalahkan diriku sendiri atas kejadian perceraian orangtuaku. Aku mengurung diri di kamar ku. Bahkan melarang siapapun untuk masuk.
Tangisku pecah, hingga tersengar suara ayah dan Ken yang memanggilku berkali-kali dari balik pintu kamarku, tapi tak ku respon sama sekali. Sungguh aku terhanyut dalam kesedihanku waktu itu.
Sampai-sampai otakku tak bisa lagi berpikir jernih, yang kurasakan saat itu akulah orang yang paling tersakiti dibalik perceraian kedua orangtuaku. Padahal kalau dipikir-pikir sekarang, mungkin perceraian waktu itu adalah jalan terbaik untuk kedua orangtuaku, karena berkat perceraian itu, mereka tidak lagi bertengkar dan membuatku merasa tertekan.
Di setiap pertengkaran mereka selalu akulah yang di pojokkan. Tapi maklumlah karena waktu itu pikiranku masih belum terbuka sepenuhnya, hingga membuatku buta akan kebenaran yang seharusnya ku terima dengan lapang dada.
Setelah sejam aku menangis dan menguru diri di kamar, aku berpikir untuk pergi dari rumah, dan seketika itu pula aku langsung keluar kamar kemudia pergi dari rumah.
Ayah memanggilku, berusaha untuk mrncegatku namun tak ku gubris sedikitpun. Aku terus melangkah keluar rumah, suara ayah berteriak memanggil namaku dan bertanya kamu mau ke mana Kinan.
Tanpa ku sadari, ternyata Ken mengejarku, apa ayah yang memintanya untuk mengikutiku aku pun tidak tahu. Yang ku tahu aku harus pergi dari rumah, pergi kemana aku juga tidak tahu. Aku terus berjalan secepat mungkin dengan kekuatan yang ku punya, hingga tak ku sadar,
Ken agak sedikit berlari agar jalannya seimbang denganku. Di sela-sela perjalananku, Ken berusaha untuk menghentikanku dengan meraih tanganku, tapi ku singkirkan begitu saja dan aku terus berjalan dengan air mata yang selalu mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kinanti (Stay Strong For Your Self)
Ficção AdolescenteKinanti Eka Pratiwi, akrab dipanggil Kinan. Yang menjalani kehidupannya sehari-hari dipenuhi dengan lika liku. Setiap hari yang di jalani Kinanti, penuh dengan luka yang selalu menggores hati. Entah sampai kapan Kinanti akan mengalami hal sesulit in...