Irene berjalan perlahan, mengekor di belakang seseorang yang tengah berjalan di depannya. Kakinya melangkah masuk melewati gerbang besar sebuah rumah. Rumah yang sempat disebutkan oleh wanita yang sedang menuntunnya itu. Wanita dengan rambut merah dengan mata kucingnya.
Kedua tangan Irene saling bertautan sembari berjalan, menunjukan bagaiamana gugupnya dia sekarang.
"Jangan bicara apapun. Mereka bisa tahu kalau kau orang asing jika kau berbicara," ucap wanita di depan Irene dengan datar. Suaranya terdengar dingin, ketus. Dan itu yang ke sekian kalinya dia mengatakan jika Irene harus diam dan tidak diizinkan untuk berbicara.
Irene mengangguk. Tidak menjawab bukan berarti dia benar-benar patuh menuruti perintah wanita dengan rambut merah itu, hanya saja dia juga tak suka banyak bicara dengan orang lain. Terlebih, orang aneh yang baru dikenalnya ini.
Langkah kaki wanita itu menuntun Irene untuk memasuki sebuah ruangan dengan pintu yang berwarna keemasan. Keduanya masuk ke sana dalam diam, tanpa ada sepatah kata pun yang keluar. Sebelum akhirnya saat pintu tertutup, satu di antaranya tersenyum dengan lebar. Manis.
"Maaf kalau menakutimu. Aku juga tengah ketakutan, karena membawamu kemari. Aku Seulgi." Wanita dengan rambut merah tersebut menyebut namanya. Raut wajahnya benar-benar berubah, berbanding terbalik dengan yang sebelumnya dia tunjukan.
Irene terkejut sesaat, matanya dikedipkan berkali-kali. "Ah, aku Irene," jawabnya pelan.
"Tidak apa-apa, kau hanya tidak boleh bersuara jika di luar rumah ini. Karena Dia hanya bisa mendengar suaramu jika di luar sana," jelas Seulgi.
Irene mengerutkan dahinya. "Dia? Siapa?"
"Di atas sang penguasa. Sang pemimpin," jawab Seulgi begitu tegas.
Irene terdiam. Tidak mengerti dengan apa yang sedang dibahas oleh wanita di hadapannya tersebut. Tetapi juga menaruh curiga, membuatnya berwaspada.
"Tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu ditakuti selama kau tidak bertemu dengannya," ucap Seulgi sembari berjalan duduk di sebuah kursi yang ada di sana. "Selain Dia, kau juga harus menghindari dua pria yang sempat bertemu denganmu tadi. Mereka bisa menyeretmu ke dalam masalah. Bahaya."
"Tunggu, aku masih tidak mengerti dengan apa yang kau bicarakan. Siapa kalian sebenarnya? Kenapa bersikap seolah aku berada di tempat yang tidak biasa?" tanya Irene penasaran. Kakinya melangkah cepat, mengikuti Seulgi untuk duduk di kursi yang berhadapan.
"Ah, benar, kau tidak tahu apapun. Ini Kythiria, kerajaan kami. Satu yang harus kau tahu, kami bukan manusia sepertimu." Seulgi sudah mengubah raut wajahnya, begitu serius.
Tidak terkejut. Irene memang sudah sadar ada yang aneh di sana sejak awal. Selain itu, sejak dulu dia juga percaya jika hal seperti ini ada. Kehidupan lain yang dihuni oleh selain manusia.
"Jadi, siapa kau? Maksudku siapa kalian? Ah, atau mungkin lebih tepatnya bukan siapa, tapi kalian ini apa?" tanya Irene menyelidik.
Sekarang yang terkejut malah Seulgi. Tidak menyangka jika Irene akan sebiasa itu mendengar penjelasannya barusan. Ini bukan kali pertama seorang manusia datang ke sana secara tidak sengaja. Dan yang Seulgi tahu, responnya tidak seperti ini saat dijelaskan. Setidaknya ketakutan, atau sekedar terkejut, atau setidaknya mentertawakan seperti lelucon. Tapi yang dilakukan Irene adalah wajah datar? percaya? mengiyakan?
"Vampire? werewolf? Goblin?" tanya Irene dengan alis yang sudah terangkat. Jujur saja, Irene penasaran dan tertarik secara bersamaan. Dia suka hal seperti ini. Tetapi wajahnya masih sama, terlihat biasa saja, terkesan datar.
Seulgi menggeleng dengan mulut yang masih tertutup rapat. "Diam," ucap Seulgi saat Irene berniat membuka kembali bibirnya. Seulgi menaruh satu telunjuk di permukaan bibirnya sendiri, mengisyaratkan Irene untuk kembali diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAPPED LOVE THE PEGASUS
Hayran KurguPegasus dan Unicorn? Irene percaya jika hal yang sering dikatakan sebagai mitos itu benar adanya. Namun, dia tak pernah menyangka jika dia bersama Lilac harus masuk ke dalam dunia yang selalu dipenuhi dengan beberapa hal yang membuat mata membulat t...