❇ ℙ𝕣𝕖𝕝𝕦𝕕𝕖

851 119 5
                                    

»»————>✾✾✾<————««

"Pergi sana! Ini wilayah kami!"

Duukk!

Lelaki yang barusan ditendang kakinya itu hanya menatap nanar beberapa pemuda yang mengerubuti sebuah paket yang agaknya terjatuh, berisikan beberapa potong roti yang dibungkus kertas koran.

Mereka memperebutkan makanan itu seolah tak ada hari esok.

Ia yang terusir dan seorang diri, tak berani berujar ingin meminta barang sedikit saja, atau ia akan dipukuli---dikeroyok, lagi.

Memilih menjauh dari segerombolan pemuda lusuh itu, lelaki itu berjalan seraya menepuk-nepuk beberapa bagian baju lusuhnya yang kotor akibat dihajar.

Dia kelaparan, kedinginan, kesakitan, tanpa seorangpun di sisinya.

Dia Chris---pemuda 24 tahun yang kehilangan segalanya kecuali nyawa dan sehelai baju yang melekat di badan.

Pengeboman itu, menghancurkan hidupnya, masa depannya yang terancang apik di depan mata.

Hingga langkahnya yang letih membawanya menaiki sebuah gerbong kereta tua yang akan membawa penumpangnya menuju pinggiran kota---tempat orang buangan berada.

Ke sana lah, tujuan Chris satu-satunya.

Mendudukkan diri di kursi kereta yang dingin, Chris meremas perutnya yang lapar. Ia belum makan sejak kemarin.

Ia berusaha menahannya, seperti yang biasa ia lakukan, tapi gagal tatkala sepotong roti yang nyaris berjamur tersodor di depannya.

"Ambillah. Kau pasti lapar,"

Seorang gadis dengan pakaian kasual cukup lusuh, menatapnya kasihan.

Chris ingin menolak, namun perutnya yang kembali berbunyi rupanya enggan diajak berkompromi.

Dengan ragu dan juga malu, Chris pada akhirnya menyambutnya.

"Terimakasih,"

"Terimakasih nya lain kali saja. Yang terpenting yang harus dilakukan oleh orang-orang seperti kita adalah melarikan diri dari tanah Jahannam ini," Tanpa izin, si gadis telah mendudukkan diri di bangku bersebelahan dengan Chris yang kini tengah menyuapi dirinya sendiri dengan agak rakus.

"Pelan-pelan saja makannya, tidak ada yang ingin mengambilnya darimu," Si gadis terkekeh kecil.

Chris tertegun malu, lalu melambatkan kunyahan nya yang bisa dibilang tergesa, "Maaf,"

"Kenapa meminta maaf?" Ia berujar lembut, terkekeh singkat. "Omong-omong, kita belum berkenalan. Aku Hazel, dan kau?"

Spontan Chris berhenti makan. Tidak, ia tidak terkejut dengan uluran tangan si gadis yang mengajaknya bersalaman, melainkan karena pertama kalinya ada orang yang mau mengenalnya lagi setelah selama ini ia dibuang, dikucilkan, ditendang dan dimaki.

Chris menatapnya lamat, meragu sejenak.

Hingga akhirnya ia memutuskan meraih uluran tangan yang berhias luka dan lebam itu tuk dijabatnya.

"Chris. Namaku Chris."

Si gadis tersenyum, "Nama yang bagus, Chris."

"Kau hanya sendiri?" Hazel mulai mengajaknya bicara ketika Chris nampak sudah menghabiskan rotinya.

Pertanyaan itu basa-basi sebenarnya. Toh, untuk apa menanyakan hal yang sudah jelas?

Dilihat dari segi manapun, Chris seperti gelandangan.. Yang tampan.

Ekhem, lupakan. Pun itu tak ada bedanya dengan dirinya yang juga seorang gadis yang merupakan korban dari pengeboman.

"Iya. Aku hanya sendiri," Chris akhirnya menjawab.

Sunyi. Hanya deru cerobong uap yang terdengar nyaring dan orang-orang di dalam kereta yang berisik.

Kecanggungan mendadak melanda karena Chris tak berniat membangun suasana percakapan yang hangat, sementara Hazel yang sibuk memikirkan topik apa yang harus dibahas pada pria di samping nya ini.

"Chris,"

"Hazel,"

Mereka memanggil bersamaan. Sebuah kebetulan yang betul.

"Ah, kau saja dulu" Kata Hazel.

"Tidak, kau dulu" Balas Chris.

"Baiklah," Gadis itu menarik nafas gugup terlebih dahulu. "Apa rencana mu setelahnya jika tiba di peron pemberhentian nanti?"

Itu pertanyaan sederhana, tapi berhasil membuat Chris terdiam karenanya.

Benar. Apa yang akan Chris lakukan setelah sampai di sana?

Ia tak punya uang, tak punya harta. Hanya selesai baju yang dipakai dan nyawa.

Tanpa sadar, ia melamun.

"Chris?" Gadis itu kembali memanggilnya.

"Eh, y-ya?"

___________________________________

GERBONG KERETA, CERITA KITA
___________________________________

GERBONG KERETA, CERITA KITA {On Going}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang