52. Tentang Kepercayaan

3.4K 682 70
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji 2” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.

“Kami kembali untukmu. InsyaAllah, setelah ini, Senja dan Daffa bahagia bersamamu.”

***

Kedatangan ambulan di depan ruang UGD membuat para perawat bergegas menghampiri, saat pintu belakang mobil ambulan terbuka, petugas menurunkan brankar di mana seorang perempuan terbaring tak berdaya, merintih kesakitan sedang napasnya satu-satu, sulit untuk menghela.

“Mentari.” Galih mendekati dengan linglung, mengikuti brankar yang membawa Mentari ke sudut ruangan, wajah perempuan itu sangat pucat. “Mentari, aku di sini. Jangan takut. Aku ada di sini.”

Galih mengenali lelaki yang ikut mendorong brankar, Irvan asisten pribadinya. “Apa yang terjadi? Apa yang terjadi pada Nyonya?”

“Dia jatuh pingsan, Tuan. Saat ingin keluar dari rumah, Nyonya Haifa tiba-tiba saja tidak sadarkan diri.” Irvan memundurkan langkahnya saat Herman, dokter pribadi Haifa datang. “Tuan Bima juga ada di sini,” beritahunya kepada Galih.

Galih melihat sosok Bima yang mengikuti ke rumah sakit. Lelaki itu tidak melangkah masuk, hanya terdiam di depan pintu masuk UGD, menyaksikan Haifa mendapatkan pertolongan pertama, melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana paniknya para perawat dan Dokter menyelamatkan nyawa Haifa.

“Tolong minggir sebentar Galih, biar aku yang menangani Haifa,” ucap Herman, mendorong mundur Galih, sedangkan para perawat memindahkan tubuh Mentari ke atas ranjang.

“Mentari… Haifa…” panggil Galih lagi.

Namun panggilannya tak digubris. Perempuan itu terus mengerang kesakitan, meringkuk dan memeluk perutnya, sesekali dia terengah sehingga perawat dengan cepat memasang selang oksigen membantunya untuk bernapas. Galih merasa tak berdaya, merasa tidak berguna dan hanya bisa menyaksikan Mentari menderita oleh rasa sakitnya.

“Tidak bisa seperti ini,” ucap Herman, dia selesai memeriksa kondisi Haifa. “Dia harus menjalani operasi secepatnya. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan Haifa. Galih, dengan sesal aku harus memberitahu kamu. Haifa harus menerima donor hati besok, kalau tidak dia tidak akan bertahan.”

Galih terdiam. Galih dilanda dilema hebat. Merasa kosong. Dia berjalan mendekati putra semata wayangnya. Pastilah Bima juga mendengar perkataan Herman yang mengatakan nyawa Haifa tidak bisa diselamatkan, kecuali dengan operasi transplantasi hati.

“Bima, apa yang harus Papa lakukan?” tanya Galih putus-asa.

Pandangan Bima masih mengarah pada Haifa. Tidak menyadari Galih mendekati, baru tersadar saat Galih menarik tangannya, memegang lingkar lengannya dengan erat.

Surga Di Balik Jeruji | SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang