🕊. ―fourty sixth

188 32 38
                                    

Langkah kakinya tak melambat, Sojung terus menyusul suaminya yang berlari membawa Fany ke ruang IGD di lantai satu. Saat sampai, Sojung mengatur napasnya.

Dia melihat Seokjin membaringkan Fany di atas ranjang, setelahnya pria itu menyingkir, memberi jalan dokter, asistennya dan perawat yang hendak memeriksa keadaan Fany.

Seokjin menjelaskan dengan sebaik-baiknya, bahwa Fany begini karena alerginya kambuh. Gadis delapan tahun itu memiliki alergi terhadap gurita yang terdiagnosis sejak kecil. Alerginya kembali saat ini, karena anak itu tak sengaja memakan makanan yang rupanya mengandung daging gurita.

Dokter mengerti, kemudian mulai memberi penanganan pada Fany. Seokjin mundur ke belakang, berpindah posisi menjadi di samping Sojung. Suami dan istrinya itu menatap khawatir Fany saat ditangani Dokter.

Fany banyak ditanya, segalanya juga dilakukan pada Fany. Sojung dan Seokjin tahu, Dokter pasti memberikan penanganan yang tepat. Jadi, saat Dokter bilang, "Tidak apa-apa, ini bisa kami atasi."

Kedua orang tua itu menghembuskan napas lega. Asisten yang dari tadi bersama Dokter, langsung menjelaskan apa-apa saja yang mungkin dan memang terjadi pada Fany. Asisten Dokter juga mengucapkan hal yang sama pada Dokter tadi. Dia bilang, "Alerginya masih bisa diatasi. Fany hanya perlu diberi cairan infus dan istirahat setengah total agar masa pemulihan dapat dicapai dengan cepat."

Seokjin dan istrinya sama-sama mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Pria itu memerhatikan Fany, yang perlahan mulai memejamkan matanya.

Saat itu juga, Seokjin menarik tangan Sojung. Wanita itu awalnya terkejut, dia ingin berteriak, dan meminta Seokjin untuk melepaskannya. Namun, Sojung tidak seberani itu. Sojung memilih untuk terus mengikuti kemana langkah Seokjin membawanya pergi.

Saat langkah kaki suaminya berhenti, Sojung langsung menundukkan kepalanya. Dalam pikirannya, Sojung menebak bahwa tak lama lagi Seokjin akan memarahinya. Dia menguatkan dada dan telinganya agar tidak terlalu terkejut. Ini sudah bisa diprediksi, tak seharusnya hal yang akan terjadi nanti menjadi hal yang mengejutkan untuk Sojung.

"Sejak kapan kamu suka masak makanan yang nggak biasa Fany makan? Mengandung gurita lagi makanannya?" tanya Seokjin. Nada suara pria itu masih stabil, sama sekali belum berubah, apalagi meninggi.

Lantas, Sojung memberanikan diri untuk menatap mata suaminya. Dia menjawab, "Bukan aku yang masak. Aku beli makanan dari luar, sepulang aku ke rumah dari rumah sakit tadi siang."

"Kamu ... beli makanan sembarangan di luar?" tanya Seokjin, kali ini terasa lebih menakutkan untuk Sojung―meski Seokjin belum meninggikan nada suaranya.

"Aku ... nggak, aku nggak beli makanan sembarangan. Aku beli di resto, bukan di pinggir jalan," jawab Sojung. "Aku beli itu karena aku lagi pengen makan makanan Jepang. Aku tambah beli takoyaki itu karena aku pikir, takoyaki punya mereka enak. Lagipula aku juga nggak bisa milih topping dan isi di dalam kue itu. Aku―"

"Lagipula?" Seokjin memotong ucapan Sojung dengan mengulang potongan kata yang istrinya itu ucapkan. "Kamu mau lepas tanggung jawab? Kamu mau cuci tangan atas kesalahan kamu dengan alesan kamu nggak bisa pilih isi dari takoyaki yang kamu beli?"

Sepertinya, Sojung telah salah berucap. Dia menyumpah-serapahi dirinya sekarang juga di dalam hati. "Nggak, bukan gitu maksudku. Aku nggak akan angkat atau cuci tangan atas kejadian ini―"

"Bagus! Karena kamu harus tanggung jawab atas apa yang terjadi sama Fany!" tekan Seokjin.

Sojung memiringkan kepalanya, senyumannya menyungging. Apa-apaan ini? Seokjin memperlakukannya seperti dia adalah seorang penjahat dan sudah melakukan kesalahan yang amat besar. "Tanggung jawab apa? Kesalahanku terlalu fatal? Sefatal apa kesalahanku sampe kamu ngomong seolah-olah aku ini orang yang jahat banget, yang niat buat nyakitin Fany, habis itu pergi ... cuci tangan dan bersikap seolah-olah aku nggak ngelakuin apapun."

"Emang iya 'kan, kamu kayak―"

"Aku nggak kayak gitu!" tukas Sojung sambil menatap wajah Seokjin dengan tegas. Tuduhan tak berdasar Seokjin, sudah cukup menghabiskan kesabarannya.

Sementara Seokjin makin melebarkan matanya, dia menghela napas sebelum berkata, "Berani kamu bicara begitu sama suami kamu?"

"Jelas berani!" jawab Sojung. "Aku punya hak untuk membela diriku atas tuduhan nggak berdasar yang kamu kasih ke aku!"

"Sojung!" Seokjin spontan menampar pipi Sojung lantaran merasa kesal atas reaksi yang wanita itu tunjukkan. Tamparannya tidak begitu kencang, namun itu cukup mengejutkan Sojung.

Sampai akhirnya wanita itu mengeluarkan air mata di penghujung matanya. Dia menatap Seokjin dengan tatapan tak percaya. "Ini ... pukulan pertama yang kamu kasih ke aku. Kamu mau tau rasanya? Kamu pikir pipi aku yang kesakitan? ... nggak, Seokjin! HATIKU LEBIH SAKIT KARENA KAMU TEGA SAMA AKU!"

"Aku begitu karena―"

"KENAPA, SIH? Kenapa kamu segitu sayangnya Fany? Kenapa kamu lebih sayang sama keponakan kamu dibanding aku dan Hani? KENAPA?" tanya Sojung dengan nada suara bergetar. Dadanya tiba-tiba sesenggukan, karena sempat menahan tangisannya.

"Kalau begitu justru kamu yang nuduh aku tanpa alesan, bukan aku," kata Seokjin.

"Aku punya alesan! Aku bilang itu dengan dasar! Waktu Hani demam tinggi, kamu ada panik? Kamu khawatir sama dia? ... Nggak! Ayah macam apa kamu?" Sojung menjeda ucapannya, saat itu dia melepaskan tangisannya beberapa saat. "Aku minta kamu untuk anter aku ke rumah sakit ... kamu langsung bangun? Nggak juga! Kamu masih santai, senderan di kepala ranjang. Alesannya ... kamu nyuruh aku untuk ngukur suhu badan dulu."

"Cuma gara-gara itu kamu nuduh aku cuma sayang sama Fany?" tanya Seokjin.

"Selama Hani di rumah sakit, kamu pernah jagain dia? Kamu dateng ke sini cuma buat ngerjain tugas kamu, Hani nggak pernah kamu jenguk, nggak pernah kamu ajak ngobrol padahal sesekali anak itu sadar," kata Sojung.

"Kerjaanku emang lagi banyak, Sojung!"

"Aku tau! Nggak usah kamu ngomong pun aku tau ... Hani emang nggak pernah dapet kasih sayang tulus dan penuh dari Ayahnya. Dia cuma dapet kasih sayang dari aku, Ibunya."

"Aku nggak pernah beda-bedain kasih sayang aku ke Fany dan Hani. Kalaupun benar begitu, harusnya impas 'kan? Fany dapet dari aku, Hani dapet dari kamu. Tapi sayangnya itu nggak bener, mereka berdua itu anak-anakku, mereka berhak dapet kasih sayang yang sama."

Sojung menjeda tangisannya sesaat, lalu menatap Seokjin seksama. "Fany anak kamu? Kamu selingkuh sama kakak ipar kamu? Kamu ngekhianatin kakak kamu? ... dan Fany, Fany itu anak kamu dari hasil pengkhianatan kalian?"

"SOJUNG!"

PLAK!

"BERANI-BERANINYA KAMU NUDUH AKU DENGAN TUDUHAN KAYAK GITU! KAMU GILA?" Seokjin meninggikan nada suaranya, menatap marah pada Sojung. Wajahnya berubah merah, lantaran benar-benar marah atas apa yang telah Sojung ucapkan.

A/N;
authornya apaan si, masa berantem di rumah sakit😭😭😭 ngegantung lagi, hoho:D

sorry gais, seru abisnya ngegantungin kalian. ―just kidding, peace✌😁

[2] Emotions; Sowjin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang