XXI - DUA PULUH SATU

165 35 7
                                    

Mina menunggu sopir yang akan menjemputnya di halte yang tidak jauh dari sekolah. Nayoung baru saja naik ke dalam bus dan meninggalkannya sendirian. Gadis itu melirik jam tangan dengan tidak sabar sembari terus membasahi kerongkongannya yang kering dengan air lemon dari botol minum yang dibawanya.

Ia mengusap keringat terakhir di dahinya. Napasnya sudah teratur. Rasanya sudah lama sekali sejak ia terakhir kali berolahraga seintens barusan. Ia, Sejeong, dan Nayoung baru saja selesai latihan three on three di lapangan indoor sekolah dibantu oleh Chanyeol.

Meskipun Nayoung merupakan anggota klub basket, sahabatnya itu dapat digolongkan ke dalam kelompok amatiran. Ketika pernah menanyakan alasan Nayoung memilih klub basket, dengan santainya gadis itu menjawab bahwa ia ingin terlihat keren di mata Pak Seunggi.

Mina tertawa dalam hati. Sejeong bilang itu karena Nayoung pernah tidak sengaja memasukkan bola basket ke dalam ring saat perhatiannya tertuju pada Pak Seunggi. Gadis itu mengangguk sedikit.

Yah ... Nayoung memang tipe orang yang seperti itu.

Matanya memandang ke depan. Deretan lampu di toko-toko pinggir jalan membuat pemandangan malam itu lebih berwarna. Ia bukan takut gelap, ia hanya tidak suka sendirian.

Pikirannya kemudian beralih pada Hana dan Sally serta ide konyol mereka tentang pertandingan three on three. Bukan berarti dengan berlatih hanya beberapa hari menjelang hari yang ditentukan bisa tiba-tiba membuat perubahan yang berarti. Ia tahu.

Bagaimana jika kami kalah?

Pertanyaan itu terus berputar di benaknya. Bukan ia yang dirugikan jika itu terjadi, tapi Sejeong. Mina tak habis pikir, kenapa gadis yang baru dikenalnya tiga bulan belakangan itu terlihat selalu mengemban sesuatu yang berat di pundaknya. Saat ini pun, hanya Sejeong yang masih terus berlatih bersama Chanyeol sedangkan ia dan Nayoung memutuskan menyerah dan pulang lebih dulu.

Bukan berarti ia dan Nayoung tidak serius melakukan latihan ini. Mereka hanya menyadari batasan tubuh mereka. Staminanya jelas kalah jauh jika dibandingkan dengan Sejeong yang atletis. Namun, seandainya saja Hana dan Sally mengajukan lomba cerdas cermat, ia yakin otaknya akan lebih bisa diandalkan.

Ketika Mina begitu sibuk dengan pikirannya, tidak jauh dari tempatnya duduk, seorang laki-laki tidak sengaja menyadari sosok gadis itu yang berada di bawah sinar lampu jalan yang terang. Sebuah senyuman terlukis di bibirnya ketika melihat Mina.

"Hyung-nim, kamu tidak keberatan kan kalau aku mengambil kesempatan ini untuk lebih dekat dengannya?" tanya Guanlin sembari melangkah menuju Mina.

Laki-laki yang ditanya terkejut dengan perubahan mendadak arah langkah mereka. Ia melihat Guanlin yang justru menjauh ke arah kiri, alih-alih ke kanan menuju rumah. Sehun kemudian memutuskan menyejajarkan langkah dengan Guanlin. Keningnya berkerut.

"Mau ke mana?"

"That girl. Aku ingin berkenalan dengannya. Kamu tidak akan memusuhiku karena ini kan? Bagaimana pun juga kita harus bersaing secara fair. Kamu setuju soal ini, kan? Aku mengenalmu dengan baik, Hyung-nim. Karena kemarin kamu tidak mau memberitahuku namanya, aku akan menanyakan langsung padanya." Guanlin menjelaskan panjang lebar sembari menepuk punggung Sehun yang berjalan di sebelahnya. Matanya tetap tidak lepas dari Mina.

Sehun mengangkat alis. Mencoba berpikir. Matanya lalu mengikuti arah pandang Guanlin dan menemukan Mina yang duduk di halte bus tidak jauh dari mereka saat itu. Ia kemudian menoleh kembali pada Guanlin.

"Mina? Kenapa aku harus keberatan?" tanya Sehun tidak mengerti.

"Mina? Namanya Mina?" Laki-laki itu mendadak berhenti lalu menghadap Sehun di sampingnya. "Hyung-nim! Seharusnya kamu jangan memberitahuku lebih dulu! Aku kan mau mendengar namanya langsung darinya!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Vanila - SejeongxSehun [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang