Selamat datang, selamat membaca.
***
Beberapa saat tadi Zealire dan Doxi sudah mengambil waktu untuk beristirahat. Sekarang mereka telah menyelesaikan makan pagi sederhana dan akan melanjutkan mencari peta. Di samping itu Zealire juga berharap jika nanti di jalan bertemu dengan Shaq.
Mereka berdua berjalan ke arah barat sesuai instruksi dari Zealire. Tidak tahu persis di mana letak peta tersebut, membuat tercipta sedikit kesulitan untuk cepat sampai di tempatnya. Apalagi di dalam kondisi negeri yang seperti ini. Mana tahu ada perampok tiba-tiba menghadang.
Memikirkan hal-hal yang mengerikan membuat napas Zealire sedikit tercekat dan memperlambat gerak kaki. Doxi sudah berada lima meter darinya, tetapi dia malah memperlambat langkah. Ternyata takut hal yang cukup menyusahkan, jika dipikir-pikir.
Sementara Doxi menoleh ke arah samping, tidak ditemui Zealire di situ. Dia melihat ke belakang, lalu berdecak sebal menyaksikan kelambatan perempuan itu.
"Bisakah kamu lebih cepat? Kurasa punggungku tidak siap jika harus menggendongmu." Suara Doxi terdengar sedikit keras.
Tidak ingin membuat pria itu dipeluk emosi, Zealire memanjangkan langkah. Dia harus bisa melawan rasa takut dan mulai terbiasa dengan situasi di sini. Kalau bukan karena Xylo yang sudah berbaik hati membelinya, dia tidak akan bersedia menginjakkan kaki di Bleedpool.
"Apakah kamu tidak pernah berjalan sejauh dan secepat ini sebelumnya?" Doxi bertanya ketika Zealire sudah berada di sampingnya.
Zealire berpikir singkat, lalu menggeleng. Selama dia bekerja dulu, tidak pernah dia berjalan sejauh ini. Meski orang bilang pekerjaannya rendah, tetapi sang tuan masih memiliki hati untuk mengizinkan Zealire bepergian dengan kuda jika jarak yang ditempuh jauh.
"Kenapa ada yang menyuruh orang tidak berpengalaman menjelajah negeri setan ini? Menjengkelkan." Terus saja Doxi menggerutu. Lama-lama Zealire ikut kesal jika harus mendengarkan ocehan itu.
Maka dari itu, Zealire berkata, "Kalau kamu tidak tulus menolongku, lebih baik hentikan saja. Ocehanmu sangat mengganggu, asal kamu tahu."
"Bagaimana kubiarkan perempuan baru sepertimu berjalan sendiri di negeri ini?" Pertanyaan Doxi tidak dijawab oleh Zealire. "Kamu pasti pernah dengar kalau terkadang sebuah ketulusan berasal dari paksaan yang menjadi kebiasaan. Yah, mungkin saja aku bisa menerapkan kalimat itu. Aku juga tidak sebejat orang-orang di sini." Dia melanjutkan kalimatnya.
Zealire sedikit merasa bersalah. Bukan masalah besar jika dia memberi kesempatan Doxi untuk membantunya. Hal baik memberi ruang untuk orang yang ingin berbuat baik, bukan?
"Baik. Kalau begitu, hentikan gerutuanmu."
Untuk sejenak, Zealire melupakan Shaq. Namun, setelah perbincangan dengan Doxi selesai, pria itu kembali terbang di dalam pikirannya. Doxi baik, tetapi Zealire masih mengharapkan kehadiran Shaq.
Sudah hampir dua jam mereka berjalan. Akan tetapi, belum ada sinyal kalau peta akan ditemukan. Zealire sangat kelelahan. Langkahnya kian melambat dan Doxi sadar dengan hal tersebut.
Mereka berada di pemukiman warga. Ini masih pagi dan sudah banyak orang mabuk yang berkeliaran serta beberapa preman mungkin. Memilih jalan aman, Doxi membawa Zealire duduk di gubuk yang sudah tak terpakai daripada datang ke toko yang dipenuhi oleh para pria.
Diperlakukan baik oleh Doxi membuat rasa tidak enak menyergap di hati Zealire. Mereka baru kenal, seharusnya Doxi tidak perlu sebaik itu. Ditambah, mencari peta ini tugas Zealire. Zealire merasa kalau sebaiknya Doxi kembali pulang saja dan dia akan mencari sendiri. Siapa tahu Shaq akan mencari Zealire nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLEEDPOOL: ZEALIRE VURBENT [SERIES 3]
Fantasía[SUDAH TAMAT] Zealire Vurbent harus melanjutkan misi mencari peta hanya dalam waktu tiga hari. Bleedpool bukan tempat yang ramah untuk disinggahi. Perampok, bajak laut, penjarah, pembunuh, pengedar, bahkan semua jenis pelaku kejahatan ada di sana. M...