Pertemuanku dan kamu bukan takdir Tuhan. Tuhan hanya menakdirkan kita untuk bersama dalam satu ikatan bernama pernikahan. Kita bersama karena pilihan yang aku jatuhkan padamu.
Di depan gedung restoran yang mewah aku mematung, pandanganku menjelajah ke segala arah. "Gue diundang ke pernikahan sultan mana sih? Gila, jarang banget yang ngadain nikahan di restoran ini," aku membatin.
Perlahan aku mulai memasuki gedung megah ini, dua orang laki-laki di pintu masuk menanyakan benda persegi panjang sebagai bukti kalau aku adalah tamu undangan. Aku mengambil kertas itu dalam tas ku, kertas yang memang ada dalam undangan yang aku terima untuk dibawa ke acara ini.
"Silakan, Bu," ucap salah satu laki-laki yang berjaga. Mempersilakan aku masuk ke ruang acara.
Aku takjub melihat dekorasi pelaminan ini, masih belum percaya jika temanku yang menikah dan menyelenggarakan acaranya semewah ini, sukses sekali dia. Padahal yang aku tahu, saat kuliah dulu yang paling tajir hanya Kak Shita. Dunia memang berputar, begitu pula nasib seseorang.
"Ra," tegur Laras yang baru sampai. Dia bersama bang Adi, bahkan Laras yang tinggal di Bandung sekalipun datang menghadiri acara pernikahan ini.
Laras memelukku, "kangen banget ih."
"Apa kabar?"
"Baik, lo sendiri?"
"Gue baik, lo Bang?" tanyaku pada bang Adi.
"Baik juga lah, kan gue yang ngurus, ngasih makan, gue sayang-sayang, gue empok-empok tiap malem, gue tete-in—" sebelum Laras selesai menyelesaikan ucapannya dengan cepat aku tepuk mulutnya pakai dompet yang aku bawa.
"Lama gak ketemu, istri lo makin gila, Bang."
"Gak apa-apa, gue masih sayang kok sama dia," ujar bang Adi. Laras langsung memeluk tangan bang Adi yang di gandengnya.
Aku mengernyit mendengar ucapan bang Adi. "Bucin lo! Kalian datang dari Bandung?" Laras mengangguk.
"Tadinya sih gue mau transfer aja kondangannya, tapi pas gue buka undangannya, ternyata di restoran ini, gue kaget dong. Gila temen kita ada yang ngadain acara di sini, kan aneh banget ya. Karena gue gak mau menyia-nyiakan, makanya gue datang. Yang gue denger masakan di sini enak-enak. Kapan lagi coba masuk restoran mewah? Lo juga sama kek gue, pasti karena lo tahu makanan di sini enak, makanya lo juga datang. Ah, seorang Haura mana mungkin gak ngiler sama makanan, iya, kan?"
"Itu lo tahu, fix kita emang sahabat." Aku dan Laras saling jabat tangan. Salah satu alasanku datang ke sini memang mengincar makanannya yang katanya enak, juga tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada, kapan lagi makan di restoran mewah.
"Ini berapa bulan?" Laras mengelus perutku yang kian membesar.
"Delapan. Lo lihat kaki gue pada bengkak gini," jawabku.
"Manusia macam apa yang berani bikin sahabat gue gendut. Mana pelakunya, dia gak ikut?"
"Ada kok, masih di parkiran."
Setelah itu aku lihat Kak Shita baru sampai, juga Nila masih dengan pacar yang sama, laki-laki bernama Dion. Mereka menghampiriku dan laras. Beberapa teman lain juga ada yang sedang makan, termasuk Arun yang datang menghampiri kita. Ada yang masih di parkiran sedang merokok. Hm, ini kondangan atau reunian?
Beruntung sekali tuan acara kali ini bisa dihadiri banyak orang, bahkan satu kelas hampir datang semua. Bisa jadi ini karena acaranya diadakan di tempat ini juga.
"Hai guys, makan-makan. Ambil aja jangan malu-malu, anggap aja rumah sendiri," ucap Arun dengan mulut penuh.
"Telen dulu kenapa sih?" seru Laras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Teen FictionTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...