~Apa yang kamu lihat, belum tentu sama dengan apa yang terjadi. Terkadang, mata tak selalu benar menjelaskan, telinga juga bisa tuli. Maka cobalah cari tahu lebih dulu, sebelum hati dan pikiran menjadi negatif, sebelum mulut salah paham dengan apa yang terjadi~
🍂🍂🍂
"Eh, guys gue mau pamitan sih sebenernya sama kalian," ucap Kak Shita saat kita tengah berkumpul. Masih di acara pernikahan Laras. Aku yang tadinya bersandar di bahu Kak Shita langsung memperbaiki posisi dudukku dan menatapnya.
Kak Shita menatap semua orang, suasana mendadak agak mellow. "Mau kemana, Kak?" tanya Rudi.
"Hm, gue mau ke Surabaya, dapat kerjaan di sana. Lusa gue berangkat, jangan pada kangen ya!" Aku peluk Kak Shita, ada rasa senang karena bisa merasakan kebahagiaan ketika salah satu sahabat sudah punya pekerjaan, satu sisi sedih juga karena harus terpisah jarak. Sebagai sahabat, bukankah kita harus mendukungnya?
Jarak masih bisa dipertahankan agar tetap dekat dengan adanya komunikasi. Jaman sudah canggih, sejauh apapun kita, jika masih punya gawai tak ada alasan untuk tak bersilaturahmi.
"Kontek-kontek gue ya, Kak. Doain gue biar cepet dapat kerjaan kayak lo."
Kak Shita melirik ke arahku. "Emang lo udah lamar kerja ke perusahaan mana aja?"
"Belum lamar kemana-mana," ucapku dan langsung mendapat toyoran dari Kak Shita dan yang lainnya.
"Dia maunya gue lamar, Kak," seru Sadam. Aku cubit pinggangnya sampai ia meringis.
"Belum jadi suami aja udah ada KDRT. Gimana kalau udah resmi, bonyok gue."
"Siapa juga yang mau punya suami kayak lo," ucapku. Mengambil satu pisang yang ada di depanku.
"Gue yang mau punya istri kayak lo," ungkap Sadam.
Aku berdiri, pindah duduk di samping Arun. Duduk menghadap Arun, menepuk pundaknya, memandangnya lekat. "Lo suka sama gue kan, Run?" ucapku.
Arun menatapku tak berkedip, minuman cup masih ia pegang dan ia sedot isinya, terkejut mungkin karena aku menanyakan hal ini.
Uhuk!
"Pelan-pelan dong!" Aku tepuk punggung Arun.
"Lo ngomong apa tadi?" tanya Arun.
Sepertinya Arun sungguh terkejut, bahkan mungkin nyaris tak percaya dengan apa yang aku ucapkan tadi sampai harus menanyakan kembali. "Lo suka sama gue, kan?"
"Hah, maksudnya?" tanya Arun lagi.
"Ya, lo waktu itu bilang kalau lo tergila-gila sama gue, lo juga panggil gue cinta waktu itu." Aku coba ingatkan Arun.
"I-ya."
"Beneran?" tanyaku memastikan.
"Serius. Gue emang suka sama lo, lama, Ra."
"Oke kalau gitu."
"Jadi, maksudnya apa? Lo suka sama gue?" Ah, kenapa juga Arun jadi berasumsi kalau aku suka sama dia.
"Enggak! Eh, belum maksudnya. Tapi, kalau lo ngarep sama gue, lo mau ajak gue nikah?"
"Serius? Hayu, mau kapan?" kata Arun excited.
"Lo pulang lewat mana, Run?" tanya Sadam.
"Kenapa?" jawab Arun.
"Mau gue anterin ke kuburan gak? Atau rumah sakit deh, atau juga gue balikin lo ke kampung, gimana?" Mendengar kata-kata Sadam, aku perhatikan Arun yang susah payah meneguk ludahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Teen FictionTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...