Duduk kurang lebih 7 jam di depan komputer sangatlah luar biasa lelahnya. Jika ditanya mau memilih bekerja sebagai operator atau staff, jujur aku tidak mau keduanya.
Bekerja sebagai operator sudah tentu lelah fisik, juga tak lepas dari resiko yang sangat tinggi. Tapi, bekerja sebagai staff juga tak kalah lelah, lelah pikiran serta tanggungjawab yang besar. Keduanya memiliki kelebihan masing-masing, juga kekurangannya masing-masing. Siapapun kalian di luar sana, yang punya jabatan tinggi atau rendah, tolong kita sama-sama menghargai pekerjaan orang lain. Tinggi atau rendah sebuah jabatan, manusia tidak bisa mengolok-oloknya, karena di mata Allah kita semua sama. Sama-sama mencari uang dengan cara yang berbeda.
Menjadi salah satu staff HR di perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa ini merupakan pilihanku, serta jalan yang memang Allah takdirkan untuk aku berada di tempat ini. Atas keputusanku melamar pekerjaan ke tempat ini dan ternyata milik rejekinya memang di sini.
Enam bulan sudah aku di perusahaan ini, melawan jenuh karena rutinitas yang sama setiap harinya. Dengan pemandangan yang sama serta rekan kerja yang itu-itu saja. Tidak memiliki teman yang satu frekuensi dengan kita memang sesulit ini mencari titik nyamannya.
"Mau kemana, Dek?" tanya salah satu rekan kerjaku di sini. Jika sedang berdua kak Ning melarangku menyebutnya dengan panggilan Ibu, begitupun yang ia lakukan padaku. Usia kita hanya terpaut 4 tahun, meski di lingkungan kantor tapi kita tetap tahu batas.
Aku sendiri sedang beres-beres barang di atas meja kerjaku. Mendapat perintah dari atasan untuk dipindah tugaskan ke Surabaya. Berat hati meninggalkan kota sendiri, tapi jika menolak pun yang ada aku harus bersedia mengundurkan diri dari perusahaan.
"Aku dipindah tugaskan sama bos ke cabang yang di Surabaya, Kak," ucapku.
"Yah, aku gak bisa curhat-curhat soal drama Korea lagi dong?" Aku hentikan aktivitas ku mengemas barang, mentap kak Ning yang terlihat sangat kecewa mendengar jawabanku.
"Handphone udah canggih, Kak. Nanti kita ngobrol pake ponsel. Siapin aja kuota yang banyak."
"Ah, itu mah tenang, WiFi kantor masih kenceng kok," ujarnya disertai tawa dari kita berdua. Kak Ning memang paling bisa memanfaatkan fasilitas kantor. Kalau sampai tiba-tiba password-nya di rubah, tahu rasa lah dia.
"Yang kayak begini nih yang bikin perusahaan pailit," ujarku. Aku berdiri, memeluk kak Ning dengan erat. Ya walaupun selama enam bulan ini belum bisa sepenuhnya nyaman dengan kak Ning, tapi setidaknya dengan dia aku bisa ngobrol nyambung membicarakan banyak hal tentang idol grup korea maupun dramanya.
"Aku bakal kangen banget sama kamu, cuma kamu yang kalau diajak ngobrol soal drakor nyambung. Kita gak bisa ngebucin abege lagi dong?"
"Bisa, nanti kita ghibahin adek-adek gemes lagi, lewat handphone. Aku juga bakal kangen banget sama Kak Ning. Aku pamit ya!" Perpisahan itu berat, akhir-akhir ini banyak sekali merasakan perpisahan. Dimulai dari Kak Shita, Sadam, Arun juga. Arun sudah mendapatkan pekerjaan di Jakarta bersama Rudi. Dan Laras, sebulan yang lalu ia pamit, Bang Adi dan Laras memutuskan untuk pindah ke Bandung karena ayahnya bang Adi sakit, dan tidak ada yang mengurus.
"Pulang sama siapa? Gak mungkin dong sendiri bawa barang sebanyak ini?" tanya kak Ning.
"Di jemput dedek gemes." Mata kak Ning langsung berbinar.
"Anak ganteng?" ucapnya semangat. Giliran yang seperti ini saja langsung semangat gitu. "Ya udah, aku antar sampai depan. Mau cuci mata sama dedek gemes."
Kak Ning membantuku membawa barang sampai ke depan. Ya semata-mata untuk melihat dedek gemes juga, modus. Kalian tahu siapa? Dia Arash. Aku memang sengaja minta dijemput Arash, karena membawa banyak barang, juga karena Arash mau bertemu denganku sebelum aku pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kecil Ngomongin Cinta?
Novela JuvenilTAK KENAL MAKA TEMENAN! ADA BAIKNYA FOLLOW SEBELUM BACA HIHI BERTEMAN ITU INDAH KAWAN, BOLEH CHAT AKU JIKA MAU NGOBROL-NGOBROL ATAU KENALAN (siape elu, ngapa gua harus kenalan sama elu? Sok akrab bet dah ngajak ngobrol wkwk) Beri dukungan dengan vot...