-¦- -¦- -¦- 50 -¦- -¦- -¦-

51 4 0
                                    

Metro berhenti, turun tiga orang dari sana. Jalan mereka begitu terburu-buru. Dua dari mereka mengikuti di belakang, sesekali menyerang memukul. Membuat orang-orang memperhatikan. Entah itu Ibu-Ibu atau Abang-Abang tukang bubur yang kepo soal tingkah mereka di pagi hari ini. Risih karena jadi pusat perhatian orang-orang sekaligus di ikuti oleh dua laki-laki menyebalkan. Fifi berhenti, memalang mereka dengan wajah dongkolnya itu.

"Bisa diem nggak?" omelnya. Kedua tangannya berada di pinggang. Berdiri mengidam memukul dua kepala cowok di depannya ini.

Mereka tidak lain tentu saja Wahyu dan Dewa. Masih pagi, bahkan kaki mereka bertiga belum menginjak kramik sekolah. Tapi lihat saja, sudah memulai pertengkaran kecil di belakangnya. Membuat malu, membuat dirinya seperti cewek aneh karena membiarkan dua cowok yang mengikutinya itu bertengkar di sana. Dia memang cewek aneh, tapi tolonglah! Dia tidak mau semua orang tahu. Ini aibnya, tapi dua orang ini. Rrrrr!

"Ngapain, sih?" tanya Fifi sebal. "Lo berdua ngapain ngikutin gue?"

Ya, mereka bukan semenjak di depan gapura itu mengikutinya. Awalnya itu Dewa, dia menunggu metro di tempat biasa dia naik saat ingin berangkat sekolah. Dekat dari rumahnya. Beralasan tidak ada motor, beralasan tidak sengaja dan banyak hal. Dia abaikan saja, habisnya hari ini kembali di mulai hari-hari menyebalkannya di gangu. Seminggu sebenarnya cukup untuk libur dari keisengan laki-laki itu. Tapi hatinya tidak. Dia bodoh, hatinya naif. Benar-benar miris. Setelah metro datang, mereka naik bersama. Duduk di bangku paling belakang.

Tidak lama, datang Wahyu yang naik juga. Dan dari sana mulailah ganguan menyebalkan. Dewa yang duduk di samping kanannya dan Wahyu di samping kirinya. Obrolan mereka awalnya baik-baik saja. Namun, entah bagaimana jadi berdebatan mulut mereka berdua hanya karena makanan di kantin. Pagi hari dia sudah di paksa mendengarkan ocehan mereka yang membuat pening kepala itu. Siapa yang tidak kesal? Mereka juga sulit untuk di lerai!

Lalu, di sinilah mereka. Masih bertengkar, di belakangnya lagi.

"Kan mau ke sekolah! Nggak ikutin lo juga, sih!" elak Dewa. "Lagian gue rasa cowok sangean di samping gue yang ngikutin lo,"

"Heh! Jaga tuh congor, ya! Bukannya lo yang sangean," balas Wahyu tidak mau kalah.

"Gue sih, cowok baik-baik,"

"Hah? Baek-baek maksudnya?"

Dewa membalas tatapan itu. Mereka mulai lagi. "Apa? Lo kali!"

"Lolah!"

"Heh! Udah!" pekik Fifi. Mereka berdua tersadar, langsung memutuskan bertemuan mata itu. Membuang muka. "Nggak malu di liatin orang?"

Dua-duanya diam saja. Melakukan pergerakan aneh yang siapapun tahu mereka mengelak pertanyaan yang baru saja dia ajukan. Dasar cowok! Menyebalkan sekali! Kesal dan malu, Fifi melanjutkan jalannya. Tentu saja sembari menghentakan kakinya layaknya raksasa. Dia ingin mereka tahu betapa kesalnya dia. Tapi lihat saja, dua cowok ini bahkan sama sekali tidak peduli. Malah menyamakan jalannya. Sekarang dua-duanya ada di sampingnya.

"Santai aja kali, mau kemana!" tegur Wahyu. "Masih pagi,"

Fifi menghela napas kasar. "Nggak papa, pengen cepet-cepet aja,"

"Enak juga naik metro! Kalau gini tiap hari aja," desisnya. Tangannya terangkat, dua-duanya dia letakan di belakang kepalanya.

Fifi mengeluh, Wahyu melirik tidak suka. "Sekarang jadi, miskin? Motor lo kemana?" tanya Wahyu.

"Ada! Tapi, Nyokap gue suruh gue buat nggak pake motor dulu kesekolah setelah tabrakan kemarin," jelasnya. "Kenapa? Iri ya? Nggak punya motor? Trus sebel gue anggurin motor di rumah?"

How To Meet You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang