Bibir merah muda itu sejak tadi di gigit gelisah. Dua mata coklat di sana juga berpetualang kemana-mana. Menghindari objek di depannya. Laki-laki yang menyatakan perasaan padanya di tengah lapangan, meminta dirinya menjadi pacarnya di depan teman sekelasnya. Tidak ada wajah candaan, bahkan tidak ada keraguan sedikitpun di sana. Yang artinya, situasi ini bukanlah sekedar dia di kerjai. Tapi dia sudah menemukan nasibnya.
"Gue---"
"Nggak usah jawab, Fi! Dia juga bisa nunggu kok" potong Wahyu. "Lo juga hutang jawaban sama gue soal pertanyaan gue di belakang gudang waktu itu,"
Dewa berdiri kecewa, sudah menunggu lama dia untuk bisa mengatakan hal ini di depan gadisnya langsung. Lihat saja, Wahyu itu tidak pernah mengerti orang lain. "Eh, lo bisa diem dulu nggak, sih? Dari tadi ganguin mulu,"
"Gue cuman ngomong doang," balas Wahyu.
Dewa berdecak sebal. Dia kembali pada Fifi. Gadis itu masih berdiri gelisah, bingung sekali. "Fi? Gimana?"
"Em! Gue---"
"Wa!"
Wahyu diam-diam menarik senyuman. Dia senang sekali. Tapi pembalap di sana tidak. Bahkan bagi Dewa sendiri itu sudah sangat menyebalkan. Belum cukup penghalang di depannya ini, sekarang bertambah lagi satu. Entah siapapun itu pasti dia akan--- "Eh? Rakha,"
Sepupu Acha, Rakha. Datang mendekati Dewa. Menyentuh pundaknya. Sempat bingung melihat pemandangan di depannya ini. Termasuk Fifi di sana. "Eh, cewek gila! Ngapain lo di sini?"
"Lo tuh, apaan sih dateng-dateng!" balasnya ketus. Rakha itu memang suka seperti itu, padahal dia tidak berbuat apapun. Tapi laki-laki ini selalu saja meledeknya.
"Nggak papa, sih! Gue ada perlu sama Dewa," katanya. Matanya melihat ke arah Wahyu, ingat tentangnya. "Eh, lo yang waktu itu, kan?"
Wahyu menganguk. "Yoi! Makasih buat yang waktu itu,"
Rakha menganguk. Dewa menepis tangan yang bertengger di pundaknya itu. Berubah sebal. "Udah deh, lo ngapain, sih, Ka?"
"Jadi, gini! Tadi kita kan di basket menang. Jam satu kita tanding lagi sama kelas lain. Biar masuk ke semi final,"
Dewa menghela napas. "Elah itu kan bisa nanti lo kasih tahu. Lo nggak liat lagi penting, nih,"
Rakha meneliti. Memperhatikan dua orang di depannya. Lalu sekitar. "Penting apa?"
"Lo tuh, ya! Gue---"
"Fifi!" Lagi-lagi di gangu. Kali ini oleh Angel di sebelah sana. Dia melambaikan tangannya. Memanggil Fifi. "Ayo ke lapangan. Si Acha udah tanding,"
"Hah? Serius! Ok! Gue ikut," jawabnya. "Gue pergi dulu, ya!"
"Eh! Tapi, Fi---ah elah!"
Pengalihan topik tidak di sengaja itu memang sangat berguna bagi Fifi. Dia langsug berlari cepat pada Angel. Menariknya dari sana dengan kasar. Tiga cowok di sana saja sempat bingung dengan kecepatannya berlari. Langsung tempat itu jadi hening. Mereka saling pandang. Terutama Dewa dan Wahyu itu.
Namun, tidak lama. Wahyu menarik napas pendek. "Gue duluan,"
Baru dua langkah, Dewa menghentikannya. "Lo pikir mau kemana?"
Wahyu membalikan badannya. "Mau liat basket putri,"
Dewa pergi ke depan Wahyu. Tangannya terangkat cepat, menarik kerah bajunya. "Bisa nggak sih? Nggak usah ganggu,"
Rakha panik, dia mendekat. Melerai. "Wei! Wei! Jangan ribut, kenapa sih?"
"Gue nggak gangu, Wa!" kata Wahyu santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
How To Meet You [ TAMAT ]
Fiksi Remaja-¦- -¦- -¦- VERSI SATU -¦- -¦- -¦- Kurasakan hati ini berdebar. Kau berdiri di sana. Aku memandang mu serius. Sampai semuanya tiba-tiba menjadi hilang. Hanya aku dan kau yang tersisa. Suaramu terdengar jelas di telingaku. Ku pikir aku gila. Tapi...