Alfan masih terdiam, belum menjawab ataupun memikirkan jawabannya. Karena ia sendiri tahu, bila tindakannya itu terkesan konyol dan memalukan. Ia sudah memperkenalkan asisten pribadinya ke keluarga besarnya dan bahkan seluruh undangan tamu adiknya. Sekarang ia harus mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Tina, yang tentu saja tidak akan mudah bila mengatakan yang sebenarnya."Tolong jawab, Pak. Kenapa Bapak memperkenalkan saya sebagai calon istri Bapak?" Tina kembali mengulang jawabannya, merasa penasaran kenapa bosnya itu selalu bersikap seenaknya dengannya. Ia tahu, bila ia cuma asistennya, ia juga mau melakukan apapun selama itu masih masuk kategori pekerjaannya. Namun bukan berarti bosnya itu bisa menyuruhnya jauh-jauh ke rumahnya, untuk memperkenalkannya pada keluarganya sebagai calon istri, rasanya Tina seperti dipermainkan.
"Memangnya kenapa kalau saya memperkenal kamu sebagai calon istri saya di depan keluarga saya? Kamu kan asisten saya, tugas kamu melakukan semua yang saya perintahkan." Alfan menjawab seadanya, berusaha untuk tetap tenang, namun tidak dengan Tina yang tampak menghela nafas, merasa kesal dengan sikap bosnya.
"Saya tahu bila saya ini asisten Bapak, Bapak berhak memerintah saya, tapi asisten tidak harus diperkenalkan sebagai calon istri kan, Pak? Apalagi Bapak juga tidak memberitahukan ke saya dulu sebelumnya bila Bapak akan melakukan ini, meskipun Bapak ingin berpura-pura setidaknya saya harus tahu dulu." Tina menjawab lelah, ia sudah bisa menebak bila bosnya itu pasti hanya ingin memanfaatkannya, namun cara bosnya itu terlalu mendadak, ia bahkan tampak seperti orang bodoh selama di sana.
"Berpura-pura?" tanya Alfan tak mengerti, kenapa ia harus berpura-pura untuk sesuatu yang memang diinginkannya.
"Iya. Bapak sedang berpura-pura kan, supaya keluarga Bapak percaya bila Bapak punya calon istri. Tapi sebenarnya Bapak itu ...." Tina menghentikan ucapannya, merasa ragu dengan ucapannya.
"Kenapa dengan saya?"
"Bapak cuma mau menutupi homoseksual Bapak kan?"
"Kamu ... kenapa bisa berpikir sejauh itu? Itu terlalu konyol namanya." Alfan menunjuk ke arah Tina dengan wajah memerah, merasa marah dengan tuduhan asistennya.
"Memangnya saya salah ya, Pak? Bukannya Bapak itu dikabarkan menyimpang? Maksudnya Bapak belok ...." Tina merapatkan bibirnya, berusaha tanya dengan hati-hati, meski ia tak yakin ucapannya tadi tak membuat bosnya sakit hati.
"Apa kamu bilang?" Alfan mendelikkan matanya, jantungnya berdebar kuat mendengar kabar yang bahkan tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Maaf, Pak. Sepertinya saya salah." Tina menunduk takut, merasa bodoh karena telah percaya dengan rumor yang beredar di kantor, bila bosnya itu belum mau menikah padahal umurnya sudah bisa dikatakan tua karena memiliki kelainan di seksualnya.
"Dari mana kamu mendengar kabar menjijikkan seperti itu? Dari mana?" Alfan yang biasanya tenang kini tidak bisa menyembunyikan amarahnya, matanya bahkan membara seolah tidak akan memaafkan siapapun yang sudah membicarakannya.
"Rumor itu beredar di perusahaan sudah lama, Pak. Bahkan sebelum saya bekerja di sana." Tina tidak mau menatap ke arah bosnya yang tampak geram, merasa harus mematahkan rumor itu dengan segera.
"Rumor itu tidak benar. Bisa-bisanya mereka membicarakan saya dengan kabar menjijikkan seperti itu?"
"Jangan terlalu dipikirkan, Pak. Mereka berpikir seperti itu karena Anda tidak pernah terlihat dekat dengan wanita mana pun, Anda juga belum mau menikah padahal usia Anda sudah cukup tua ... eh maksudnya dewasa." Tina menyunggingkan senyumnya, berusaha menenangkan bosnya meski sempat salah kata, ia juga tidak mau bosnya itu membuat masalah dengan para karyawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)
RomansaMenurut Tina, memiliki bos seperti Alfan itu menyebalkan. Sifat dan kepribadiannya yang aneh, sering kali membuat Tina ingin menyerah meski pada akhirnya ia tetap tidak bisa. Banyak hal yang mengharuskannya tetap bertahan, termasuk keinginannya untu...