Part 03.

71 6 0
                                    

Alfan merapatkan bibir dengan jari-jari tangannya memijat keningnya yang terasa pusing, otaknya berpikir keras tentang kenapa Tina bisa memiliki hidup seperti saat ini. Padahal setahunya dulu, Tina adalah gadis cantik yang memiliki orang tua kaya, kehidupannya cukup sempurna dengan banyak teman di mana-mana. Lalu kenapa Tina bisa mengatakan bila papanya sering dipukuli oleh bosnya, memangnya apa pekerjaannya.

Kalau dipikir lagi, semua memang terasa aneh. Karena setelah Alfan tahu Tina melamar kerja di perusahaannya, ia tidak memikirkan apapun kecuali ingin dekat dengannya, itu lah kenapa ia menunjuk Tina menjadi asisten pribadinya. Namun bila dipikirkan lagi, rasanya juga mustahil bila Tina lulusan SMA padahal orang tuanya cukup terpandang dan kaya, setidaknya seperti itu lah pemikiran Alfan saat ini.

Ia bahkan masih mengingat jelas bagaimana Tina berada di jajaran orang-orang yang menunggu diinterviu, ia tampak bersemangat dengan wajah ayu yang menghiasi wajahnya.

Saat itu, perasaan Alfan sedang kesal, karena orang tuanya terus mengeluhkan statusnya yang belum menikah. Padahal saat itu usianya baru umur dua puluh sembilan tahun, usia yang menurutnya masih mudah untuk membangun rumah tangga. Meski alasan yang sebenarnya karena Alfan belum mendapatkan wanita yang sesuai dengan kriterianya, seorang wanita yang seperti cinta pertamanya di sekolah dasar.

Di tengah perasaan kesalnya, Alfan justru harus meninjau interviu yang sedang berlangsung. Padahal saat itu perasaannya sedang kurang baik, namun harus tetap bersikap profesional demi nama perusahaan papanya.

Alfan juga masih ingat bagaimana ia tak berminat dengan semua orang yang ingin melamar di perusahaannya, sampai saat ia membaca sebuah map lamaran, di mana ada nama Tina Asmara di sana, nama yang sama dengan gadis cinta pertamanya.

Saat itu Alfan seketika bersemangat dan bahkan duduk dengan tegap, terlebih lagi setelah melihat foto Tina saat itu memang hampir mirip dengan nama gadis di masa kecilnya. Alfan langsung menyuruh sekretarisnya untuk memanggil wanita itu tanpa harus menunggu nomor urutnya, jantungnya berdebar tak karuan saat menemuinya.

"Selamat pagi, Pak," sapanya hangat dengan senyum merekah yang selalu Alfan rindukan.

"Pagi." Alfan menjawab singkat, matanya terus tertuju ke arah wajah Tina yang tengah menatapnya dengan sopan.

"Kamu Tina Asmara?" tanya Alfan tenang, bibirnya bahkan hampir tersenyum bila mendengar nama itu, karena menurutnya dulu nama itu terlalu konyol untuk gadis secantik Tina.

"Iya, Pak."

"Emmm ... kamu lulusan SMA?" Alfan sempat terkejut saat memeriksa biodata Tina, karena rasanya hampir mustahil bila dia lulusan SMA mengingat betapa kayanya orang tuanya. Di saat itu, Alfan sempat merasa goyah, merasa tak yakin bila wanita yang tengah duduk di depannya itu adalah gadis yang sama.

"Iya, Pak. Meskipun saya cuma lulusan SMA, saya mau kok, Pak, bekerja apapun termasuk menjadi office girl."

"Kalau boleh saya tahu, kamu SD di mana?" tanya Alfan tak yakin, mungkin pertanyaannya akan terdengar tak masuk akal, namun ia juga harus bisa memastikan rasa penasarannya.

"Saya sempat SD di internasional school, tapi saya harus pindah di SD negeri 05. Kenapa ya, Pak?" tanya Tina penasaran pada saat itu, yang tentu saja langsung Alfan gelengi kepala, meski sebenarnya bibirnya ingin tersenyum karena dugaannya ternyata benar.

"Tidak apa-apa. Kamu diterima."

"Bapak serius?" Tina bertanya dengan nada tak percaya, bibirnya merekah dengan begitu indah, bahkan tangannya merengkuh jari-jari Alfan saat itu, membuatnya turut merasakan kebahagiaan yang sama.

"Iya." Alfan melirik ke arah genggaman Tina yang langsung dilepas oleh empunya.

"Saya minta maaf, Pak." Tina menunduk sopan yang hanya Alfan angguki, mungkin Tina merasa bersalah karena telah membuat kesalahan, namun saat itu Alfan justru merasa bahagia tangannya bisa digenggam olehnya.

Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang