Part 08.

33 3 0
                                    

Tina keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap, rambutnya masih basah dengan handuk sebagai pengeringnya. Sedangkan Alfan yang tidak jadi tidur hanya terdiam di ranjangnya, matanya tertuju pada layar ponselnya, di mana ada game yang sedang dimainkannya.

Tina yang melihat bosnya itu hanya menghela nafas, lalu duduk di sisi ranjang dan mengambil sisir untuk menata rambut panjangnya. Tidak ada pikiran apapun di otaknya, sampai saat suara Alfan terdengar kesal mulai mengganggu lamunannya.

"Cih, kalah lagi," keluhnya terdengar kesal, yang tak membuat Tina penasaran dengan apa yang sedang bosnya lakukan.

"Ternyata rambut kamu benar-benar panjang ya?" Tina menatap ke arah bosnya setelah mendengar suaranya, lebih tepatnya pertanyaan yang baru saja keluar dari mulutnya.

"Kenapa Bapak berbicara seperti itu? Rambut saya memang panjang, apa Bapak pikir saya pakai wig selama ini?" tanya Tina tak habis pikir, ia sudah tak berminat adu kata dengan bosnya, karena pada akhirnya ia juga yang akan kalah.

"Iya." Alfan menjawab santai, sembari kembali memainkan ponselnya.

"Kenapa Bapak bisa berpikir seperti itu?" tanya Tina penasaran, namun Alfan justru terdiam dan tersenyum tipis.

"Karena kamu tidak suka rambut panjang." Kata-kata seperti itu yang ingin Alfan ungkapkan, sama seperti saat Tina mengatakannya delapan belas tahun yang lalu, saat mereka masih di sekolah SD yang sama. Namun sepertinya Alfan akan mengurungkan kalimatnya, karena Tina tidak boleh tahu siapa ia yang sebenarnya.

"Rambut kamu bagus, jadi saya pikir itu rambut palsu." Alfan menjawab santai, tanpa menyadari bagaimana Tina berdecap tak percaya dengan jawabannya.

"Lebih baik Bapak mandi sekarang, badan Bapak bau." Setelah mengucapkan kalimat itu, Tina memalingkan wajah ke arah lain sembari terus bersisir tanpa mau memedulikan bosnya lagi.

"Apa kamu bilang? Saya bau?" sungut Alfan tak terima, sedangkan Tina hanya merapatkan bibirnya, ia tahu bila sikapnya itu mungkin sudah keterlaluan, namun bosnya itu sangat menyebalkan, rasanya ia tak bisa tahan bila tak membalas perbuatannya.

"Iya, Bapak bau." Tina menjawab singkat lalu berlari keluar, berusaha menghindari amarah Alfan yang mungkin akan meledak karena ulahnya. Sekarang tidak ada yang lebih penting selain keselamatannya sendiri, bosnya itu bisa saja berbuat lebih buruk dari biasanya terlebih lagi di kota yang jauh dari tempat tinggal mereka.

"Apa dia benar-benar serius? Aku bau? Mustahil." Alfan mencium bau badannya yang memang tak sedap tercium di hidungnya.

"Eeiiuh," keluhnya jijik, merasa tak tahan dengan bau badannya sendiri. Dengan amat terpaksa, Alfan meletakkan ponselnya lalu mandi untuk membersihkan diri.

***

Setelah keluar dari kamar mandi, Alfan justru tak mendapati Tina di kamar, asistennya itu masih berada di luar, tanpa mau masuk ataupun istirahat padahal mereka baru saja sampai dari perjalanan, seharusnya Tina tidur ataupun bersantai ria di ranjangnya.

"Dia ke mana? Kok belum pulang?" Alfan mengedarkan pandangannya ke segala arah, kamar itu kosong tanpa ada manusia lain di sana. Dengan perasaan khawatir, Alfan berjalan ke arah ranjangnya untuk mengambil ponselnya dan menghubungi Tina.

"Halo, kamu di mana?" tanya Alfan cepat setelah cukup lama teleponnya tidak diangkat.

"Di warung makan, Pak. Saya lapar, mau makan," jawab Tina seperti sedang mengunyah makanan, sedangkan Alfan yang mendengarnya seketika bernafas lega, setidaknya wanita itu tidak kenapa-kenapa.

"Kamu makan di warung mana? Kenapa lama makannya, cepat balik ke kamar!"

"Tapi Bapak masih marah sama saya."

Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang