S ā n

15 5 0
                                    

Selamat membaca 🌻

3. Clue dari Saga

Kedua kaki Sheina melangkah pelan menuju rumah Saga. Pagi ini, ia ingin meminta Saga untuk mengantarnya ke sekolah. Selain untuk menghemat uang, Sheina ingin menggali lebih banyak informasi orang yang menyelamatkannya semalam.

Jika saja semalam tidak ada yang menolongnya, sudah dipastikan siku kakinya akan terdapat beberapa luka pagi ini. "Kira-kira rumahnya dimana ya? Kayaknya bukan anak sini deh. Saga pasti tau, ntar tanya ah." ujar Sheina bermonolog di sepanjang jalan. Kedua kakinya berhenti di depan pintu pagar hitam yang masih tertutup rapat.

"ASSALAMUALAIKUM," teriak Sheina penuh semangat. Padahal dirinya sudah sering ke rumah Saga, pastinya mengetahui ada bel di dekat pagar. Memang pada dasarnya Sheina ini menjengkelkan.

"SAGA MAIN YUK," teriaknya lagi. Sheina tertawa cekikikan dengan tingkahnya sendiri. "SAGA MAI—" teriakan Sheina berhenti ketika terdengar suara kunci pintu yang dibuka.

"DASAR STRES" teriak Saga tidak kalah keras dari teriakannya tadi. Sheina hanya tertawa keras ketika sepupunya itu membuka pintu pagar dengan muka ditekuk dan itu sangat menggemaskan baginya.

"Ngapain sih teriak-teriak? Masih pagi, ntar ganggu tetangga sebelah. Kalo disemprot baru tau rasa Lo," ucap Saga mengikuti langkah Sheina yang sudah masuk terlebih dahulu.

"Dih, biarin aja kali. Lagian nih ya, kalo disemprot tinggal dengerin aja terus minta maaf, gampang kan? Jangan ribet deh, Ga" balas Sheina. Salah satu sifat jelek Sheina itu menyepelekan masalah, dan yang lainnya menyusahkan.

"Masalahnya mama masih tidur, lol"

"Ya maap"

"Lagian lo buta apa gimana? Ada bel woy, tinggal pencet apa susahnya sih? Dari pada teriak-teriak, berisik tau gak?" tanya Saga sambil menatap garang Sheina yang memasang wajah polosnya.

"Aduh iya nih gue buta. Tolong Ga, kok tiba-tiba gelap gini ya? Ga, tuntun gue cepet," ujar Sheina tiba-tiba mempraktekkan seperti orang buta. Saga hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan Sheina yang terkadang diluar batas kelakuan manusia.

"Mending Lo sarapan gih bareng Agisa, pusing gue liat Lo kayak orang stres." ujar Saga sebelum akhirnya ia beranjak meninggalkan Sheina yang masih berpura-pura seperti orang buta. Sedangkan Sheina dengan cepat membuka matanya, lalu berlari menuju ruang makan.

Agisa adalah kakak perempuan Saga, cukup akrab juga dengan Sheina. Namun jarang terlihat dirumah karena pekerjaannya terbang ke negeri orang.

"Kak Agisa tumben dirumah, habis terbang darimana kak?" ucap Sheina saat memasuki ruang makan.

Terlihat Agisa yang masih sibuk dengan ponselnya, namun langsung mengangkat kepalanya guna melihat siapa yang mengajaknya bicara. "Eh, Sheina. Tiga hari yang lalu sih terbang ke Denmark terus lanjut ke Singapore dan subuh tadi baru sampai Jakarta." jawab Agisa seadanya membuat Sheina mengangguk sebagai tanda ia mengerti.

"Udah sarapan belom shei?" pertanyaan Agisa membuat Sheina tersenyum senang, tadinya ia kira akan sangat canggung. Ternyata tidak.

"Udah kak, gue kesini cuma buat buktiin omongan Saga aja. Gue kira dia ngibulin gue, eh ternyata enggak. Kalo gitu gue duluan ya kak, mau nyamperin Saga."

"Loh, enggak berangkat? Udah mau jam tujuh ini,"

"Berangkat, tapi Saga jadi ojek nya."

-xxx-

"Ga, gue mau nanya nih" suara Sheina terdengar pertama kali saat motor vespa Saga berhenti di lampu merah perempatan menuju Lentera Bangsa. "Tanya apaan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang