Twelve

4 1 0
                                    

Selamat datang, selamat berbelanja.

***

"Sial." Umpatan itu keluar dengan mudah dari mulut Shaq. Dia meraih pergelangan tangan Zealire, mengajaknya untuk kabur sekarang juga. Jelas, Shaq sedikit takut, Esme memiliki banyak anak buah. Sedangkan dia hanya berdua dengan gadis polos di sini. Sungguh, Shaq masih sayang dengan organ dalamnya.

Zealire tak banyak tanya. Dia paham dengan situasi saat ini, lantas berlari mengikuti Shaq. Mencoba sebisa mungkin menghindar dari seseorang yang menegur tadi.

"Penyusup! Berhenti di sana!"

Sial, tingkat kecepatan Zealire belum bisa mengimbangi Shaq. Mereka kembali terperangkap, dua orang anak buah Esme melihat Shaq dan Zealire. Otak Shaq berpikir keras tentang bagaimana cara kabur dari sini bersama Zealire yang larinya lambat. Shaq masih berpikir sembari terus berlari, dengan banyak pengejar di belakangnya.

Ah, Shaq rasa dia sanggup berlari sembari mengendong Zealire. Dia membuat posisi hendak menggendong. "Zea, cepat naik. Aku akan membawamu pergi. Naik sebelum mereka semakin mendekat," ucap Shaq yang mendapat anggukan cepat dari Zealire.

Bukannya berhenti, para anak buah Esme semakin berdatangan. Shaq terus berlari sembari menengok ke belakang sesekali. Melihat tiga orang yang semakin mendekat, Shaq mencoba berlari lebih cepat dari sebelumnya.

Lagi-lagi, sial. Shaq terlalu sering melihat ke belakang, sampai tidak sadar dengan sesuatu di depannya. Dia terjatuh, begitu juga dengan gadis bergaun putih. Zealire hanya diam, tidak melakukan apa-apa, dia mengigit kuku jarinya. Takut, tetapi berusaha meyakinkan hati untuk percaya pada Shaq yang akan selalu melindungi.

Gawat, kini anak buah Esme sudah berada tepat di hadapan Shaq. Mereka bertatapan mata. Zealire berlindung di balik tubuh kekar Shaq.

"Berani sekali, datang ke sini dengan seorang gadis kecil," celetuk Geen—salah satu anak buah Esme.

Hou—anak buah lainnya yang bersama Geen—terkekeh. Sebuah pedang panjang terlihat digenggam sempurna olehnya. Dia memainkan pedang tersebut, sembari menatap Shaq remeh.

"Ada apa kamu ke sini? Dengan seorang gadis lemah pula. Apa kamu akan mencari Nona Esme?" tanya Hou dengan nada sinis. Zealire semakin gemetar. Jantungnya berpacu dengan sangat cepat. Begitu pula dengan Shaq.

Shaq mengangkat wajahnya. Mencoba menantang meski ada sedikit rasa takut. Namun, dia tidak ingin Zealire melihatnya sebagai lelaki lemah. Jika begitu, Zealire bisa saja menjadi milik Doxi.

"Bukan urusanmu. Lalu, di sini kalian adalah penjahatnya. Bagaimana bisa kalian masih berdiam diri di Bleedpool?" ucap Shaq menantang.

"Bisa bicara begitu kamu?" Geen mendekati Shaq dengan sebuah pisau parit di tangan, mengarahkan benda itu padanya.

Sedangkan Shaq tengah berusaha mati-matian menahan rasa takut. Jika dia membawa senjata yang sepadan, sih, mungkin tidak akan setakut ini. Entah akal dari mana, Shaq melayangkan tonjokan pada Geen dan Hou sekaligus dengan kedua tangan kekarnya.

"Zea, ayo lari lagi!" Shaq menyeret Zealire untuk kembali berlari. Geen dan Hou serta beberapa anak buah Esme kembali mengejar Shaq dengan Zealire.

Shaq dan Zealire berhasil membuat jarak dengan para anak buah Esme. Napas keduanya sama-sama tercekat, tak beraturan. "M-Maaf, Shaq. Karenaku kita terjebak seperti ini." Zealire hampir menangis. Rasa takut dan bersalah campur aduk.

Shaq menyimpan jari telunjuk di bibirnya. Mengisyaratkan pada Zealire untuk diam. "Tenang, jangan banyak berbicara atau mereka akan menemukan kita lagi. Ini bukan salahmu." Suara Shaq kali ini sedikit memberat, nada bicaranya sedikit berbeda.

Zealire mengangguk cepat. Dia menelan salivanya dengan susah payah. Ternyata sesulit ini mencari peta, antara hidup dan mati. Dia jadi berpikir, dalam perjalanan saudarinya, apa mereka juga pernah berada di posisi seperti ini?

Mereka tidak bisa berlari mengikuti lorong terus, akan mudah dikejar oleh pengikut gila Esme. Shaq memimpin jalan untuk masuk lebih dalam ke gedung itu, entah ke mana tujuan mereka. Zealire menekan rasa lelah, terus memaksakan kaki untuk menyelamatkan diri. Demi Jocelyn yang galak, Trapesium yang bodoh, dan Freqiele yang maskulin, dia harus selamat sampai besok dan pulang membawa peta.

Orang yang mengejar mereka tertinggal jauh. Shaq menoleh ke belakang, pada Zealire yang pucat. Mereka tidak dapat terus berlari atau betis kecil gadis itu akan patah. Mata lelaki bertato naga mulai cermat di sekitar. Dapat. Shaq berlari ke arah pintu yang sedikit terbuka, bagian dalamnya mengintip. Sepertinya itu tempat penyimpanan, banyak boks di sana.

Setelah menutup pintu dan menghalangnya dengan benda berat apa pun, Shaq menghampiri Zealire yang duduk sambil meluruskan kaki. Mata bulatnya menatap Shaq, sudut bibirnya saling menjauh. "Terima kasih, Shaq. Maaf."

Shaq mengikuti posisi lesehan Zealire di lantai. Sungguh, dia juga cukup lelah berlari. Kemudian, senyumnya mengembang. Dia mengangkat tangan untuk mengusap rambut Zealire. "Aku bahkan senang direpotkan olehmu. Memang siapa lagi yang lebih beruntung bisa berduaan dua kali dalam tempat penyimpanan bersama gadis cantik?"

Kekehan pelan terdengar. Lucu sekali melihat Zealire menunduk malu-malu sambil mengulum senyum. Gadis itu kembali memijat kaki seperti yang dilakukan di gubuk tadi. Hari ini Zealire sudah banyak berjalan, Shaq mulai khawatir memikirkan di mana mereka sekarang. Apalagi keberadaannya sudah diketahui komplotan pencuri organ dalam itu. Akan susah untuk keluar dari sana.

Zealire menahan napas saat suara ribut-ribut terdengar dari luar. Langkah kaki yang banyak serta gerutuan beberapa orang, sesekali suara sesuatu yang saling bertubruk juga terdengar. Shaq memberi simbol agar Zealire tenang. Lelaki itu beranjak bangkit dan berdiri di dekat boks-boks yang mengganjal pintu. Tidak ada tanda-tanda mereka curiga dengan tempat itu. Syukurlah. Perlahan, suara-suara itu menjauh.

"Kita keluar sekarang ... ehm, kurasa nanti saja. Kamu perlu istirahat." Shaq kembali duduk di samping Zealire, dia menepuk bahu kirinya. "Bersandarlah."

Ini racun. Zealire rela berada dalam bahaya asal bersama Shaq. Untuk sejenak, rasa resah hilang dari benaknya berganti dengan nyaman bersandar pada bahu kokoh Shaq. Matanya terpejam, menghirup aroma lelaki itu. Dia akan merindukannya.

"Shaq, apakah petanya ada di sini?"

Yang ditanya diam sesaat. Dia juga tidak tahu pasti. "Satu-satunya cara adalah memeriksa setiap inci gedung ini."

"Kalau tidak ada?"

Shaq menoleh ke arah Zealire. Tatapan mata mereka bertemu, ternyata gadis itu sedang memandangnya. "Ada atau tidak ada petanya, aku berjanji akan membawamu keluar dari sini dengan selamat."

Dari semua objek yang pernah dilihatnya, hanya Shaq yang paling indah. Zealire benar-benar sudah gila saat Shaq mendekatkan wajahnya. Gadis itu memejamkan mata, menunggu apa pun yang akan terjadi. Tentu saja, dia pernah mendengar kisah cinta putri dan pangeran. Zealire tahu selanjutnya adalah ....

Mata Zealire langsung terbuka lebar saat suara gedoran terdengar dari pintu. Shaq langsung menoleh ke pintu, waspada. Zealire menggenggam lengan Shaq, tangannya sudah dingin. "Tenang, Zea."

Kemudian, terdengar seruan dari luar. Suara menyebalkan yang sudah dihafal Zealire. "Hai, Beban! Aku tahu kamu ada di dalam bersama si Berandal itu. Cepat buka pintunya!"

Shaq langsung mengumpat.

***

Sampai jumpa, terima kasih.

***

Regard:
maylinss_
jurnalharapan
Erina_rahda
maeskapisme
Salsarcsp
nurullhr
Nitasw213

BLEEDPOOL: ZEALIRE VURBENT [SERIES 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang