Dilemma 7

391 59 1
                                    

Menjelang siang, Bu Astika tak kunjung pulang juga. Kinan berpikir mamanya itu akan pulang sore karena acara dengan teman-temannya masih berlangsung. Maka dari itu, dia memutuskan untuk mengajak Valya dan Fabian jalan-jalan ke BIP. Ada beberapa keperluan make-up yang ingin dia beli. Selain itu, film roman yang dibintangi Nindy Malayka juga belum ia tonton karena sibuk bekerja.

“Iya, gue janji sore udah ada di kafe. Lo tenang aja. Lagian, beberapa hari ini juga gue mulu yang jaga kafe, 'kan? Dan sekarang gue lagi butuh hiburan. Enggak ada salahnya lo yang jaga sampai sore,” ucap Valya pada seseorang yang terhubung dengannya melalui saluran telepon.

Dia adalah Anggun, sepupu sekaligus rekan bisnis Valya dalam mendirikan Lycka.

“Gimana? Dia enggak marah, 'kan?” tanya Kinan setelah Valya mengakhiri panggilan itu.

Bahu Valya terangkat acuh. “Bodo amat itu anak mau marah atau enggak. Segimana dia marahnya, enggak akan sampai pergi dari kafe.” Karena Valya tahu betul, Anggun tetap sosok yang bertanggung jawab meski sedikit menyebalkan. “Jadi, kita mau ngapain dulu sekarang?”

“Beli lipstik!” seru Kinan dengan penuh semangat. Tangannya sama sekali tidak lepas dari lengan Fabian. Dia tersenyum lebar pada kekasihnya itu. “Lipstik aku yang dibeli sama kamu dulu udah habis.”

Kening Fabian berkerut, merasa ada yang salah. “Kok, udah habis lagi? Bukannya bulan lalu kita belinya, ya?”

“Iya, sih. Tapi tiap hari aku pakai, jadi udah habis.” Kinan maju, membuat Fabian dan Valya juga ikut melangkah. “Terus, bukan pas berangkat kerja juga aku pakainya. Tiap habis mandi aku pakai. Kalau udah agak luntur, aku tambahin lagi. Soalnya, lipstiknya enak, lembut gitu, jadi aku suka.”

“Untung aja bibir lo enggak jontor, Ki.”'

Baru saja Kinan hendak menjawab, ucapannya tertahan karena seseorang tiba-tiba memanggil Valya. Bukan hanya perempuan itu yang menoleh, Kinan dan Fabian juga refleks melirik orang itu. Sekitar tiga meter dari tempat ketiganya berdiri, seorang laki-laki melambaikan tangan sambil tersenyum lebar pada Valya. Dan dalam sekejap, laki-laki itu sudah berdiri di hadapannya.

“Aku pikir, salah lihat. Ternyata ini emang kamu. Jodoh emang enggak ke mana, Neng Val.” Laki-laki itu tampak gelagapan. Jelas sekali dia sangat bahagia—bercampur gugup—bisa bertemu dengan Valya saat ini. Kemudian, dia mengangkat tangannya, melambai dengan senyum yang masih mengembang. “Hai. Apa kabar? Kalau gue baik-baik aja.”

Pikiran Valya kosong untuk beberapa saat. Bukan hanya laki-laki itu, Valya juga kaget bisa bertemu secara kebetulan begini. “Gue baik,” jawabnya sambil mengangguk kecil. “Dan ... gue ikut seneng tahu lo juga baik-baik aja.”

“Lo Tristan, 'kan?” Kinan tiba-tiba ikut bicara. Dia melepaskan rangkulannya di lengan Fabian dan melangkah mendekati laki-laki itu supaya bisa melihat wajahnya lebih jelas. “Bener, lo Tristan. Gue sering lihat Instagram lo.”

“Ki.” Valya berusaha menarik sahabatnya, tetapi gagal.

Dengan cepat Kinan menyingkir, menghindari sentuhan Valya. Dia tersenyum ramah pada Tristan. “Perkenalkan, nama gue Kinan, sahabat dekatnya Valya. Kita udah sahabatan dari zaman SMA, lho, udah sepuluh tahun. Aya juga pernah cerita tentang lo. Dan dari yang gue lihat, lo ada perasaan sama sahabat gue.” Kinan terus berceloteh, tidak peduli napasnya sudah terasa sulit. Dia menoleh, menunjuk Fabian yang masih setia berdiri di tempatnya. “Yang itu pacar gue, namanya Fabian. Dia juga sahabat Aya.”

Tidak ada respons apa-apa dari Fabian. Dia hanya menatap laki-laki bernama Tristan itu dengan datar.

“Nama gue Tristan. Senang bisa ketemu sama lo.” Tristan mengulurkan tangannya, menyambut baik perkenalan Kinan yang panjang lebar.

Dilemma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang