14) Rapat

0 1 0
                                    

Seharusnya bayanganku tadi malam terjadi. Aku tidak diikutkan lomba dan hari ini aku bisa langsung pulang setelah bel terakhir di sekolah dibunyikan. Aku cukup terkejut saat mendengar ketua kelasku mengingatkan agar aku dan teman-teman langsung menuju ke aula, tidak boleh melipir ke mana-mana dulu. Dia mengatakannya dengan penuh ketegasan. Teman-temanku mengiakan. Aku melihat seisi kelasku. Hanya aku yang terlihat bingung.

"Mau ngapain di aula?" tanyaku pada Febi.

"Mesti nggak baca grub." Febi mengatakan dengan eskpresi mengejek. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Aku membacanya, kok.

"Kalok baca kenapa bisa nggak tahu? Mesti bacanya sambil mesra-mesraan sama Kak Aron."

"Feb, plis. Nggak usah bahas yang lain. Kita mau ngapain di aula? Mau dikasih info lomba lagi sama kepala sekolah?" tebakku. Kepala Febi menggeleng.

Kami akan melanjutkan rapat kemarin. Ketua kelas sudah memberi tahu di grub. Aku membulatkan mulutku setelahnya. Pesan semalam sangat banyak. Aku hanya membaca file lomba-lomba yang dikirimkan Rendi—ketua kelasku.

Aku sampai di halaman sekolah. Tinggal melangkah sedikit lagi ke depan, aku sampai di gerbang sekolahan. Adik-adik kelasku sudah ada yang mencapainya. Aku bisa melakukannya, tapi aku harus melakukan kewajibanku.

Perkiraanku, separuh teman seangakatanku sudah berkumpul di aula begitu aku tiba. Aku menyapu seisi ruangan sambil berjalan. Semua duduk tidak beraturan dengan mulut bergerak. Ketua OSIS bersama beberapa teman OSIS-nya ada di panggung aula. Kulihat mereka sedang sibuk mengurusi pengeras suara.

Aku dan Febi tidak berpisah. Kami duduk tidak begitu jauh dari panggung, bersandingan dengan beberapa teman sekelas kami. Teman sekelasku saat kelas sebelas juga ada di sekitarku. Kami mengobrol lumayan banyak tentang perlombaan ini. Febi juga ikut. Kami membahas kira-kira siapa yang akan dijadikan perwakilan dari sekolah kami. Mereka begitu antusias sampai menunjuk dirinya sendiri, berbeda sekali dengan aku. Febi juga. Dia yakin dia pasti dipilih mewakili lomba menyanyi dangdut.

Aku melihat kenyataan pada ucapannya. Semua teman seangkatanku tahu Febi sangat fanatik dengan musik jenis itu. Suaranya juga tidak buruk. Kepercayaan dirinya tampil di depan umum juga tidak diragukan. Aku mengaminkan dalam hati, semoga harapannya tercapai.

Cakra, ketua OSIS yang tidak lama lagi akan lengser jabatan itu mengambil alih perhatian kami. Forum kecilku segera membubarkan diri dan menaruh perhatian hanya pada Cakra. Dia berdiri bersama dua anggota OSIS dari kelas duabelas.

"Seperti yang dibilang kepsek, tempat pelaksanaan lomba ini berubah tiap tahun. Nah, buat tahun perdana ini tuan rumah lombanya di SMA Impian Indonesia. Tahu, kan? Yang warna gedungnya dominan coklat muda itu."

Otakku langsung berkelana mencari sekolah di kotaku yang bernama dan berwarna itu. "Sekolahnya Evano, Fa?" Febi berbisik di saat yang lain melontarkan pertanyaan dengan keras.

"Bukan, tapi Evano sekolah di sana." Jawabanku benar, kan? Namun Febi melotot padaku seolah-olah jawabanku salah. Harapanku untuk tidak diikutkan lomba semakin naik. Aku baru tahu kalau sekolah itu juga termasuk mitra PT. Sukma Wijaya seperti sekolahku.

Tanpa mengundur waktu lagi, pemilihan perwakilan pun dimulai. Khusus untuk lomba bola voli tidak dilakukan pemilihan karena anak-anak yang mengikuti ekstrakulikuler itu sudah mencukupi kebutuhan. Cakra memulai dari lomba pertama yang tertulis di dokumen yang dia pegang.

Cara pemilihannya sederhana. Masing-masing dari kami boleh meneriakkan satu nama yang menurut kami mampu melakukan lomba itu. Nama yang paling keras diucapkan akan dijadikan kandidat. Siapa yang mengucapkan nama itu harus bisa memberi alasan kenapa memilihnya. Cara ini datang dari guru, begitu kata Cakra sebelum benar-benar membuka pemilihan tadi. Para guru menyerahkan penuh pemilihan peserta lomba pada kami. Bukannya tidak mau ikut campur, tapi mereka ingin mewujudkan tujuan dari diadakannya lomba ini, salah satunya yaitu memupuk kebersamaan kami, serta melatih musyawarah mufakat kami.

UnchangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang