BDSB, CHAPTER 6: BUKAN SINETRON

1.7K 262 35
                                    

PENGUMUMAN PIP PIP PIP Jangan diskip, jangan diskip! AKU CUMA MAU BILANG, AKU ABIS HAPUS CHAPTER 4: JOHARDJO VIEW itu karena kupikir bakal kacau ma jalan ceritanya sekarang, karena aku berniat ubah alur. Dari sini juga aku bakal terus fokus dari sudut pandang si Aksel aja.. Thank you.. 😘
🙅‍♂️


"Akselia!"

Apalagi hari ini? Kemarin-kemarin si Harjo, sekarang Mamaknya juga datang ke tempat kerjaku. Besok siapa lagi? Bapaknya? Gak sekalian Kakek dan Neneknya? Bu Verani memandangku dengan tatapan senang.

"Ibu Verani di sini?" tanyaku.

"He'eh mau arisan," jawabnya dengan suara antusias.

"Owh,"

"Ntar abis arisan kamu ikut saya ya," pintanya membuatku curiga.

"Ibu Verani mau ngajak saya kemana? Kan kerja saya masih dua jam lagi," tanyaku.

"Pokoknya kamu harus ikut saya," paksanya menjauh dariku dan mengambil duduk yang memang sudah di siapkan boss-ku untuk teman-teman arisannya. Ibu Verani yang tadinya antusias padaku pandangannya tiba-tiba berubah jadi tajam padaku. Dia diam, tapi jelas terlihat sedang marah. Apa aku melakukan kesalahan?

Aku berbalik untuk membuatkan minuman yang sebelumnya sudah dipesankan oleh boss-ku. Lalu mengantarkan minuman itu pada Bu Verani yang masih duduk sendirian. Aku berniat menjauh karena kupikir dia sedang dalam keadaan tak ingin diganggu tapi tangannya lebih dulu menahan lenganku dan membuatku duduk kursi sampingnya.

"Lehermu kenapa?" tanyanya dingin. Ya Allah, kukira aku sudah menutupi bekas cupang dari Lintang dengan menggerai rambutku. Apa Ibu Verani berubah karena ini ya? Kalau dipikir dia ingin aku jadi menantunya.

"Gatel?"

"Dengar Akselia, jangan biarkan dirimu disentuh lagi oleh laki-laki lain,!" ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari leherku.

"Apa?"

"Hanya itukan?" desaknya. Aku mengangguk.

"Tidak papa selama kamu masih perawan, tapi sebagai calon mertua kamu di masa depan, saya cuma pengen anak saya yang sentuh kamu," beritahu Bu Verani padaku. Aku mengerjapkan mataku dan menelaah ucapan wanita tua di depanku ini. Jadi maksudnya kalau aku sudah tidak perawan dia tidak akan lagi bersikap baik padaku gitu? Bukan lagi mantu idamannya? Ya elah, ya kali saya mau jadi mantunya situ. Tapi iyain aja deh, daripada tambah panjang.

"Iya,"

"Good girl," ujarnya. Kali ini Ibu Verani membiarkanku kembali bekerja. Tak lama bossku dan beberapa temannya datang, Ibu Verani tampak lebih diam dengan teman-temannya. Entah apa yang dia pikirkan, apa mungkin jika itu masih karena bekas cupang di leherku? Ya ampun kenapa itu jadi urusan dia sih, aku juga belum tentu mau jadi menantunya.

Sampai kedatangan Tante Hana dengan seorang gadis mengalihkan perhatianku. Kurasa dia satu geng arisan dengan Bu Verani. Tapi siapa perempuan cantik yang tengah dia bawa. Tante Hana sempat memandangku dengan dingin sampai aku mengalihkan pandanganku begitu saja.

"Wah, siapa nih Jeng Hana?" ucap seorang Tante yang entah siapa namanya.

"Kenalin dong Jeng, ini namanya Sherina Atya tunangan Lintang," kenal Tante Hana pada teman-temannya. Tanganku mencengkram pinggiran konter. Tunangan? Kapan? Tante Hana sempat melirikku sebentar, tapi akhirnya kembali fokus mengenalkan perempuan yang dibawanya pada teman-temannya.

Sekilas aku sempat melihat Bu Verani melirikku, lalu menyeringai kecil ketika aku balik menatapnya. Dia sengaja meledekku ya? Tapi dia kan tidak tahu apa-apa soal hubunganku dengan Lintang ataupun Tante Hana dan Tante Hana tidak mungkin bercerita soal aku di depan teman-temannya kan? Yang ada dia pasti menjelekkanku. Itu baru hal benar.

"Loh kapan tunangannya Jeng? Kok gak undang-undang sih?" celetuk Verani yang akhirnya ambil suara. Uh, Ibu Verani kenapa jadi tiba-tiba antusias begitu sih?

"Aduh Jeng Verani, tunangannya tuh emang sengaja cuma keluarga saya dan keluarga Sherina aja Jeng, udah seminggu lalu, aku sengaja jodohin Sherina dan Lintang tuh karena mereka tuh bakal kelola perusahaan bareng, Sherina juga lulusan luar negeri dan wanita karier loh!" katanya dengan gembira. Untuk sesaat aku merasa ciut dengan ucapan Tante Hana, kata-katanya ketika membanggakan wanita itu seolah sedang melempar cercaan padaku.

Tapi ya benar sih, kalau di bandingkan wanita itu aku tidak akan seberapa.

"Kalau wanita karier sibuk dong ya, apa nanti setelah nikah bakal tetap kerja? Eh Jeng Hana, berarti Lintang sama pacarnya yang Jeng bilang ndak pantes itu dah putus donk? Lintang gak nyesel dong ya?" Ibu Verani kok ngomongnya gitu sih? Sengaja mancing di air butek apa ya?

"Ya jelas gak donk Jeng, gantinya mentereng begini kok nyesel, gak mungkin nyesel." balas Tante Hana dengan sombong. Ibu Verani lagi-lagi melirikku. Mengapa lirikannya seolah tahu segalanya tentangku.

Aku mengalihkan perhatianku dari mereka, lalu mulai sok sibuk dengan seorang pelanggan yang baru saja datang. Hah, lagi-lagi aku harus menghadapai hal seperti ini. Benar, Tante Hana pernah beberapa kali mengenalkan seorang wanita yang katanya calon tunangan Lintang, tapi hari ini rasanya aku sangat kesal mendengar jika wanita yang dibawa Tante Hana sudah bertunangan dengan Lintang sejak seminggu lalu. Dulu-dulu Lintang selalu mengatakan apapun padaku, tapi kali ini dia diam. Hatiku terasa tercubit mengetahui fakta ini.

Dan soal Ibu Verani, sejauh apa dia tahu tentang aku?

Aku mengambil smartphone-ku lalu mengecek notifikasi chat yang masuk, tapi sayangnya tak ada satupun pesan dari orang yang kuharapkan.

🌸

Dua jam berlalu, acara arisan sosialita itu baru saja berakhir dan mereka bersiap untuk keluar kedai. Begitupun aku, aku akan segera ganti shift dengan teman kerjaku. Aku melepaskan seragam kerjaku, memasukannya ke dalam laci karyawan lalu aku keluar setelah ibu-ibu sosialita yang arisan tadi lebih dulu keluar dan Ibu Verani yang masih menunggu.

"Ibu Verani gak pulang?" tanyaku saat aku melihatnya duduk di bangku depan kedai.

"Sini," katanya melambaikan tangan padaku untuk duduk di sampingnya.

"Panggil saya Tante, kamu baik-baik saja?" tanya Verina mengusap pucuk sisi kiri kepalaku.

"Memangnya saya kenapa?"

"Ya kali aja kamu sakit hati dan berniat terima permintaan saya buat kencan dengan Rajendra," jawab Ibu Verani enteng.

Aku diam, ini terlalu aneh untukku. Mengapa ibu Verani begitu ingin aku mengencani Rajendra? Ini emak-emak emang gak takut jika aku mungkin tak sebaik yang ia pikirkan? Agak mencurigakan tidak sih, aku yang tidak punya apa-apa ini diincar keluarga konglomerat untuk dijadikan mantu.

"Tante, kalaupun pada akhirnya saya tidak berakhir bahagia dengan Lintang, saya tidak akan mengambil opsi Mas Rajendra sebagai gantinya," kataku lirih. Pada akhirnya aku mulai jengah dengan semua ini. Tidak hubunganku dengan Lintang ataupun dengan Ibu Verani dan Rajendra.

"Ya sudah saya akan paksa kamu, sampai kamu berikan cucu untuk saya, kerugian anak saya atas insiden di klub malam itu sangat banyak, ganti itu sedikit dengan kamu menuruti keinginan saya," untuk sesaat aku merasa jika Bu Verani berubah menjadi sosok yang berbeda.

"Tante, saya-"

"Saya berubah pikiran, dalam waktu dua bulan ke depan kamu harus menikah dengan anak saya, saya tidak ingin malu dengan kolega-kolega saya karena Rajendra gagal menikah untuk kesekian kalinya," katanya penuh dengan ancaman. Itukah alasan sebenarnya dari kekeras kepalaan Ibu Verani ingin aku mengencani putranya. Masih adakah alasan lain dibalik ini? Rajendra ternyata orang gila misalnya?

"Kalau saya tidak mau?"

Napasku mendadak sesak, Ibu Verani melempar seringai licik padaku. Sosok anggun dan menyenangkan yang dulu pernah ia tunjukan padaku mendadak lenyap karena segaris seringai di bibirnya. Untuk sesaat, aku merasa hidupku tidak akan tenang setelahnya.

"Kamu itu hanya gadis biasa Akselia, Johardjo punya kekuasaan lebih hanya untuk sekedar memilikimu," katanya berlalu dari hadapanku.

Apa maksudnya itu?

Dia benar-benar akan menuntutku?

Sial, harusnya aku tak mudah percaya dengan keluarga itu.

Bukan Damage Sugar BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang