Dilemma 10

376 55 0
                                    

Menghiraukan laptopnya yang sudah menyala, Valya bergegas keluar dari kamar. Dan saat memasuki ruang keluarga, dia mendapati Kinan duduk bersama ibunya sambil menikmati donat. Kinan hanya menggunakan kaus hitam oblong dan kolor selutut. Sedangkan ibu Valya menggunakan daster dengan rambut yang diikat asal.

“Terus, gimana? Mereka pasti bakal pacaran?” tanya Bu Rini—ibu Valya—dengan penuh semangat.

“Kinan yakin banget, Tan, mereka bakal pacaran tiga bulan lagi!” jawab Kinan dengan penuh kemantapan. “Emang perlu waktu, sih. Soalnya karakter mereka itu bertolak belakang banget. Tapi, Tristan anaknya baik, kok. Dia kelihatan cinta mati sama Aya.”

Bu Rini mengembuskan napas lega. Hal yang wajar jika seorang ibu memikirkan kehidupan putrinya, bukan? “Syukur kalau begitu. Tante udah gemes banget pengin lihat Aya bawa cowok ke rumah. Anak tetangga yang masih SMA aja udah sering bawa pacarnya ke rumah, Aya malah sibuk kerja terus. Kalau enggak ada kamu, udah pasti bel di rumah ini enggak ada gunanya.”

“Pokoknya, Tante tenang aja. Aku bakal bantu Tristan buat deketin Aya.”

Valya berdecak keras. Dia berjalan menghampiri Kinan dan menoyor kepalanya tanpa perasaan berdosa. “Bagus! Udah mulai berani lo racunin otak nyokap gue, ya!”

“Aduh, sakit!” Kinan mengerucutkan bibirnya sambil mengusap bagian kepala yang terkena toyoran Valya. “Bukan racun, Ya. Gue cuma memberikan informasi tepercaya dan akurat tentang lo sama Tristan. Gue yakin, lo sampai kapan juga enggak akan kasih tahu Tante Rini. Makanya, sebagai anak kesayangan, gue kasih informasi lebih dulu.”

“Jangan percaya, Bu,” ucap Valya sambil menggelengkan kepala. “Aku sama Tristan cuma temen, gak ada apa-apa. Lagian, ini anak juga enggak ada kemampuan jadi cenayang, semua ramalannya sesat!”

Wajah Bu Rini—yang awalnya semringah—kini kembali murung. “Yah ... kalau gitu, kamu gak jadi nikah tahun ini, dong?” tanya beliau dengan lesu. “Ya udah, sih, kamu pacaran aja sama Tristan itu. Kata Kinan, orangnya ganteng, baik, terus calon pengacara juga. Urusan ayah, biar ibu aja yang tangani.”

“Kapan aku bilang mau nikah tahun ini, Bu? Calonnya aja enggak ada, gimana mau ke penghulu?” Tak ingin Kinan semakin bicara yang tidak-tidak, Valya segera menarik anak itu menuju kamarnya. “Kita ke kamar dulu, ya. Ibu jangan kebanyakan makan donatnya, harus jaga kesehatan.”

Begitu masuk kamar, Valya bergegas menutup pintu dan mendorong tubuh Kinan. Dia berkacak pinggang, persis seperti seorang ibu yang murka karena kenakalan anaknya. Sementara sang anak tampak tidak berdosa. Dia malah mengotak-atik laptop yang sudah ada di atas kasur. Ingin rasanya Valya mencambuk pantat Kinan, tetapi pasti nanti dia akan mengadu pada Fabian.

“Ke sini sama siapa?” Valya memilih untuk ikut bergabung ke atas kasur dan melirik sahabatnya itu dari samping.

“Sama Fabian. Cuma, dia udah ada janji main futsal sama temennya, jadi enggak bisa masuk,” jawab Kinan tanpa melirik Aya. Matanya sudah berbinar melihat daftar drama korea terbaru yang ada di laptop Valya. “Sore tadi gue sama Fabian kasih kejutan buat mama, lho, Ya. Dan bener kata lo, mama kelihatan seneng. Terus, Fabian juga udah siapin kado buat mama. Dia kasih tas, dan mama kelihatan suka banget sama hadiahnya.”

Secara spontan saja sudut bibir Valya terangkat mendengar cerita Kinan itu. “Syukur kalau Tante Astika suka. Tapi, gue belum kasih apa-apa, Ki. Gimana, dong?”

“Gampang banget. Lo traktir gue makan aja di kafe.” Kinan tersenyum lebar sampai matanya mengecil.

“Itu maunya lo!” Dengan cepat Valya mengambil alih laptopnya. “Gue udah bayangin malam mingguan penuh ketenangan. Eh, lo malah dateng. Hancur malam Minggu gue.”

Dilemma [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang