Mungkin jika ini dalam adegan sinetron, pasti sudah terdengar petir menyambar, akan tetapi ini duniaku bukan sinetron, sehingga hanya degup jantungku yang berdetak kencang, dan bibirku terasa kelu, otak berputar begitu cepat entah memikirkan hal apa saja.
Mas Danar yang setelah menanyakan sejauh apa aku berpacaran dengan Rio, yang mana dimaksud mas Danar sudah sejauh apa kami dalam berpacaran.
Terus terang, selama kami berpacaran hanya sebatas bergandeng tangan, dan cium kening, itupun disaat hari ulang tahunku beberapa bulan yang lalu, karena kami memang bersepakat berpacaran sehat.
Tetapi setelah itu ucapan mas Danar hingga kini masih begitu jelas dalam ingatanku, jika dirinya tak bisa meninggalkan mbak Rima, karena mereka berdua sudah sejauh tidur bersama dalam berpacaran, yang mana arti tidur berdua bukan arti tidur memejamkan mata akan tetapi tidur orang dewasa ketika sudah menikah.
Membayangkan mas Danar bersama mbak Rima, kembali mengingatkanku ketika kemarin diriku saat memasuki ruang keluarga, mas Danar yang bersender di atas sofa dengan mbak Rima yang duduk di pangkuannya saling berhadapan, bukan hanya sekedar saling menatap akan tetapi saling mencecap bibir satu sama lain, dan itu berakhir ketika aku mengucapkan salam begitu keras serta memanggil adikku Eci.
"Kamu nggak takut dosa mas?"
Setelah beberapa menit hening, dan aku juga tak sanggup berbicara maupun melangkahkan kaki keluar dari mobil, akhirnya kalimat itu terlontarkan.
"Nggak sempat mikir dosa ndel"
Di sertai hembusan nafas begitu dalam, dan kini baru terlihat penyesalan, yang entah penyesalan kepada siapa.
"Kok bisa sampai tidur bareng?"
"Ya bisa aja"
"Kapan pertama kalinya?"
"Dua bulan setelah kita pacaran"
"Sudah berapa kali?"
"Sering"
"Kok nggak hamil?"
"Mas pakai pengaman"
"Ohhhh"
Kembali terdiam, otakku kembali melalang kedunia dewasa, dan potongan tentang mas Danar dan mbak Rima kemarin kembali muncul membuatku menjadi mual.
"Kamu kemarin lihat kami ciuman kan?"
Tak kujawab apa yang di tanyakan mas Danar, karena itu percuma untuk di jawab, dimana dirinya juga tahu jika aku melihat itu.
Aku kembali di buat kaget, ketika pertanyaan kulontarkan kepada mas Danar dan dirinya menjawab pertanyaanku dengan jujur apa adanya.
"Jadi mbak Rima yang pertama ya?"
"Bukan, Rima yang kedua"
"Maksudnya?"
"Sebelum sama Rima, mas sudah pernah sama mantan mas sebelumnya cuma mas bagi dia bukan yang pertama, berbeda dengan Rima, mas yang merusaknya"
Hancur, mas Danar yang selama ini sosok pelindungku ketika aku di jogja, mengingatkanku jangan melewati batas dalam berpacaran, akan tetapi kini dirinya membuka rahasia terbesarnya kepadaku dan itu bertolak belakang dengan apa yang dia nasehatkan kepadaku selama ini.
"Terus mas cerita ke Eca, motifnya pa?"
"Kemarin pulang dari Kediri, mas jujur ke Rima jika kita di jodohkan, dan Rima menolak mas ninggalin dia"
Tetapi jika diriku berada di pihak mbak Rima, pastinya ku juga akan menolak di tinggalkan mas Danar, karena pastinya dahulu mas Danar pasti memberikan janji manis kepada sang kekasih.
"Terus?"
"Mas bingung, pastinya mas harus bertanggung jawab kepada Rima, dan disisi lain mas nggak mau mengecewakan mama"
Kini aku juga ikut bingung memikirkan masalah mas Danar, untuk diriku sendiri yang akan memutuskan hubungan dengan Rio saja kini kebingungan untuk mencari alasan, akan tetapi kini harus mendengar masalah mas Danar yang lebih rumit.
Sekian menit kami sama-sama terdiam, hanya terdengar hembusan nafas berat berkali-kali dari mas Danar, hingga akhirnya suara ponselku, panggilan dari Rio membuat kami berdua terkaget.
"Assalamulaikum yang?"
Mungkin karena mendengar sapaanku kepada Rio, membuat mas Danar tahu siapa yang menghubungiku, setelah menoleh kearahku kemudian keluar dari mobil, meninggalkanku untuk memberiku ruang berbicara dengan Rio.
Seperti biasanya Rio, memberikan kabar, serta menanyakan kenapa aku tak masuk kelas, karena tadi saat aku di dalam kamar, kukabarkan pada Rio jika diriku tak masuk kelas pertama.
Kuceritakan jika ada mas Danar dan rewel seperti biasanya, yang menyuruhku memasak hingga sengaja membuatku repot.
Mungkin aku juga sama seperti mas Danar, tak akan tega meninggalkan seseorang yang ada di dalam hati, akan tetapi sepertinya aku akan dengan mudah meninggalkan Rio, tidak seperti mas Danar.
Setelah selesai bertukar kabar dengan Rio, kulangkahkan kakiku keluar dari mobil, karena tak lama lagi kelas pertama akan selesai lebih baik aku ke gedung kelasku.
"Mas, Eca ke kelas dulu ya"
"Ca"
Saat aku akan melangkah meninggalkan mas Danar, dan panggilannya membuatku kembali menoleh kearahnya.
"Buat jajan"
Mengangsurkan lima lembaran merah kepadaku, kemudian ucapannya membuatku tersinggung.
"Jangan cerita kesiapapun, termasuk Eci"
"Aku bukan orang lemes mas"
Tak kusia-siakan rezeki, uang lembaran merah itu tetap kumasukan kedalam kantongku, biar saja kini kuterima suap, penutup mulutku.
Berjalan menyusuri lorong kampus, melamunkan apa yang tadi di ceritakan mas Danar di dalam mobil kepadaku.
Pemikiran tetang apa yang biasa dilakukan mas Danar, membuatku terbayang, mulai dari pertanyaan dimana mereka melakukannya, hingga potongan adegan mereka kemarin kembali singgah dalam bayanganku.
"Mesum juga ya mas Danar"
"Astagfirullah, otak gue"
"Eh, kayaknya gue sadar deh sekarang"
"Tapi enggak tahu juga sih"
Seperti orang gila aku mengoceh sendiri sepanjang kaki ku melangkah, dimana ketika aku terbayang, disaat dahulu aku masih tinggal dirumah mama Galuh, tetapi sejak kecil kami juga sering melakukan itu, dan bagiku itu bentuk rasa sayang kakak ke adik.
"Iya kalau dia nafsu sama gue, kan dia bilangnya suka yang montok, gue kan kurus"
Teringat ketika kami bercanda menonton televisi, kadang kala mas Danar memeluku dengan sayang, tetapi kurasa itu tulus kasih sayang darinya.
Akan tetapi mendengar dirinya sudah melakukan dengan dua orang kekasihnya, membuatku kini seakan takut dengan lelaki yang kuanggap kakak ku itu.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dentist (Tersedia Lengkap Di Ebook)
Roman d'amourMenikah dengan seseorang yang sejak kecil sudah mengenal diri kita, keluarga besar bahkan mengetahui hal-hal buruk yang kita simpan, bukan lah hal mudah jika pernikahan itu hasil perjodohan yang dipaksakan. Berawal pernikahan yang diharapakan untuk...