50 | lahiran (ending)

105 4 0
                                    

"Sayang, jangan banyak gerak, aku nggak mau kamu kenapa napa," celetuk Devan yang baru saja selesai mandi.

Sheila tetap melakukan kegiatan memasak nya, sudah lewat 8 bulan kandungan Sheila.

Sheila tak menggubris sama sekali ucapan Devan. Devan mengehela nafas nya, akhir akhir ini Sheila sering tak mau melakukan apa yang Devan suruh.

Devan mendekat ke Sheila.

Dipeganggnya tangan istrinya yang sedang mengaduk sup.

"Ck, kenapa sih?" sebal Sheila sembari merengut.

Devan tersenyum agar Sheila tak menangis. "Udah ya? Biar kakak lanjutin aja, mending kamu nonton tv," jelas Devan.

Sheila menolak dengan mentah mentah, dengan kasar ia menarik sendok sayur yang dipegang Devan.

"Nggak usah ngatur aku."

"Sayanggg... " panggil Devan panjang.

Sheila memejam kan mata nya. Ia makin muak dengan sikap Devan akhir akhir ini, dirinya juga ingin melakukan tugas seperti ini.

"Lagian aku nggak papa, mending kamu nonton aja. Aku masih mau lanjutin ini."

"Sayang, bisa nggak kamu nurut aku sekarang?" suara Devan terdengat berubah menjadi dingin.

Sheila menatap wajah Devan marah.

"KAMU KALAU NGGAK MAU LIAT AKU DISINI, MENDING KAMU KELUAR AJA, JANGAN LIAT AKU"

Devan sudah biasa dengan teriakan yang terus dikeluarkan Sheila sekarang. Ia paham ini adalah hormon dimasa kehamilan.

Devan berusaha untuk tak terpancing emosi agar amarah Sheila mereda lebih cepat.

"Udah? Puas marah marah nya? Kamu tau nggak kakak pengen istirahat dari marah marah kamu, udah ya, jangan dilanjutin lagi," pinta Devan dengan baik baik.

Sheila melihat gelas kaca yang berisi air yang letak nya di dekat kompor ini. Sheila mengambil gelas itu dan melempar mya hingga menjadi pecahan petahana kecil. Bagi Sheila tak afdhol jika emosi gak ngebanting apa pun.

Devan melotot. Sungguh ini diluar dugaan nya.

"KAMU GILA YAH? ITU BAHAYA, SHEI. GIMANA KALAU TIBA TIBA KAMU KEPELESET, PECAHAN GELAS NYA KENA KE KAMU, KAMU TAU SIAPA YANG SUSAH? TAU NGGAK?" Devan sudah habis kesabaran untuk menahan emosi nya.

Sheila seketika tersentak. Suara Devan benar benar memenuhi ruangan ini. Air mata berkumpul di pelupuk Sheila. Gadis itu merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Devan.

"Kalau gitu mending kakak biarin aja Sheila, jangan urus urus Sheila, nggak usah khawatir sama Sheila, kakak bilang capek kan? Sama kak, Shei juga," suara Sheila mulai bergetar, menandakan ada isakan yang sebentar lagi keluar. "Sheila capek kak, Sheila selalu pengen ngelakuin ini itu, kakak selalu ngelarang, bayi Sheila kepengen itu kak. Alhasil,Sheila selalu diem diem buat makan itu. Kakak nggak pernah bolehin, tiap hari kakak selalu ngasih Sheila sayur sayuran, bahkan untuk makan pizza atau apa lah itu, kakak nggak pernah bolehin. Bahkan Sheila nggak dibolehin buat jalan bareng teman."

Devan tak berkutik. Dirinya sendiri tak menyangka bahwa istri nya merasa tersiksa, semua pemikiran bahwa dirinya telah membuat istri nya bahagia salah. Devan maju selangkah.

"Bukan gitu, kakak cuma pengen—"

"Pengen Sheila sama bayi Sheila sehat? Tapi sekarang apa? Sheila tersiksa, Sheila tau kakak sayang sama Sheial, kakak pengen Sheila baik baik aja, tapi—" Sheila mengatup bibir nya, menahan isakan.

Akulah Takdir muTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang