Astaga!

9.8K 1.1K 6
                                    


"Apa kau berfikir kami tidak belajar dari kesalahan yang mulia duke?" Dengan nada ejekan diujung kalimatnya.

"Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Sudahi sekte ini, dan aku akan meringankan hukuman kalian jika kalian bisa diajak kerjasama" Aku mencoba bernegosiasi

Satu dari mereka yang sepertinya salah satu petinggi sekte ini menyeringai. "Sombong sekali dirimu" mereka mengacungkan pedang, tentu saja aku dan pasukan melakukan hal yang sama.

Suara dentingan pedang bergema disini. Perang dengan keadaan didalam ruangan ternyata sedikit menyulitkan karena terhalang barang-barang disini.

Tanganku tidak bisa berhenti walau sedetik. Serangan terus datang dari segala sisi. Sepertinya mereka mengincarku, sialan!

Saat sedang melawan anggota yang ada didepanku saat ini, tidak sengaja aku menangkap pemandangan para anggota sekte itu mengarahkan diri mereka untuk keluar tempat ini, dari pantulan cermin.

Saat aku sedang menyusun strategi di kepala, bahuku tergores pedang lawan didepanku yang sudah lebih dulu menangkap gerak-gerikku

Sambil menyeringai dia mengatakan
"Ternyata kau tidak sepintar yang aku kira duke" dia trsenyum meremehkan.

"Apa maksudmu sialan" aku masih saja mengayunkan pedangku pada tubuhnya yng sudah vanyak sekali terkena goresan pedang.

"Kami...telah...memasang...peledak"
"Dan lihatlah sekitarmu saat ini. Bukankah prajuritmu berada disini semua. Dan kau akan mati bersama mereka" dia tersenyum menyebalkan.

"Kalau begitu kau juga akan mati bukan" aku berusaha menuntunnya keluar. Tapi dia tau dan malah membalik arah.

"Tentu, ini semua kulakukan untuk membalas dendam dirimu yang telah membunuh seluruh keluargaku"

"Semuanya keluar dari tempat ini" aku berteriak.
"Kau tetap akan mati duke"
"Omong kosong!"

Pasukan pangeran mahkota dan helios telah sampai dan mereka berusaha mengepung seluruh anggota sekte yang telah keluar dari tempat ini.

Clang!

Pedang lawanku terlempar dan aku segera menusuk jantungnya tepat sasaran.

"Duke Anthonio cepat keluar, mereka memasang bom peledak" putra mahkota berteriak dari pintu ruangan

Jarak yang cukup jauh tidak memungkinkan aku untuk tetap hidup. Aku berlari sekuat tenaga tapi posisi pintu itu terasa samgat jauh. Putra mahkota ditahan oleh para pengawal karena hendak masuk menolongku.

Ahh! Sepertinya aku mulau kekurangan darah dan tubuhku lelah sekali. Lariku melambat mungkin inilah akhirnya.

Duar!!

Persis! Sama! Seperti kejadian beberapa tahun lalu dengan aku yang aekarang menjadi korbannya. Mataku menutup yang terakhir kulihat adalah reruntuhan bangunan ini yang hampir menimpaku.

•••
Kepalaku pusing dan badanku sakit sekali.
Aku menaikkan selimut untuk menutupi tubuhku yang dingin.

Tunggu! Selimut?

Aku sontak membelalakan mataku terkejut dan bingung.

"Ini kamarku" apa itu semua hanya mimpi

Tapi itu sungguh nyata

Aku memegang bahuku yang terkena goresan pedang dan luka itu ada disana.

Bagaimana bisa?

Ceklek

"Kau sudah bangun duke" suara lembut itu mengalun ditelingaku. Sontak saja kepalaku menoleh kearah pintu disana berdiri seorang gadis yang selama ini kurindukan.

Dia berjalan kearah tempat tidurku dengan mataku yang masih terus memperhatikan pergerakkannya.

Jika ini mimpi ku mohon jangan bangunkan aku. Wanita itu tersenyum kearahku.

"Apa ini mimpi" gumamku

Plak

"Sakit sekali astaga!" Aku berteriak saat wanita ini memukul bekal lukaku.

Sakit? Aku tidak sedang bermimpi

"Aku tidak bermimpi" aku langsung memeluk tubuhnya, menyelipkan kepalaku diantara leher dan bahunya menghirup seluruh aroma yang aku rindukan ini.

"Kangen!"

Kurasakan tangannya mengelus belakang punggungku.
"Tentu saja kau tidak bermimpi. Kau selamat" bisiknya di telingaku.

Tanpa pikir panjang langsung sajaku lumat bibir mungil nan manis itu.
Mukanya memerah, kami sama-sama menikmati aktivitas ini.

•••
Angeline pov

Aku memukul dadanya berkali-kali. Hey! Aku tidak bisa bernapas. Aku mencubiti perutnya walau tidak bisa karena itu keras aku harap dia bisa mengerti.

Tidak lama kemudian dia melepaskan tautan itu, dan menyengir lebar menatapku.

"Bagaimana jika aku mati karena kehabisan napas"

"Aku akan memberikan napas buatan hehe" dia terkekeh menyebalkan. Kembali mendekatkan dirinya kearahku, aku langsung saja menutup bibir menyebalkannya itu.

"Kau baru sadar ingat? Ayo makan dulu" dia menahanku dan tidak membiarkan aku melepas pelukannya.

"Apa dirimu baik-baik saja?" Tanyanya

"Tentu, apa kau ingin tahu sesuatu hal atau bagaimana kau bisa ada disini?" Aku bertanya kembali. Ku lihat dia meganggukan kepalanya.

"Tapi... kau harus makan dan minum obat. Kemari biar aku suapi" mukanya sumringah sekali.

Flashback

Perasaanku mengatakan untuk menyusul ke tempat dimana aku terkurung. Sedikit mencoba peruntunganku aku memikirkan tempat itu agar aku bisa melakukan teleportasi. Dan ya sekarang aku disini.

Anthonio terlihat menyerah, apa mungkin dia sudah tidak dapat menggunakan sihirnya karena kekurangan tenaga. Aku memegang pundaknya dan berteleportasi ke kamar sebelum reruntuhan bangunan itu mengenai kami.

Ku lihat Anthonio memejamkan matanya. Dengan darah yang terus mengalir walau tidak sederas tadi dari lengannya. Sepertinya goresan itu cukup dalam.

Aku merebahkan dirinya dikasur dan menyuruh beberapa pengawal untuk memberesakn tempat itu karena sepertinya mereka juga tidak melihatku di tempat tadi. Aku hanya takut mereka mengira Anthonio telah tiada.

Setelah membersihkan luka dan membasuh tubuhnya dengan lap hangat agar dia tertidur nyaman.

Aku mengganti baju Anthonio karena tidak mungkin aku menyuruh para pelayan wanita untuk melakukannya dan Helios tidak sedang disini.

"Jadi kurang lebih begitulah" kataku mengelus rambutnya dengan pahaku yang dia jadikan bantal.

"Bagaimana mungkin kau bisa memiliki sihir?" Tanyanya.

"Itu juga yang aku pikirkan. Menurutmu, bagaimana seseorang bisa memiliki sihir"

"Hmm... seharusnya satu-satunya cara adalah sihir itu sebenarnya sudah ada dalam dirimu terlebih dahulu baru setelah itu seseorang membangkitkannya. Biasanya yang bisa melakukan hal itu hanyalah penyihir agung yang tinggal dipuncak Gunung Amoris" jelasnya

"Hmm... jangan terlalu berat berpikir sayang. Lagipula aku masih ingin bermanja denganmu. Peluk aku, sepertinya aku mengantuk"lanjutnya

"Dasar bayi besar" ejekku

Dia hanya diam dan memposisikan dirinya senyama mungkin dengan aku yang dijadikan sebagai guling.

NOT AN ANTAGONIST (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang