Răspuns [Jawaban]

38 3 0
                                    


"Namamu Nayanika Derana kan?"

"Aku Arjuna Adichandra. Kau bisa panggil aku Jun, ayo kita berteman."


⇢ ˗ˏˋ 𝓇 𝒶 𝓈 𝓅 𝓊 𝓃 𝓈 ࿐ྂ    

[ Antwerp, Belgia ]
Akhir Musim Semi 

Hari itu langit menjatuhkan air ke bumi bertubi-tubi, seolah tak lelah terus menerus menangis.  Seorang gadis dengan rambut hitam tergerai sebahu berdiri diam, memandangi insan-insan tak ia kenal berlalu lalang mencari tempat berteduh.

Ia juga sedang berteduh, namun dengan tujuan yang berbeda. Tatapan matanya yang sayu dan kosong tak pernah lepas dari tetes air yang tak terhenti. Dalam hatinya ia berharap langit menangis semakin keras.

Dengan malas, ia melangkakan kaki meninggalkan halte bus yang penuh dengan orang-orang yang berharap hujan akan berhenti. Menurutnya, berkumpul bersama orang asing dengan doa yang berbeda akan membuat doanya tidak pernah di dengar tuhan.

Tubuhnya sudah basah, entah sudah berapa lama kakinya mengayun, melangkah jauh dari tempat awal ia berdiri membiarkan dingin menyelimutinya. Menghabiskan waktu di bawah guyuran air hujan ternyata tidak seburuk itu, justru terasa nyaman.

"Kenapa tuhan harus menurunkan hujan dengan waktu lama, bukankah akan lebih mudah jika ia menurunkannya  sederas yang langit bisa" gadis itu tertawa pelan, terdengar sendu entah karena apa.

"Berharap saja tuhan akan mengetahui kalimatmu, menjawab pertanyaan hidupmu saja tidak pernah." ia meneruskan langkahnya tanpa ragu, mencari tempat lapang yang bisa ia gunakan untuk menikmati hujan dengan damai.

"Hentikan semua pikiran gilamu, Nona." kakinya berhenti melangkah tiba-tiba, tubuhnya berputar  untuk mencari sumber suara.

"Kau mau mati kedinginan hah?!" Suara lawan bicara yang meninggi tak membuat gadis itu menciut sedikitpun, pria di hadapannya mendengus jengah.

"Aku menyusulmu kemari, meninggalkan terapiku dan—"

"Apa aku memintamu?" dengan tatapan kosong gadis itu berusaha mengintimidasi lawan bicaranya.

"Jawab aku Arjuna, apa aku memintamu untuk menyusulku?" Arjuna--lebih sering disapa Jun--mendengus jengah untuk kesekian kalinya, menatap gadis ringkih di hadapannya.

"Aku hanya ingin kau menemaniku, itu adalah alasanku menyusulmu." Jun lalu meraih pergelangan tangan gadis dihadapannya, menuntun gadis itu agar berteduh di bawah payung hitam bersamanya.

"Jangan melakukan hal bodoh lagi, aku tidak tau sampai kapan aku bisa mencegah pikiran gilamu itu." gumaman yang sayangnya di dengar gadis di sampingnya membuat suasana mereka menjadi canggung.

"Dengar ya Tuan Muda Adichandra, aku tidak pernah sekalipun meminta bantuanmu, memanggilmu, atau bahkan mau berteman denganmu. Jadi berhenti lah bertingkah seolah-olah aku yang menyuruhmu menghentikan hal yang menurutmu gila itu!" tanpa perlu lagi mendengar ocehan lawan bicaranya, gadis itu melangkah pergi darisana, lagi-lagi, diguyur hujan.


⇢ ˗ˏˋ 𝓇 𝒶 𝓈 𝓅 𝓊 𝓃 𝓈 ࿐ྂ    


"Selamat siang, karangan bunga seperti apa yang anda inginkan." Figur seorang pria yang cukup familiar nampak di depan matanya, gadis berambut hitam itu sedikit terlonjak, namun buru-buru menutupinya dengan senyuman, mengingat ia kini bekerja dan diharuskan untuk bersikap profesional terutama di negeri orang.

"Maaf, dulu aku tidak bermaksud untuk berkata seperti itu." Pria dihadapannya menatap penuh penyesalan.

"Apakah anda sudah memesan sebelumnya, Tuan Adichandra?" Jun menundukkan kepalanya dalam, tak punya keberanian untuk menatap gadis yang masih setia tersenyum di hadapannya.

"Apa kau mau menemaniku menjalani terapi bulan depan?" setelah perjumpaan terakhir mereka 3 bulan yang lalu, gadis itu tidak percaya bahwa alasan mengapa Jun menghampiri dan merusak mood nya di tempat kerja adalah untuk menanyakan keputusan gadis itu menemaninya di sesi terapi bulanan.

"Jika anda tidak punya urusan disini, silahkan pergi, pintu keluar ada disana." Ia harus tetap bersikap profesional, apapun dan siapapun orangnya. Ia ada disini untuk bekerja, bukan bermain-main.

Dengan sedikit tidak rela, Jun melangkah keluar dari sana, diikuti pandangan gadis yang menjadi lawan bicaranya beberapa detik yang lalu. Hingga punggungnya tertelan pintu kaca diujung sana, gadis itu masih menolak untuk mengalihkan pandangannya.


⇢ ˗ˏˋ 𝓇 𝒶 𝓈 𝓅 𝓊 𝓃 𝓈  ࿐ྂ                


Every Road Leads to an EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang